tag:blogger.com,1999:blog-74413848073608267692024-03-16T08:12:14.647+07:00Ririn tells you a story ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.comBlogger207125tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-10858143806573729722024-02-20T21:27:00.252+07:002024-02-20T23:53:47.442+07:00Pembela Kebenaran<div>Sepertinya saya bisa bertahan di tempat kerja sekarang karena rekan kerja yang mirip-mirip kakak saya. Bukan hanya karena faktor usia yang mayoritas lebih tua, tetapi juga karena merekalah hidup saya tidak hanya dua bagian: memikirkan kantor atau memikirkan rumah. Seperti kakak yang menyadarkan saya bahwa di dunia ini ada jam tangan fossil yang agak pantas buat ke kantor selain jam tangan casio karet yang saya pakai pergi kuliah, mereka berhasil menggiring saya ke bioskop nonton Eras Tour sekitar 2 bulan yang lalu. Diluar dugaan, <i>teriak-teriak</i> <i>nyanyi</i> bagaikan nonton konser sungguhan bisa memberi inspirasi kehidupan. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjs7hhbIWuV7Wqy7e-p_z0NJpftJxWx7P2frJORhnS841bZ-yvOGBShS24y0mLwDQug9tyGQ5DUOUP8uY2WBgKzpjEGK5WGvFU-xX72YkCanjPRlwnNqYmYAKpEwgx8JoIyJbshVObfoOJtY7_ifw3i4wjOe0G348R_kdSPA1d2kmAYUreC8OMaUB1LbdU/s281/eras%20tour.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="179" data-original-width="281" height="239" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjs7hhbIWuV7Wqy7e-p_z0NJpftJxWx7P2frJORhnS841bZ-yvOGBShS24y0mLwDQug9tyGQ5DUOUP8uY2WBgKzpjEGK5WGvFU-xX72YkCanjPRlwnNqYmYAKpEwgx8JoIyJbshVObfoOJtY7_ifw3i4wjOe0G348R_kdSPA1d2kmAYUreC8OMaUB1LbdU/w375-h239/eras%20tour.jpg" width="375" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">Mbak Taylor</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">(Sumber: Hardrock FM)</span></div><br /><div>Melihat Taylor Swift di konser itu rasanya bukan lagi melihat <i>mbak-mbak</i> cengeng yang <i>mewek</i> patah hati. Narasi cerdas dan bagaimana dia menyiapkan rekaman HD<i> </i>selama konser untuk difilmkan menunjukkan kualitas diatas rata-rata. Wanita berkarakter yang profesional, pekerja keras, dan berkelas. Tiba-tiba ingin meniru mbak Taylor untuk menjadi berkualitas dan tidak <i>ecek-ecek</i>.</div><div><br /></div><div>Mungkin inilah yang membuat saya bertahan di tempat kerja sekarang. Melihat gaji sih manusia tidak pernah ada puasnya ya. Tetapi teman penuh inspirasi, ini yang tak ternilai harganya. <i>Woman support woman</i>, begitu selalu kata teman saya yang aktivis perempuan. Memang, 6 orang perempuan di tim saya ini lebih mendominasi dibanding 4 orang laki-laki yang ada, termasuk bos saya. Suara lebih kencang, dan mungkin terdorong semangat perjuangan. Meski lebih sering bingung sendiri, apa sebenarnya yang diperjuangkan😂.</div><div><br /></div><div><div>Berbekal keyakinan bahwa teman-teman saya ini selalu <i>inspiring</i>, saya mengangguk ketika minggu lalu mereka menyeret saya ke bioskop lagi. Tidak tanggung-tanggung, bukan selepas magrib seperti <i>hangout</i> sebelumnya, tetapi ini selepas makan siang. Izin ke bos dengan sopan dan malah didukung sepenuhnya karena beliau prihatin anak buahnya terlalu giat bekerja. Hidup memang sebaiknya seimbang. Setelah hura-hura sebaiknya tetap tidak lupa dengan nestapa. Setelah Eras Tour, kali ini saya diajak nonton Eksil.</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjct4Of9sqRPq2AozIjaTB2V5GZKJbagZxz9A0Flsnj0llRB4ZqgRlUHnhQlYCJAU78_wMKEe-mSIq2jeHh0yC4R9iFFHtNXmjQGXtU_KzLEeU_59qXAoah9WsWaMR_FAHT7RAtPEYWvpM7kYvz99jjryNwkzyC22ZcUfB8_lqQTpKJPSSWoBkXViqLsIE/s520/Eksil.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="520" data-original-width="350" height="302" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjct4Of9sqRPq2AozIjaTB2V5GZKJbagZxz9A0Flsnj0llRB4ZqgRlUHnhQlYCJAU78_wMKEe-mSIq2jeHh0yC4R9iFFHtNXmjQGXtU_KzLEeU_59qXAoah9WsWaMR_FAHT7RAtPEYWvpM7kYvz99jjryNwkzyC22ZcUfB8_lqQTpKJPSSWoBkXViqLsIE/w203-h302/Eksil.jpeg" width="203" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">Eksil</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">(sumber: Lembaga Sensor Film Republik Indonesia)</div><div><br /></div><div>Sejak awal, film dengan durasi 2 jam ini sudah membuat saya heran. Bila film lainnya hanya menampilkan nama pemeran, disini ada juga <i>Researcher</i>. Saya yang jarang nonton film dokumenter karena takut melihat kenyataan, langsung berfikir betapa seriusnya pembuatan film ini. Lola Amaria, salah satu <i>researcher</i>-nya, tenar melalui sejumlah film kritik sosial -yang rawan <i>dibredel</i> pemerintah-. Cabaukan adalah salah satunya.<br /></div><div><br /></div><div>Tentu saja takjub bukan hanya di awal film. Saya sampai tercengang begitu keluar dari bioskop. Untungnya, setelah tercengang, terbitlah ide untuk mengisi <a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-blogging-mgn-februari-2024-harapan-untuk-pemimpin-indonesia-isu-meresahkan-yang-diharapkan-bisa-diselesaikan-para-pimpinan/" target="_blank">Tantangan <i>Blogging</i> Mamah Gajah Ngeblog</a> tentang Harapan untuk Para Pemimpin😆.<br /></div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTwLL30_4YwOY2VSyibwWmb5XCmqWDV1isl7QOjZBdYSsMSGZ5nHd-PbA0a_hdAGWQxIdQAw1jDFfp14ZJgc_7SqFIhBY60IrpRrGoPtYIHA-gBvZdKPhM_CWBBISjiBAhyphenhyphen8kqu0xZqb3iC5TINWg8_77_cWT4RGHA3eCUIXAAoC3qLSTkfgWwSTDh3rg/s1200/Banner%20Tantangan%20MGN%202024.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="675" data-original-width="1200" height="190" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTwLL30_4YwOY2VSyibwWmb5XCmqWDV1isl7QOjZBdYSsMSGZ5nHd-PbA0a_hdAGWQxIdQAw1jDFfp14ZJgc_7SqFIhBY60IrpRrGoPtYIHA-gBvZdKPhM_CWBBISjiBAhyphenhyphen8kqu0xZqb3iC5TINWg8_77_cWT4RGHA3eCUIXAAoC3qLSTkfgWwSTDh3rg/w338-h190/Banner%20Tantangan%20MGN%202024.jpg" width="338" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><h3 style="clear: both; text-align: left;">Bukan Cerita Baru</h3><div><a href="https://lsf.go.id/movie/eksil-the-exile/">Eksil</a> menceritakan bagaimana sekelompok orang, dalam jumlah besar diberangkatkan untuk sekolah ke luar negeri, lebih tepatnya ke negara-negara beraliran komunis. Sudah bisa diduga, berbicara komunis tentunya akan mengarah ke peristiwa di tahun 65. Film ini menghadirkan sekitar 10 orang narasumber (yang saya ingat) yang merupakan "eksil" di sejumlah negara. 1 narasumber meninggal dunia seminggu sebelum jadwal <i>shooting</i>, 3 narasumber ikut <i>shooting</i> tetapi sudah meninggal saat film ini ditayangkan, dan sisanya syukurnya masih ada. Maklum, pembuatan film ini dimulai sejak tahun 2015, dan saya yakin penelitian untuk menemukan akar masalah dan narasumber yang tepat sudah dimulai jauh sebelumnya. Sudut pandang film ini tentu saja mengkritisi pemerintah. Mungkin secara tidak langsung ditujukan untuk mengkritisi pemerintah saat ini, tetapi melalui cerita kelam pemerintahan yang berkuasa di tahun 65. </div><div><br /></div><div>Potongan tutur kisah dari para narasumber, cuplikan foto dan video serta ilustrasi film ini sukses membuat saya <i>mewek. Dipikir-pikir, </i>para Eksil ini orang-orang pintar yang tentunya pilihan. Untuk bisa sekolah di luar negeri dengan pembiayaan negara atau partai tentunya bukan sembarang orang akan lolos seleksinya. Tak heran, meskipun rata-rata sudah sangat sepuh, ingatan mereka masih tajam. Tutur kata masih lugas, dan sebagian besar diantaranya masih aktif menjadi peneliti atau ahli di bidang tertentu. </div><div><br /></div><div>Entah apa yang dipikirkan oleh Indonesia, emas berharga dibuang begitu saja, gemas rasanya. Negara yang mereka datangi untuk "bersembunyi" berlomba-lomba menawarkan kewarganegaraan. Sebagian besar diantaranya hidup puluhan tahun tanpa kewarganegaraan demi penantian kembali ke kampung halaman. Yang paling ironi, hampir semua narasumber akhirnya menerima tawaran kewarganegaraan, setelah puluhan tahun terkatung-katung, hanya demi punya paspor dan bisa melakukan perjalanan berkunjung ke Indonesia. </div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Hasil Didikan Pemerintah</h3><div style="text-align: left;">Saya yang jarang baca dan selalu ketiduran kalau dengar cerita sejarah sudah lama berdebat dengan suami tentang apa itu komunis. Suami saya yang memang hobi baca dan suka sejarah merasa tidak nyambung <i>ngomong</i> dengan saya yang menganggap komunis itu tidak beragama. </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Selain sulit memahami penjelasan suami, sebetulnya saya punya pertanyaan yang tidak terjawab ketika bapak saya berulang kali menceritakan betapa mencekamnya suasana kala itu. Bapak saya kelahiran 58, jadi saat kejadian di tahun 65, beliau cukup bisa memahami bahwa eyang kakung saya-dan keluarganya- ada dalam posisi yang terancam. Bekerja sebagai aparat pemerintahan, eyang saya yang katanya lurus sekali ini diburu karena dianggap antek komunis. Saya pribadi tidak pernah bertemu eyang kakung. Melihat eyang putri saya yang terang terangan beragama islam, saya jadi bingung. <i>Loh, jadi komunis atau bukan sih?</i> </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Belakangan di usia senja eyang putri saya belajar sholat. Lalu munculah kesimpulan baru di kepala saya: Oh ya mungkin dianggap komunis karena kejawen. Jadi komunis adalah kejawen #<i>tentu saja makin ngawur</i>.</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Saya tahu ada sesuatu di tahun 1965, meskipun tidak paham betul apa detailnya. Sepanjang saya duduk di sekolah dasar, rasanya mencekam sekali mendekati tanggal 30 September. Bukan, bukan karena takut anggota keluarga saya akan diculik, tetapi setiap tanggal ini saya harus merem melek tutup mata menghindari nonton film G30SPKI yang entah kenapa diputar dimana-mana. Dalam kepala saya, gerakan komunis ini adalah soal menghabisi nyawa dan berbuat keji, pokoknya ngeri sekali.</div><div style="text-align: left;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Jungkir Balik Fakta</h3><div style="text-align: left;">Ingin menangis rasanya setelah keluar dari bioskop nonton Eksil. Bukan hanya sedih membayangkan sulitnya kehidupan para narasumber tetapi yang paling sedih adalah saya merasa dibohongi. </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Entah siapa yang membohongi atau <i>saya aja yang kepolosan</i>. Setelah nonton Eksil, saya baru paham bahwa komunis adalah ideologi politik #<i>kemana aja Rin?</i> </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Partainya adalah partai politik biasa, seperti pemilik bendera beraneka warna yang bebas bersuara saat ini. Partai komunis yang jadi sorotan film ini adalah wadah bagi masyarakat kelas rakyat. Palu dan arit menjadi simbol karena rakyat yang bertumpu pada sektor pertanian. Partai dengan jumlah anggota bombastis yang mungkin sebagian diantara anggotanya ya sholat 5 waktu juga atau pergi ke gereja. Yang tidak beragama atau tidak punya kepercayaan mungkin ada saja, tapi bukan karena arahan partai. <i>Haduh, betapa bodohnya saya.</i></div><div style="text-align: left;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Menceritakan Kebenaran</h3><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7B6RsspEDcwllv-C03SuGAL85XeeEXO0yAsbyl0r911cBzMnTgxhcaf8lStCiqO7pVHz7NMou03Ao6g_E1C5dprIDKkTVoHe31f4rA37PfcOvPDCwGv5LJsZ8PPHlr2LOSpWvuTiySlr-Z2zH5PH83IjQwdlyaleQBd5_ofEDqLhL1CDdDiONjRaysnc/s640/ultraman.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="640" height="309" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7B6RsspEDcwllv-C03SuGAL85XeeEXO0yAsbyl0r911cBzMnTgxhcaf8lStCiqO7pVHz7NMou03Ao6g_E1C5dprIDKkTVoHe31f4rA37PfcOvPDCwGv5LJsZ8PPHlr2LOSpWvuTiySlr-Z2zH5PH83IjQwdlyaleQBd5_ofEDqLhL1CDdDiONjRaysnc/w412-h309/ultraman.jpg" width="412" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">Ultraman dan Godzilla</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">(sumber: Channel Youtube Kutufilm)</div><br /><div>Karena sedang sebal menjadi korban jungkir balik fakta di buku sejarah, mungkin harapan tertinggi saya untuk pemimpin yang akan berkuasa adalah jadilah pembela kebenaran. Tidak, saya tidak bermimpi punya presiden seperti ultraman daiya atau satria baja hitam yang membela kebenaran dan kebajikan lalu pergi bertarung melawan godzilla. Cukup dengan tidak takut berbicara yang benar, bisa membela diri-dan negara- bila memang benar, dan mengaku lalu minta maaf bila salah. Tentunya setelah itu memperbaiki kesalahan dong ya.</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Menegakkan hak asasi manusia dan lebih tinggi lagi berbicara kesetaraan gender seperti yang dielu elukan teman kantor saya sepertinya sulit dipenuhi bila yang dibicarakan selama ini jauh dari kebenaran. Lebih parahnya lagi bila takut dengan kebenaran, atau pura-pura tidak tau yang mana yang benar. Bisa juga kondisinya sama seperti saya, tidak takut dan tidak pura-pura, <i>tapi bingung aja gitu</i>. </div><div style="text-align: left;"><i><br /></i></div><div style="text-align: left;"><i>Ya kalau bingungan mah jangan jadi pemimpin atuh, Pak!</i></div><div style="text-align: left;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Penutup</h3><div style="text-align: left;">Begitulah mamah-mamah. Sekali sekali bolehlah nonton bioskop, ternyata bisa jadi inspirasi untuk tantangan <i>blogging</i> 1 bulan untuk menggapai ambisi ikut posting tantangan MGN tanpa bolong 2024.hehehe.</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-11442943683060348032023-11-20T18:32:00.002+07:002023-11-20T18:41:05.391+07:00Kegiatan biasa saja<p>Tidak terasa, memasuki setoran terakhir tahun ini. Prestasi saya adalah satu kali bolong setoran karena ketiduran. Semoga setoran terakhir ini betul-betul bisa disetor, dan di tahun depan bisa meningkatkan prestasi: tidak bolong setoran, atau lebih baik lagi bisa lebih aktif di MGN dan menulis lebih sering lagi. </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilBz0IGl2XfdX4LqdaWjeJ-Fqm1rUT7lDV9RHXiA_6mxe3zRi6X0LGpP2N_7ySFhC_Ry7VX41MnTJIIpbFRG7HyVSkjAmzWznQnSE8D5aZsefGSIqYFOLKa3CASyJ89iVfe3KYHABHo7RLBHxGrjsmD1yCX5_2KykXAuxQrE35RxeN0ZUsGyWG5BQEpHI/s960/banner%20tantangan%20MGN%202023.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="960" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilBz0IGl2XfdX4LqdaWjeJ-Fqm1rUT7lDV9RHXiA_6mxe3zRi6X0LGpP2N_7ySFhC_Ry7VX41MnTJIIpbFRG7HyVSkjAmzWznQnSE8D5aZsefGSIqYFOLKa3CASyJ89iVfe3KYHABHo7RLBHxGrjsmD1yCX5_2KykXAuxQrE35RxeN0ZUsGyWG5BQEpHI/s320/banner%20tantangan%20MGN%202023.png" width="320" /></a></div><br /><p><a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-blogging-mgn-november-2023-kegiatan-favorit-bersama-keluarga/">Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog</a> kali ini bertema Kegiatan Favorit Bersama Keluarga. Mari kita mulai!</p><h3 style="text-align: left;">Kehidupan <i>Commuter</i></h3><div>Seperti kebanyakan <i>commuter </i>Jabodetabek yang menghabiskan <strike>sebagian besar</strike> waktu <strike>hidupnya</strike> di jalan, saya dan suami tentunya sangat menanti-nanti saat-saat kami bisa dirumah. Meskipun tidak seheboh orang-orang yang pergi petang dan pulang sudah petang lagi, tidak bisa dipungkiri bahwa perjalanan menuju dan dari Jakarta itu melelahkan<b>. </b>Lelah mental yang membuat lelah fisik, kata kakak saya yang biasa hidup di Bandung dan langsung sakit keluarga begitu liburan di Jakarta 😂.</div><div><b><br /></b></div><div>Kondisi ini membuat saya menjadi anggota pasukan pulang tepat waktu bila harus pergi ke kantor, dan menerima setiap kesempatan yang ada untuk bisa <i>mobile working</i>. Begitu juga suami saya. Meskipun bukan jurusan Jakarta, ketika pulang tetap saja harus berjubel dengan mobil-mobil dari Jakarta yang pengendaranya sudah lelah. Faktanya, baru kami sadari bahwa kelelahan itu menular, menembus batas pintu mobil dan udara. Mengakibatkan semua pengendara di jalan yang sama jadi ikut lelah juga😁.</div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Suasana Lainnya</h3><div>Kebetulan, kami tinggal di daerah yang tidak padat penduduk. Bukan kawasan elite yang luas kavling rumahnya seukuran lapangan bola ya, tapi tidak padat karena masih banyak kavling yang kosong. Dikelilingi pohon bambu, semak tinggi, dan pepohonan besar yang rindang. Pohon besar disini bisa mendukung dua suasana ya, asri dan sejuk atau gelap dan horor. hahahaha. </div><div><br /></div><div>Seolah menyeleksi penghuninya, sebagian besar warga yang tinggal disini hobi bercocok tanam. Tetangga sebelah rumah saya adalah sepasang suami istri sepuh yang hobi menanam singkong, ubi, pisang, dan pepaya. Meskipun terkenal daerah planet luar bumi yang punya empat matahari, disini cukup sering saya menjumpai embun di pagi hari. Di pagi hari ada kicauan burung, di siang hari capung-capung berterbangan, dan di malam hari ada suara tonggeret. Saat angin berhembus ada suara derik pohon bambu. Tentu saja lengkap dengan koleksi hewannya. Ular pohon, anak ular (entah jenis apa), berbagai rupa kumbang dan kodok serta katak sudah pernah mampir ke rumah. Pokoknya lengkap sudah seperti sedang hidup di desa.</div><div><br /></div><div><h3>Dirumah Saja </h3></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div>Kelelahan di jalan dan kehidupan damai di rumah menjadikan kegiatan favorit keluarga saya adalah Di Rumah Saja. Rasanya seperti masuk ke cangkang dan enggan keluar. Herannya, kedua anak saya sejak pindah kesini juga jadi enggan diajak keluar, lebih memilih untuk dirumah saja. Padahal dulu saat tinggal di tengah kota Jakarta, rasanya tidak bisa diam. Bangun tidur langsung berpikir ke Mall mana kita hari ini. </div><div><br /></div><div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOoMi1Skr6hxG53Yb2Rgmf1mljjJjsGPhVt40GjNUPXdU0AnIQdqp6Y36QCfBJjelW4GQA2cdnv5uHCCeVdpX8hI3cdMSblqE621ikEW1yuyjkwue7SSsRHmnaRxk36h7JPdw8r2XOrLd13drwWCFtoFtNF4SC9h-ftrUEWk_YRf8kyRMtp6RyscEZAeY/s1280/Bocil.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOoMi1Skr6hxG53Yb2Rgmf1mljjJjsGPhVt40GjNUPXdU0AnIQdqp6Y36QCfBJjelW4GQA2cdnv5uHCCeVdpX8hI3cdMSblqE621ikEW1yuyjkwue7SSsRHmnaRxk36h7JPdw8r2XOrLd13drwWCFtoFtNF4SC9h-ftrUEWk_YRf8kyRMtp6RyscEZAeY/s320/Bocil.jpg" width="320" /></a></div></div><div><br /></div><div>Sekarang, mungkin karena jauh dari keramaian kota, kami lebih memilih menghabiskan waktu dirumah. Saya belanja ke pasar melihat sayur-sayuran, penjual kelapa, dan ikan laut segar. Baca buku atau movie time dirumah menjadi asik. Kadang dengan layar besar bila tidak sengaja saya atau suami harus membawa proyektor kantor pulang ke rumah, atau lebih sering dengan TV ukuran biasa yang ada dirumah. Yang jelas <i>movie time </i> dengan <i>snack</i> selalu menjadi waktu yang ditunggu-tungu oleh anak-anak.</div><div><br /></div><div>Bila sedang cari kegiatan lain, kami jalan-jalan keluar komplek, menyusuri kebun singkong dan rumah-rumah warga. Tidak jarang kami panen daun singkong atau daun pepaya jepang. Di hari-hari tertentu bisa menikmati pisang kepok kuning atau ubi manis yang dikirim tetangga hasil panen tetangga yang berkebun di sekitar rumah😁. Di lain hari anak-anak main sepeda, atau sekedar kami duduk minum teh di teras sambil angkat kaki mumpung dirumah sendiri, memandangi pohon bambu liar jadi momen yang ditunggu-tunggu. </div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi91uDSa-wh_JopiPo_N44YnG9m6x0v6IcMQa4tla7xF6ZhdCh5oGx9_x2qLfRWxBiFYzwALsU0kWeijMD26lERajhX7AnnoeUILnwPMHOW7ctMmD2hAtRJMyAj702b_LHG-6GY8tQ80mhpl9viJKGe4WaZytTue-rmktS5sd9XyyENTmzSyUFXd68-12Q/s1280/bambu.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi91uDSa-wh_JopiPo_N44YnG9m6x0v6IcMQa4tla7xF6ZhdCh5oGx9_x2qLfRWxBiFYzwALsU0kWeijMD26lERajhX7AnnoeUILnwPMHOW7ctMmD2hAtRJMyAj702b_LHG-6GY8tQ80mhpl9viJKGe4WaZytTue-rmktS5sd9XyyENTmzSyUFXd68-12Q/s320/bambu.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><h3 style="clear: both; text-align: left;">Penutup</h3><div>Begitulah cerita kegiatan favorit keluarga saya. Biasa saja, tidak memerlukan banyak biaya, tapi kami menikmatinya :)</div><br /><div><br /></div><br /><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div> </div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-83459377907336476192023-10-20T22:54:00.005+07:002023-10-20T22:55:56.326+07:00Bermimpi tentang Investasi <p>Setelah dua minggu sibuk nggak karuan urusan kantor, saya memutuskan untuk rehat. Kemarin rehat terpaksa tanpa rencana karena kantor yang hanya 250 meter dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkepung masa di hari pertama pendaftaran calon presiden dan wakilnya. </p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiM94moiFMvR-0dRShsWJb2iAqpfX7k4RflO0_PQdjUIdIYK8uEFXwcoxJO8RINVxSwqSO-Rs9rie9F-K326KXGPmDaELT06ZQFfWpgKwIqRgiGX92CFnObMJE2AToLj9lk_Q4xfRJqC-IHEfF0a3hy2yQsYkOa1pnZGbAHUy36iKBU8tSbLq9ZlsyRFPw/s1280/IMG-20231020-WA0090.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="960" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiM94moiFMvR-0dRShsWJb2iAqpfX7k4RflO0_PQdjUIdIYK8uEFXwcoxJO8RINVxSwqSO-Rs9rie9F-K326KXGPmDaELT06ZQFfWpgKwIqRgiGX92CFnObMJE2AToLj9lk_Q4xfRJqC-IHEfF0a3hy2yQsYkOa1pnZGbAHUy36iKBU8tSbLq9ZlsyRFPw/s320/IMG-20231020-WA0090.jpg" width="240" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Heboh KPU di dekat kantor (credit foto: Oliver Baudlr)</td></tr></tbody></table><p>Tidak bisa menembus kerumunan, jadilah saya putar balik dan pulang. Laptop <i>over heat</i>
yang tidak bisa menyala menjadi penanda semesta mengingatkan saya,
hidup ini isinya bukan hanya kerja dan kerja saja. Bayar hutang
uyel-uyel anak selagi ada yang bisa diuyel-uyel perlu diingat juga.</p><div><div></div><div>Hari ini adalah hari rehat yang sesungguhnya saya rencanakan. Sudah diingat-ingat sejak tema diumumkan, akan posting di hari terakhir saja untuk ikut <a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-blogging-mgn-oktober-2023-investasi-yang-ingin-atau-sudah-dilakukan/">Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober</a>. Kenyataannya, saya malah lupa hari ini tanggal 20. Untung ingat barusan, 5 jam sebelum batas waktu pengumpulan. hahaha</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEl3ASg9AH7-sy4ugExXrVXSIVVsXgsYdGoAn51pE7ScM45_YBU2_imiwiV7Tsc0cUCk7k2JtxTBlTiHtM4qrYb9XrrH0wbMM3tJcvcZzurL6kNxjQACdixuCy5RVWtwKrrPtbQsk6UavVGaz0FOUOGfmVfIG3tloHvDaUtyNrQs5SiNetFuWgG8lxZYQ/s960/IMG-20231020-WA0089.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="960" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEl3ASg9AH7-sy4ugExXrVXSIVVsXgsYdGoAn51pE7ScM45_YBU2_imiwiV7Tsc0cUCk7k2JtxTBlTiHtM4qrYb9XrrH0wbMM3tJcvcZzurL6kNxjQACdixuCy5RVWtwKrrPtbQsk6UavVGaz0FOUOGfmVfIG3tloHvDaUtyNrQs5SiNetFuWgG8lxZYQ/s320/IMG-20231020-WA0089.jpg" width="320" /></a></div><div><br /></div></div><div>Sudahlah lupa tanggal, temanya susah pula. Susah untuk saya maksudnya, masalah investasi ini saya kibar-kibar bendera putih. Minim ilmu dan tidak punya contoh dari orang tua juga. Orang tua saya golongan tidak neko-neko soal tabungan dan investasi. Cukup menyiapkan tabungan untuk sekolah anak dan naik haji, sisanya untuk menikmati kehidupan hari ini. Ada baiknya, tetapi konsep ini juga belum tentu cocok diterapkan di zaman sekarang.Mumpung terfasilitasi oleh tema tantangan blogging bulan ini, mari kita tuliskan <strike>rencana</strike> angan-angan investasi yang saya inginkan. <br /></div><div><br /></div><div style="text-align: left;"><h3>Sepertinya Asik Investasi Properti</h3></div><div>Karena nonton serial drama Korea King Hotel, pikiran saya jadi kemana-mana😂. Perpaduan nonton King Hotel dan Live to 100 rekomendasi <a href="https://sereleaungu.com/investasi-bukan-duit/">Teh May</a> membuat saya ingin punya investasi properti.</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMxVaf7y9WfDAR62qkT6un9f8rojTK952TJajhmOF_ccKAZQ-LodYF4q3m_bWyolEdTzsV_1EGHrodsYPmfHAOk5C-L404DqRFdUweSRowNhQG7bz-zGG2ix5NrqxRxd9o-K9TADz61jCD7eyuUwvHkMRMMTYtOb5wNL4U7r52IdC6Cvnbb8LBVwUtZa8/s333/images.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="151" data-original-width="333" height="145" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMxVaf7y9WfDAR62qkT6un9f8rojTK952TJajhmOF_ccKAZQ-LodYF4q3m_bWyolEdTzsV_1EGHrodsYPmfHAOk5C-L404DqRFdUweSRowNhQG7bz-zGG2ix5NrqxRxd9o-K9TADz61jCD7eyuUwvHkMRMMTYtOb5wNL4U7r52IdC6Cvnbb8LBVwUtZa8/s320/images.jpeg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">King hotel, investasi yang menggiurkan (sumber foto: preview)</div><div><br /></div><div>Karena berencana menjadi pemilik hotel raksasa seperti King Hotel rasanya terlalu ngawur, mari kita alihkan mimpinya ke kos-kosan saja😂. Lebih tepatnya kos-kosan di Bandung yang isinya anak ITB- sangat spesifik boleh kan ya? Hehehe. Jadi Ibu kos rasanya mungkin mirip dengan pemilik hotel. Datang sesekali menengok properti dan menemui para pengguna, memastikan mereka senang dengan pelayanan yang diberikan. Bonusnya, sering ngobrol dengan anak muda alias mahasiswa yang katanya bikin sehat awet muda. Kita boleh menua, tetapi isi kos-kosan yang terus berganti tentunya akan selalu berada di rentang usia anak muda. Sebuah investasi untuk menunjang harapan sampai ke usia senja dengan kondisi masih sehat, mandiri, dan bisa beraktivitas biasa.</div><div><br /></div><div></div><div style="text-align: left;"><h3>Investasi Kebun Sayur agar Pasokan Nutrisi Datang Teratur</h3></div><div></div><div>Selain rutin berinteraksi, kunci sehat dan tetap mandiri di usia senja ala Live to 100 adalah pada kualitas makanan yang dimakan. Makan sayur segar untuk saya yang tinggal di sebelah Jakarta tetapi sudah masuk area planet lain ini merupakan suatu kemewahan. Mungkin bisa pergi ke supermarket untuk mendapat sayur segar. Tetapi rasanya tentu berbeda dengan berbelanja ke pasar tradisional dan melihat hamparan sayur segar -sesuatu yang lumrah dan biasa saja di Bandung.</div><div><br /></div><div> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGsIJtsJ_aWX6EO9cOnyMqtWGotlpV2fTd4mhvu7OS0bv_TygMy8C4dP02BHN1R5ncKiZii4ikUz3zrICl22FbR2GVdW9QuvXTdlWi_svbeIrHod19dTaZ65le7hX3kV2LLmIj0yBdqjJbViKRrdG-XVL7c-j-XUybaUtwwSgcpiKXp2SwKZ7QYc-bYjU/s941/IMG-20231020-WA0091.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="794" data-original-width="941" height="270" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGsIJtsJ_aWX6EO9cOnyMqtWGotlpV2fTd4mhvu7OS0bv_TygMy8C4dP02BHN1R5ncKiZii4ikUz3zrICl22FbR2GVdW9QuvXTdlWi_svbeIrHod19dTaZ65le7hX3kV2LLmIj0yBdqjJbViKRrdG-XVL7c-j-XUybaUtwwSgcpiKXp2SwKZ7QYc-bYjU/s320/IMG-20231020-WA0091.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Investasi kebun sayur (sumber foto: pinterest)</td></tr></tbody></table><br /></div><div>Rasanya ingin sekali investasi kebun sayur. Dalam angan-angan, bisa makan sayur yang baru dipetik dari kebun sendiri tentu rasanya menyenangkan sekali. Bila berhasil menanam dalam jumlah banyak, bisa dibagikan ke tetangga atau dijajakan di pasar tradisional. Membayangkan hidup seperti Pak Ardiwilaga dalam Film Petualangan Sherina yang pertama, pemilik perkebunan sayur di Bandung Utara, rasanya sehat sekali😂.</div><div><br /></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGZYGAKGMKIEwtHxyWxam_9ibMqL6viDS777gjQHOQgcTILvxTsHlJTqFZBDjaKog10b9r0yQAKGu2k6gYKXxHtvmBjUxWxO9SVL5bnmm58rWQCDcDn6ghC1J2fJW6Kfx53zm3vU8PVvv6ShwdxWI02TkOpVDdoSFhLb3oOY8O-YeKELknWqCBeVb7nQE/s922/Screenshot_20231020_224151_Chrome.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="627" data-original-width="922" height="218" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGZYGAKGMKIEwtHxyWxam_9ibMqL6viDS777gjQHOQgcTILvxTsHlJTqFZBDjaKog10b9r0yQAKGu2k6gYKXxHtvmBjUxWxO9SVL5bnmm58rWQCDcDn6ghC1J2fJW6Kfx53zm3vU8PVvv6ShwdxWI02TkOpVDdoSFhLb3oOY8O-YeKELknWqCBeVb7nQE/s320/Screenshot_20231020_224151_Chrome.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Agar seperti Pak Ardiwilaga (sumber foto: Di Ujung Langit)</td></tr></tbody></table> <div><h3 style="text-align: left;">Mulai dari Rak Buku dulu </h3></div><div>Saya sudah ngaku sejak awal, fakir ilmu soal investasi. Angan-angan dan rencana sih banyak, tetapi sama sekali tidak tahu harus mulai dari mana untuk mewujudkannya. Boleh berangan-angan, tapi jangan lupa kembali ke bumi. Daripada bingung harus berbuat apa untuk mengejar angan, saya putuskan untuk berinvestasi dari hal yang paling membumi: Rak buku.</div><div><br /></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwHp_i6ifz3U_Rg4qrbZQd2kS0XANnZA_8Ba8Xz97o6wbIgBFSq0zStXYimkv9egZelyp3pKTmCBaJcDXtxGRu9q9ySNIJiMWFYjE9crxGqjt-0ACUi64FR_-Nn-KAA8Gb_cK3DvnqQgCrrRGztLWaE4jYWK18cbPQpRUm8k0bl3XfprkNZUnbIOKrmu4/s4032/20231020_225042.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="4032" data-original-width="3024" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwHp_i6ifz3U_Rg4qrbZQd2kS0XANnZA_8Ba8Xz97o6wbIgBFSq0zStXYimkv9egZelyp3pKTmCBaJcDXtxGRu9q9ySNIJiMWFYjE9crxGqjt-0ACUi64FR_-Nn-KAA8Gb_cK3DvnqQgCrrRGztLWaE4jYWK18cbPQpRUm8k0bl3XfprkNZUnbIOKrmu4/s320/20231020_225042.jpg" width="240" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Investasi paling penting</td></tr></tbody></table><div><br /></div><div>Rak buku yang saya beli hanya rak biasa, harganya tidak seberapa, isinya pun masih ala kadarnya. Belakangan terisi lebih penuh karena saya mengangkut sebagian besar buku-buku dari rumah di Semarang. Tetapi dari sini lah perjalanan mencapai angan-angan saya harapkan dapat terwujud. Rak ini yang menjadi pengingat sudah berapa banyak buku yang dibaca oleh keluarga saya. Sibuk meracau tidak tahu investasi, sudah ada belum buku tentang investasinya? bila sudah beli, dibaca atau hanya terpajang di rak saja? Sungguh, rak buku adalah investasi paling berharga yang saya miliki saat ini karena dari sinilah investasi-investasi besar lainnya, baiknya yang bersifat materi maupun non materi bisa berawal.</div><div> </div><div style="text-align: left;"><h3>Penutup </h3><div style="text-align: left;">Senang sekali berhasil posting bulan ini. Mohon maaf bila isinya meracau ya, Mah. Bicara investasi ini bisa dalam sekali maknanya, dari sekedar nilai ekonomi, hingga ke makna hidup, tergantung bagaimana kita melihatnya. Untuk saya, investasi perlu melihat externality. Bukan hanya dalam nilai uang, tetapi mempertimbangkan hal-hal yang sering kali tidak bisa dinilai dengan uang. <br /></div></div><div> </div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-5062192265320958932023-09-20T23:10:00.000+07:002023-09-20T23:10:02.317+07:00Uang, bukan hanya Uang<p>Terbesit enggan rasanya untuk ikut <a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-blogging-mgn-september-2023-pengalaman-menghadapi-tantangan-terbesar-dalam-hidup-jasmani-dan-atau-rohani/">Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog</a> bulan ini. Menuliskan ujian terberat memaksa kita untuk mengingat kembali, dan untuk saya rasanya seperti menjalani kembali kejadian tersebut. </p><p>Tapi yasudah lah, toh saya sudah deklarasi masuk ke fase sadar, menerima, dan berdamai dengan kejadian-kejadian itu. Pas banget kemarin, saat menulis cerita ini, hari lahir almarhum Ibu, lengkap sudah aura sendu😂. Anggap saja kali ini untuk <i>test the water</i>, cek ombak, apakah betul-betul sudah berdamai?</p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIGjTjk12YhWZP2l-SdscHZGt4Cp8KNqO6WG9JgV0Z6bOgtJF8dr-Dhz0mvp8pTs_PWpaYaE9CffpDp60Lz9YwTvtcaT_WU7dC2IbfGf4KGZWZ1okJq87MwZVaQc0eXlwZeXm-nwknPsCViyI-ognTjY8QwNNPjL4vsjPlVggnto7NUoPeHXq7E2qxxns/s960/banner%20tantangan%20MGN%202023%20(1).png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="960" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIGjTjk12YhWZP2l-SdscHZGt4Cp8KNqO6WG9JgV0Z6bOgtJF8dr-Dhz0mvp8pTs_PWpaYaE9CffpDp60Lz9YwTvtcaT_WU7dC2IbfGf4KGZWZ1okJq87MwZVaQc0eXlwZeXm-nwknPsCViyI-ognTjY8QwNNPjL4vsjPlVggnto7NUoPeHXq7E2qxxns/s320/banner%20tantangan%20MGN%202023%20(1).png" width="320" /></a></div><br /> <p></p><h3 style="text-align: left;">Ternyata hidup bukan hanya perkara uang</h3><div>Orang tua saya berprinsip anak tidak boleh tau kalau orang tua tidak punya uang. Karena taunya selalu ada uang, sepanjang masa kecil saya habiskan dengan hidup dalam kedamaian. Saya hidup di keluarga yang tidak berlebih, tetapi Alhamdulillah tidak merasakan uang SPP <i>nunggak</i>. Karena bukan orang kaya yang bisa pamer harta, uang SPP yang tidak <i>nunggak</i> adalah <i>pride</i> bagi orang tua saya. </div><div><br /></div><div>Ujian terberat justru datang dari sisi sebaliknya. Allah mengingatkan saya, bahwa uang bukan lah segalanya. </div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Tempat tidur yang tidak terima <i>kencleng</i></h3><div>April 2021. Bapak kena covid dan dirawat seminggu di rumah sakit yang kurang <i>bonafide</i>. Kondisinya memburuk dan akhirnya disetujui dokter untuk dirujuk. Mencari tempat tidur kosong di rumah sakit rujukan ternyata tidak semudah cek saldo di <i>mobile banking </i>yang hanya perlu jempol tanpa urat dahi berkerut dan leher tegang karena <i>spaneng</i>. </div><div> </div><div>Sungguh saat itu ingin rasanya menghalalkan segala cara. Mencari orang yang berkuasa terhadap kasur-kasur ini dan menyisipkan kencleng sogokan untuknya tanpa harus sabar menanti sistem yang lebih lama <i>down</i>-nya daripada aktif-nya. </div><div> </div><div>Semua orang punya uang, semua orang kena covid, dan semua orang ingin
keluarganya selamat. Semua orang rela bayar lebih, bayar kencleng,
untuk dapat <i>bed</i> pasien. </div><div> </div><div>Masalahnya, yang harusnya terima kencleng kemungkinan besar juga sedang kena covid. Atau, mengingat slot tempat tidur diatur terpusat oleh Pemerintah, bisa jadi yang harusnya terima kencleng ini sedang <i>spaneng </i>juga ikut antri slot rawat inap pasien covid😅.</div><div><br /></div><div></div><h3 style="text-align: left;">Plasma darah, bukan Plasma TV</h3><div>Saat harus mencari plasma konvalesen untuk Bapak, ingin sekali kukeluarkan uang seperti saat ingin transaksi plasma TV. Kalau perlu ambil pinjaman di bank, untuk beli 2 kantong plasma kualitas super yang diminta dokter plus<i> extra charge</i> untuk pengantaran kilat boleh juga. </div><div> </div><div>Masalahnya, tidak ada toko yang jual. Plasma yang dicari ini harus diambil dari darah ex pasien covid, yang antibodi covidnya masih bagus, sembuh dalam waktu kurang dari satu bulan, dan belum pernah hamil.<i> </i>Terlihat mudah mengingat pasien covid jumlahnya ribuan. Kenyataannya, dari ratusan orang yang kontak dengan kami dan bersedia donor, hanya puluhan yang lolos <i>screening </i>awal dan datang ke PMI, dan tidak ada yang berhasil donor plasma di 2 hari pertama pencarian kami. </div><div> </div><div>Emosi bercampur rasa tidak percaya. Ternyata ada kondisi dengan variable diluar kontrol yang sebesar itu. Baru sekali saya alami. Hanya satu yang bisa dikontrol, usaha kita untuk melangitkan semua doa. Alhamdulillah 3 kantong plasma dari 2 pendonor berhasil didapat di hari ketiga pencarian, setelah menambah kontak dengan 100 orang lainnya. </div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Satu Lagi yang Tidak Bisa Dihubungkan dengan Uang</h3><div>Suatu pagi yang cerah di Kota Padang, saat saya berkemas untuk kembali ke rumah setelah 2 malam dinas.</div><div><br /></div><div><i>"Bub anak-anak demam nih. Tadi jam 4 tiba-tiba muntah semua."</i></div><div><br /></div><div>"<i>Demamnya tinggi nggak? Lemes? Makan minum mau? Semalam gimana?"</i></div><div><br /></div><div>"<i>Semalam baik-baik aja. Mulai naik, tapi nggak tinggi sih. Masih mau sarapan."</i></div><div><br /></div><div><br /></div><div> </div><div>"<i>Bub, aku bawa ke RS aja ya.</i>"</div><div><br /></div><div>"<i>Kenapa?"</i></div><div><br /></div><div> </div><div> </div><div>"<i>Aku udah di RS, dokternya baru ada siang. Aku ke IGD aja ya."</i></div><div><br /></div><div>"<i>Demamnya makin tinggi?"</i></div><div> </div><p></p><p></p><div>"<i>Bub, adek kejang. Barusan berhenti tapi terus sekarang kayak nggak sadar. Mas tiba-tiba jatuh di lantai, lemes nggak bisa berdiri"</i></div><div><br /></div><div></div><div><i>"Flight attendance take-off position."</i></div><div><br /></div><div>****</div><div> <br /></div><div>Ini bukan perjalanan belasan jam ke belahan dunia lainnya. Hanya menyeberang Selat Sunda 1,5 jam lamanya. Rasanya seperti menunggu berkali-kali rotasi bumi. 1,5 jam yang penuh prasangka dan menghadirkan trauma dinas ke luar kota. 1,5 jam penuh isakan. Sungguh, saya <i>cetek</i> soal ketahanan terhadap ujian kehidupan. Hanya 1,5 jam saja rasanya sudah ingin kibar-kibar bendera putih. </div><div><br /></div><div><br /></div><div> </div><div><br /></div><div><br /></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-21239164914412189312023-08-20T22:31:00.004+07:002023-08-20T22:52:33.966+07:00Meniti Jalur Kereta untuk Mencari Keinginan<p>Gemas rasanya karena gagal memenuhi ambisi tahun ini ikut tantangan MGN dan voting setiap bulan. Penyebabnya karena bulan lalu saya baru mulai menulis dan <i>blogwalking</i> mepet di hari <i>deadline, </i>tentu saja berujung ketiduran di detik-detik proklamasi😞. Mulai mencicil <i>blogwalking</i> dan menulis posting di H-2 <i>deadline</i> adalah prestasi saya di bulan ini. Sekecil apapun perbaikan, selayaknya tetap kita apresiasi dan semoga yang ini sukses <i>nggak</i> ketiduran 2 malam berturut-turut😂.</p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKGRk_yIq7YcjwpYer993-SFNb45I2Z3ettC1bCsi2Kc-8QZudg3yHrvYpc8iEllhL7lJIWHcN2zulsyi_mGsaoeH_X5Z535Duf3G87jgk6OwImn9VSqMr606_3ucs5lZdSbzhXejqpyC8Tg7c7d5uJWbxJZggIXJDtO9jdhxneo0tCWreNi2cmRhnETQ/s960/banner%20tantangan%20MGN%202023%20(1).png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="960" height="205" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKGRk_yIq7YcjwpYer993-SFNb45I2Z3ettC1bCsi2Kc-8QZudg3yHrvYpc8iEllhL7lJIWHcN2zulsyi_mGsaoeH_X5Z535Duf3G87jgk6OwImn9VSqMr606_3ucs5lZdSbzhXejqpyC8Tg7c7d5uJWbxJZggIXJDtO9jdhxneo0tCWreNi2cmRhnETQ/w365-h205/banner%20tantangan%20MGN%202023%20(1).png" width="365" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div><p><a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-blogging-mgn-agustus-2023-keinginan-yang-masih-ingin-dicapai-mamah/">Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog</a> bulan ini bertema Keinginan yang Masih Ingin Dicapai Mamah. Sama seperti ketika harus menuliskan tentang hobi, saya yang jarang baca ini tidak punya cukup ide untuk memikirkan keinginan. Apalagi berkaca pada orang tua saya yang keduanya berpulang tanpa meninggalkan banyak drama, sepertinya hidup di dunia cukup yang biasa-biasa saja. Harapannya hanya ada dua: naik haji dan menikahkan kedua putrinya, setelah itu memang betul-betul selesai di dunia😀.</p><p> </p><p></p><h3 style="text-align: left;">Keinginan di Jaman Dulu <br /></h3><div></div><div>Dulu, saya punya impian untuk jalan-jalan keliling Indonesia. Itupun hasil nyontek terinspirasi <a href="https://www.restuekapratiwi.com/">kakak</a>. Selepas lulus S1 dia ikut proyekan dosen dan jalan-jalan keliling Indonesia. Sepertinya seru sekali. Alhamdulillah impian saya untuk nyontek jejak kakak satu-satunya terwujud. Muko-muko, Masohi, Morowali, Mamuju, Morotai, Tobelo, intinya yang saat belajar Geografi di SMP dulu rasanya tidak ada nama-nama daerah ini. <br /></div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjW_dksv5fTwT0RHyY6Bg_-8eDcLLiHcf9dPEIY51uzrQskJdFj0cMZMPPNqW9XbkDMXfrUJ2r1T5nKCdf-d9FScllIT0VCeFtWtDsYvnfp-6-5sPkuP9aHKuBrURLg_guIK5f-uRYeicG5E5Efv_SX8O3_hzFFsavwygkl8kuMmLL822tMiFfdsL9niB0/s1920/masa%20lalu%20canva.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" height="255" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjW_dksv5fTwT0RHyY6Bg_-8eDcLLiHcf9dPEIY51uzrQskJdFj0cMZMPPNqW9XbkDMXfrUJ2r1T5nKCdf-d9FScllIT0VCeFtWtDsYvnfp-6-5sPkuP9aHKuBrURLg_guIK5f-uRYeicG5E5Efv_SX8O3_hzFFsavwygkl8kuMmLL822tMiFfdsL9niB0/w453-h255/masa%20lalu%20canva.jpg" width="453" /> </a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Searah jarum jam: Tiba-tiba diminta berangkat ke Kolaka via Makassar dengan flight tengah malam, keluyuran di jalanan cari penginapan dapat bonus pisang epe dan palekko iti; Ke pantai pakai kemeja? tentu saja sudah biasa; Foto siluet ala pemuda pemudi di pelabuhan Tobelo; Sejenak kabur ke Morotai untuk lihat tempat mandi Arthur Douglas MacArthur, hampir tidak bisa pulang karena badai di tengah laut, dan dapat bonus standar pantai meningkat jauh😂</span> <br /></div><br /><div></div><div>Satu yang saya sayangkan, kenapa saya tidak merencanakan jalan-jalan ke luar negeri dulu. Bukan karena tidak ada contekan yah. Kakak saya sudah melanglang buana entah ke negara mana saja. Saya yang kudet menolak tawaran S2 ke luar negeri dan lanjut menikmati alam Indonesia. Ketika berkerja, punya 2 anak, dan tidak berbakat menyisipkan acara tamasya dalam agenda dinas kantor, saya baru sadar, ingin sekali rasanya jalan-jalan keliling dunia, tentunya sekarang dengan suami dan anak-anak.</div><h3 style="text-align: left;"> </h3><h3 style="text-align: left;">Mari Jalan-jalan Lihat Kereta!<br /></h3><p>Ketika impian sudah ada, saking tidak tahunya, saya bahkan masih bingung harus mulai dari mana. Satu dari hanya sedikit buku yang berhasil saya baca adalah buku cerita tentang Kereta milik anak saya. </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBtlkcE-5yTT8S1V7IPmzstTLbx9CizpIx0SphBf4qz7hPCo1dy48iAwm8-qXVfkMYpE6CcjDJYFmYvD5Ma0_6IrH3z8_Tx8gx7XrD-DuO6xG-5SB6yKyR4LAS78kW_oUVuF08Bx7RrZx1VRSqEi2BZn0Ol6FM_ygCZVTd4478Qx0id8SeBymAXLJk6s0/s1920/cover%20new.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" height="222" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBtlkcE-5yTT8S1V7IPmzstTLbx9CizpIx0SphBf4qz7hPCo1dy48iAwm8-qXVfkMYpE6CcjDJYFmYvD5Ma0_6IrH3z8_Tx8gx7XrD-DuO6xG-5SB6yKyR4LAS78kW_oUVuF08Bx7RrZx1VRSqEi2BZn0Ol6FM_ygCZVTd4478Qx0id8SeBymAXLJk6s0/w395-h222/cover%20new.jpg" width="395" /> </a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><span style="font-size: x-small;">Big book, big dream</span></i> <br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Anak pertama saya memang fans berat kereta. Mungkin karena dulu kami
tinggal di dekat rel KRL dan hampir setiap hari dia naik
kereta. Bapak masinis, suara klakson <i>cess oongg</i>, jurusan kereta, dan sekarang
beralih ke seri gerbong kereta apa, dibuat dimana, di tahun berapa, bergerak dengan teknologi apa. Melihat
sorot matanya yang berbinar ketika lihat kereta, sepertinya menarik juga
jalan-jalan keluar negeri untuk mencari berbagai macam kereta. </div><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><h3 style="text-align: left;"> </h3><h3 style="text-align: left;">Lihat Big Boy di Amerika </h3><div style="text-align: left;"><div style="text-align: left;">The Union Pacific Big Boy merupakan salah satu kereta pertama yang menggunakan lokomotif uap di dunia. Bekerja untuk mengangkut batubara dari pertambangan milik Pacific Union di Wyoming, sebuah negara bagian Amerika Serikat. Lokomotif uap kereta Big Boy merupakan yang terpanjang dan terberat di dunia. Konon lokomotifnya mampu menarik hingga 100 gerbong yang bermuatan! <br /></div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" height="236" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjhl5_LkC7ma5i_ys1-tktSVvjVEW3C3SipjudE0AhM4XEzSQ5dcq5q0iO-j6KOhc9EFF5aX2MkzhKcA70HrmUh3mZJm8iZC31SvQT42EwWlvIj1vECVl_m6qO4PIoBnLrqxIPUpi4ykfOkeW-Vm1qElwGMZvPG6avJHEbcro2KKiBr2Wc16SkJV9RgLI/w420-h236/big%20boy%20combine.jpg" width="420" /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><i>Bersyukur juga Indonesia tidak punya kereta seperti ini di Jakarta.
Tidak terbayang antri lampu merah Kalibata menunggu 100 gerbong untuk
lewat, berapa jam lamanya</i>😂.</span> <br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div>Sayangnya, kereta yang beroperasi sejak jaman perang dunia kedua ini sudah tidak lagi melayani rute operasional regular. Sebagian besar lokomotif aslinya bisa dilihat di museum transportasi di Missouri, Colorado, Pennsylvania, Wisconsin, atau Texas. Ada satu lokomotif seri 4014 yang saat ini dioperasikan oleh Union Pacific hanya untuk tour dalam acara khusus saja. <i>Okelah, mari kita pergi Wyoming kalau begitu! </i><br /></div><div style="text-align: left;"><h3 style="text-align: left;"> </h3><h3 style="text-align: left;">Pergi ke Inggris Bertemu Green Arrow</h3><div style="text-align: left;">Ada yang suka nonton Thomas and Friends? Saya baru tahu, ternyata tokoh kereta disini tidak semuanya fiksi. Percy, kereta hijau sahabat Thomas yang baik hati, ternyata adalah Green Arrow- kereta kuno jaman perang dunia kedua😂. Karakter Percy cukup tepat menggambarkan Green Arrow yang sesungguhnya. Si kereta yang tidak bisa diam karena bisa melaju dengan cepat dan sering dimintai tolong untuk mengantarkan surat. Green Arrow didesain untuk menjadi kereta cepat pengangkut penumpang yang beroperasi di jalur antara London dan Doncaster, Inggris. Saking bagusnya <i>performance</i> kereta ini, akhirnya digunakan juga untuk mengangkut barang yang perlu cepat sampai ke tujuan. </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhg1zIXGmwWpZhvUxpRO-0VxPipATV6xCOSbs8KxhaQFNgLvzhvwMEj60llwuvYd50s1RjtxU73nczFaqW8obtrJZw07JqbsSmuyF6_VxrqZspSygbfn9hAnZgWv7FEr58tA0n1g95-PxaURsIWd-YfNqKVqm3hj785puir81gqlZrdpucv_oWr6uqyJXo/s1920/green%20arrow.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" height="254" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhg1zIXGmwWpZhvUxpRO-0VxPipATV6xCOSbs8KxhaQFNgLvzhvwMEj60llwuvYd50s1RjtxU73nczFaqW8obtrJZw07JqbsSmuyF6_VxrqZspSygbfn9hAnZgWv7FEr58tA0n1g95-PxaURsIWd-YfNqKVqm3hj785puir81gqlZrdpucv_oWr6uqyJXo/w452-h254/green%20arrow.jpg" width="452" /> </a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><span style="font-size: x-small;">Percy and it's reality</span> <br /></i></div></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Sejak tahun 1962 kereta ini sudah berhenti melayani rute reguler dan hanya digunakan untuk keperluan tour saja. Di tahun 2008, kereta ini benar-benar berhenti beroperasi dan disimpan di Shildon. Saat ini lokomotifnya disimpan di Museum Doncaster's Danum, tapi hanya hingga tahun 2024 😕. <i>Yah, baiklah. Kalau begitu, marilah kita pantau akan dipindahkan kemana lagi teman Thomas yang satu ini.</i></div><div style="text-align: left;"><h3 style="text-align: left;"> </h3><h3 style="text-align: left;">Boleh Juga Mampir Ke India, Naik Gunung dengan Kereta</h3><div style="text-align: left;">The Darjeeling Himalayan Railways adalah kereta penumpang yang melayani rute antara New Jalpaiguri dan Daerjeling di India. Kereta ini mendaki pengunungan Himalaya, mulai dari 100 meter hingga mencapai ketinggian 2.200 meter diatas permukaan laut. Namanya juga mendaki gunung, rute rel kereta ini melintasi tepi tebing dan jurang, namun ada juga bagian jalur <i>anti mainstream </i>yang berada di tengah pasar. Mungkin seperti trem di Eropa, tapi sepertinya sulit membayangkan keduanya serupa. Kereta Darjeeling benar-benar melintas diantara lapak-lapak pedagang di pasar, bisa dikatakan tanpa ada jarak. Untuk menjaga ekspektasi bersama, lebih baik tidak ada yang memikirkan <i>buffer safety zone</i> disini😂. </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;">Saya harus berfikir dua kali sebelum memilih kereta ini sebagai <i>stepping stone</i> impian jalan-jalan saya. Suatu hari, salah satu channel TV menayangkan liputan reporter yang mencoba jalan-jalan naik kereta ini. Masinis duduk di lokomotif terbuka tanpa pelindung kepala, persis seperti kereta mini di mall -padahal rutenya di kaki Pegunungan Himalaya, mungkin hangat-hangat saja untuk yang sudah biasa😨. Kereta ini bergerak dengan bahan bakar batubara, dan kehabisan bahan bakar di tengah jalan adalah hal yang biasa😂. <i>Mudah-mudahan, tiap habis pas posisinya nggak di pinggir tebing dan jurang banget yah</i>😂. </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz_6WvlHNb3rD6MSYcUUOKovOS_4hoIYPdFuROtt1NEfry07Dg3YIUtElJJA5NFbRcEMyHsqXVydyY2H9J5dSMsDg2gJ2nR_IsLQ1zbrmaqzzlgDBfiHbznYsK9QsJF2nfbuQd92c2s0L2IevAc6oJww58_2VtFWvy6AxYCnKWKxdphpAPA1JXxnbOhmM/s1920/Darjeeling%20combine%20with%20mall.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz_6WvlHNb3rD6MSYcUUOKovOS_4hoIYPdFuROtt1NEfry07Dg3YIUtElJJA5NFbRcEMyHsqXVydyY2H9J5dSMsDg2gJ2nR_IsLQ1zbrmaqzzlgDBfiHbznYsK9QsJF2nfbuQd92c2s0L2IevAc6oJww58_2VtFWvy6AxYCnKWKxdphpAPA1JXxnbOhmM/w473-h266/Darjeeling%20combine%20with%20mall.jpg" width="473" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Mamah bosan naik mini train sama anak di mall? bisa coba versi lebih menantangnya di Pegunungan Himalaya😬</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span><div style="text-align: left;">Kereta yang disebut juga The Toy Train ini masih beroperasi hingga sekarang. Memang benar, <i>less worry more healthy</i>😂. Kereta-kereta tua lainnya yang terlalu banyak dipikirkan ini itunya malah sudah berhenti beroperasi. Meskipun agak-agak ceritanya, tak apalah, tidak ada salahnya kita coba. <i>Sambil bawa obat tensi, dan banyak berdoa. Toh sepertinya penumpangnya baik-baik saja</i>😂.<br /></div></div></div><div style="text-align: left;"><h3> </h3><h3>Penutup</h3></div><div style="text-align: left;">Sebetulnya masih banyak kereta menarik lainnya. Ada The Ghan di Australia dan ada Flying Scotchman, si Gordon teman Thomas, di Amerika juga. Naik Trans-Siberian Expert dari Moscow ke Rusia bagian timur pun layak untuk masuk jadi daftar keinginan. Belum lagi mencoba naik Maglev, kereta dengan magnet. Rasanya seperti pergi ke masa depan lihat benda ajaib dari kantong doraemon😯. </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDE_raxNza6VwWxGGDdLEqdThNOcbeYW2fwirPiUhmS-p4EmurmbumK-ZTAHFLkxXfJ831OFwlpg1edwGikGpz0vYDYpADvezVashSD_QMS1sX_V6hWChC4kNfd6nglKCR-oKm3HpMzgAckzss0HdvlBMhHoIKRO7XwCp5zNJlbWploQwdIJZJeD3XeSE/s1920/dreaming.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" height="273" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDE_raxNza6VwWxGGDdLEqdThNOcbeYW2fwirPiUhmS-p4EmurmbumK-ZTAHFLkxXfJ831OFwlpg1edwGikGpz0vYDYpADvezVashSD_QMS1sX_V6hWChC4kNfd6nglKCR-oKm3HpMzgAckzss0HdvlBMhHoIKRO7XwCp5zNJlbWploQwdIJZJeD3XeSE/w485-h273/dreaming.jpg" width="485" /></a></div><div style="text-align: left;"></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><i>Cukuuuup, cukup sampai di sini atau akan berujung ketiduran dan gagal submit lagi</i>😂</span>.</div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;">Bersyukur sekali dengan tema tantangan bulan ini. Hitung-hitung menyicil bikin <i>itinerary</i> versi makro, agar saat tiba-tiba ada rezeki sudah tidak bingung lagi. Sekarang aku tahu, aku ingin jalan-jalan ke luar negeri lihat berbagai macam kereta! </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><i>Ngomong-ngomong, Mamah sudah pernah naik kereta apa saja mah? </i></div></div></div></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com12tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-51513045927947401332023-06-20T06:55:00.002+07:002023-06-23T09:41:17.866+07:00Rumah kesayangan, bunker penyimpan sejuta kenangan<p>Aneh sekali rasanya. Baru sekarang saya menyadari, salah satu hal yang paling menakutkan adalah mengingat kembali kenangan di masa kecil. Berat sekali rasanya untuk memenuhi <a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-blogging-mgn-juni-2023-hal-berkesan-di-masa-kecil-dan-atau-di-masa-sekolah/">Tantangan <i>Blogging</i> Mamah Gajah Ngeblog</a> kali ini. Tapi demi pencapaian hidup paling hakiki tahun ini: tidak bolos setoran tantangan, marilah kita beranikan diri. Meskipun memang benar kata Teh Uril: Tidak sesimpel itu, Ferguso!</p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk8NkFCD0O-bO6AGPQcNGgr3sTVQY11nLPtcLfVBsmH65knfsUCdzUgtzGO-oItG_1uIyG16K-ys2DAYx9ZYlYghON-j44HcfC_eN0HTPTf9zM-4emdE3tLAWRP0NnttQkevnoiwUg8qV66H3JHWrL2MIlfVQl640wqGqpSI7vH6WZi_Hzfqw2R0ulv2c/s960/banner%20tantangan%20MGN%202023(1).png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="960" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk8NkFCD0O-bO6AGPQcNGgr3sTVQY11nLPtcLfVBsmH65knfsUCdzUgtzGO-oItG_1uIyG16K-ys2DAYx9ZYlYghON-j44HcfC_eN0HTPTf9zM-4emdE3tLAWRP0NnttQkevnoiwUg8qV66H3JHWrL2MIlfVQl640wqGqpSI7vH6WZi_Hzfqw2R0ulv2c/s320/banner%20tantangan%20MGN%202023(1).png" width="320" /></a></div><p><br /><i> Dan benar saja, baru mulai mengetik paragraf pembuka, saya sudah sesenggukan nggak karuan.</i></p><p><i> </i></p><h3 style="text-align: left;"><span style="font-size: large;">Rumah kesayangan</span></h3><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;">Saya lahir dan menghabiskan masa kecil hingga lulus SMA di Semarang. Tinggal di sebuah rumah pemberian kakek untuk ibu, berlokasi di bagian barat kota, dulu dikelilingi kebun jambu biji. Dulu, di bagian depan penuh sekali dengan tanaman suplir dan kuping gajah koleksi ibu. Biasanya ibu akan bertaring bertanduk ketika ada kucing numpang buah hajat di atasnya atau daun kuping gajah tiba-tiba <i>krowak</i> jadi kudapan ayam tetangga. </span><br /></div><div style="text-align: left;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi05mfuyWoY73kBpz_koje8n7UXDNf28xIdZezynNYUFWVtIx9KQatGW0TxypADmQ01076U-kql3nsZJVA7jymFW9tGA8nT9SMQe6OpbTzHqSkRNHTvDYBmIdt_Iy20KdZnyJexvY724CVCm6X3-ZSH9PiKmXE4rtdRzwAMrSMJ3FMMVSey1EQgwrGTHIA/s1024/teras.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="768" data-original-width="1024" height="136" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi05mfuyWoY73kBpz_koje8n7UXDNf28xIdZezynNYUFWVtIx9KQatGW0TxypADmQ01076U-kql3nsZJVA7jymFW9tGA8nT9SMQe6OpbTzHqSkRNHTvDYBmIdt_Iy20KdZnyJexvY724CVCm6X3-ZSH9PiKmXE4rtdRzwAMrSMJ3FMMVSey1EQgwrGTHIA/w182-h136/teras.jpeg" width="182" /> </a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i>welcome home!</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Ukuran memang relatif. Saat pindah ke ibu kota dan berkeliling mencari rumah (yang <i>affordable</i>), kusadari ternyata rumah ini besar sekali😂</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><i> <br /></i></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: small;">Tentu saja foto diatas adalah penampakan rumah setelah mengalami banyak perubahan. Konsep rumah tumbuh benar-benar dijalankan oleh orang tua saya. Dulu, di bagian depan hanya ada teras <i>seuprit </i>yang selalu becek kalau hujan dan setiap belajar kelompok di rumah selalu ada teman yang <i>kejengkang</i>. Saking <i>umpel-umpelannya</i> duduk di teras kecil itu😂. Di depan teras ada pohon mangga harum manis. Buahnya manis, besar, dan tentu saja setiap panen cukup untuk dibagikan ke tetangga se-RT. </span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: small;">Bapak dan ibu meletakkan meja kursi kayu di teras itu. Maksudnya semacam modal untuk mengharap doa, ada yang <i>ngapelin</i> anak-anaknya. Sayang, yang terjadi tidak ada <i>proper</i> <i>ngapel</i> yang benar-benar terjadi. Kakak saya punya pacar dan bolak balik diantar mas-mas pulang kerumah saat SMA, tapi rasanya tidak ada yang cukup berani untuk duduk disitu lama-lama sambil diintrogasi orang tua. Saya? nggak pernah punya pacar <i>euy</i>😪. Jadilah kursi teras ini hanya dipakai untuk <i>ngapel</i> oleh kucing-kucing tetangga😂</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><h3 style="text-align: left;"> </h3><h3 style="text-align: left;"><span style="font-size: large;">Ruang tamu, arti tetangga untukmu </span></h3><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;">Seperti rumah jadul pada umumnya, rumah orang tua saya punya ruang tamu yang cukup longgar. Tamu bisa duduk santai menghabiskan berjam-jam untuk mengobrol disini. Hangat, akrab, dan nyaman. Tidak seperti rumah <strike>saya </strike>jaman sekarang yang rata-rata tidak punya ruang tamu.hehehe.</span><br /></div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpuqjpOEdrDZXVqdQ3FeeonxCW2shcgwHCgWQ6_bLs-PocugkM3in4IGX8KoW5GCt5Xkorv8uKsP-xLxWIRQ7qN4dQLkkaVyr4QL_dgCyflJYQy5yIS3EgMr4UUhnDzYbcaYNDcQqIA4xXX6lCJoNta833wH34ssA0hwN-ap55vK64YZMUIE40ufL6V98/s1024/ruang%20tamu.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="768" data-original-width="1024" height="163" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpuqjpOEdrDZXVqdQ3FeeonxCW2shcgwHCgWQ6_bLs-PocugkM3in4IGX8KoW5GCt5Xkorv8uKsP-xLxWIRQ7qN4dQLkkaVyr4QL_dgCyflJYQy5yIS3EgMr4UUhnDzYbcaYNDcQqIA4xXX6lCJoNta833wH34ssA0hwN-ap55vK64YZMUIE40ufL6V98/w217-h163/ruang%20tamu.jpeg" width="217" /> </a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><i>monggo, monggo pinarak</i></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Silahkan duduk, kata bapak ibu</span> <br /></div> </div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;">Memang, mereka sedekat itu dengan tetangga. Saat tinggal disana, yang terlihat hanya tamu datang dan pergi silih berganti. Di ruang ini, bapak saya biasa menerima bimbingan mahasiswa dan ibu saya -yang entah mengapa selalu terpilih jadi bendahara PKK RW- menerima tamu untuk transaksi keuangan. Saat kedua orang tua sudah tiada, baru kami tahu, tetangga-tetangga kami sayang sekali dengan rumah ini. Bahkan posesifnya melebihi kami anak-anaknya yang pernah tinggal disana😂.</span></div></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><h3 style="text-align: left;"> </h3><h3 style="text-align: left;"><span style="font-size: large;">Kamar, tempatku berubah wujud </span></h3></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: small;">Maaf, bukan mau sombong. Tapi saya termasuk anak berprestasi <b><u>dulu </u></b>(perlu bold dengan garis bawah untuk menghindari bias😂). Juara bayi sehat saat batita, juara pesantren ramadhan saat balita dan usia TK, juara murid teladan saat SD, ketua osis dan juara lomba pramuka saat SMP, lanjut juara lomba palang merah remaja saat SMA. Bisa masuk ITB juga bisa dihitung prestasi lah ya, hahaha.</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: small;">Lain di luar lain di dalam. Diluar saya garang tegar dan berprestasi. Di rumah saya anak kolokan yang selalu minta diladeni dan bobok di ketek ibu. Kamar tentu saja menjadi <i>secret comfort zone</i> dimana saya menghabiskan waktu dengan mengunci pintu lalu mengamuk ketika merasa terganggu. Nangis berteriak, <i>nendangi</i> tembok sambil <i>nduduti</i> sprei. Penyebabnya bisa apa saja. Permintaan yang tidak dikabulkan orang tua, ditegur orang tua, atau malas ikut les privat. Guru les sudah datang dan saya kabur mengunci pintu sembunyi di kamar. Teriakan saya ketika <i>ngamuk </i>ini bisa terdengar oleh satu gang RT. <i>Dipikir-pikir kok bisa yaaaa</i>, bapak ibu sabar sekali. Kalau saya yang ada di posisi mereka, rasanya $#!!$#$#%!!!😓.</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigWKajFHdnNFWHi37Hnwb7ZD4YHymGG3lazBpnxTZ6z6-2N6KpAnNmk45zeIwpa7kwkEAolPD6k3-pMpyIW_54lc2F1-Tbldr4MrNKlclj9I30D9ekn1Berq2fSJINSnKZFK1dsBWdjZx88XsvQNiKOwc4NpMDERqsSnG7pOSexCZS26y2k2vusWdR1w0/s1600/kamar.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="166" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigWKajFHdnNFWHi37Hnwb7ZD4YHymGG3lazBpnxTZ6z6-2N6KpAnNmk45zeIwpa7kwkEAolPD6k3-pMpyIW_54lc2F1-Tbldr4MrNKlclj9I30D9ekn1Berq2fSJINSnKZFK1dsBWdjZx88XsvQNiKOwc4NpMDERqsSnG7pOSexCZS26y2k2vusWdR1w0/w221-h166/kamar.jpeg" width="221" /> </a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Meja belajar di kamar, sekarang ukurannya tampak kecil sekali. Saya bisa menggelar semua buku pelajaran dan latihan soal disini, dulu.</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"> </span><br /></div><span style="font-size: small;">Bapak yang selalu <i>self claim</i> bukan sekedar pengajar tapi juga seorang pendidik, selalu menekankan pentingnya meja belajar untuk anak. Kamar dengan meja belajar harus siap sebelum anak masuk sekolah. Belajar, membaca buku, dan menulis di meja dengan posisi tegak duduk di kursi.</span><br /></div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: x-small;"><i>maaf ya beh, mas masuk SD bulan Juli ini tapi kamar sama meja belajarnya belum siap</i>, <i>jangan marah ya beh.</i> <i>lagi disiapin kok</i>😔<i>.</i></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: x-small;"><i> </i></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;">Tentunya bapak yang aliran super jadul belum mengenal konsep sekolah alam dimana anak-anak belajar sambil <i>ndlosor</i> di lantai. Belum tau aliran mana yang lebih baik. Yang jelas, meja ini menjadi saksi bagaimana saya mencapai impian masuk sekolah kebanggaan. Bermodal menghafal jawaban soal karena tidak terlalu pintar, di sinilahsaya menggelar segala buku contoh soal, sambil mendengarkan radio dari <i>boombox</i>. Berharap kecengan kirim lagu dan salam, meskipun dalam kasus ini harapan tak pernah menjadi kenyataan😂. <br /></span></div><div style="text-align: left;"><h3 style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"> </span></h3><h3 style="text-align: left;"><span style="font-size: large;">Makan, makanan,<i> </i>kehangatan, dan kegendutan</span><i> </i></h3><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;">Makan adalah <i>source of happiness </i>keluarga saya. Bapak ibu hobi makan, dan menurun ke anak-anaknya. Ibu tidak hobi masak. Hanya masak kalau kepepet, itupun menunya indomi rebus dicemplungin sayur atau telur ceplok. Ada asisten yang bertugas masak makanan atau kami jajan keluar kalau ingin makan istimewa. Tidak seperti belajar, bapak menerapkan gaya bebas untuk makan. Meskipun punya meja makan, hanya bapak yang biasa makan disitu. Piring, <i>serbet</i> makan, dan <i>wijikan</i> -<i>kobokan- </i>selalu tersedia untuk bapak. Saya dan kakak lebih sering makan di depan TV, duduk di lantai atau di sofa. </span></div><div style="text-align: left;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiS8WSvh3CTZb5M9IXDRx9x4IlWBUKuYblhYZKkXU0L2jv69JapViA8kpbTPMcPdSY2IMY0XRQ1pmVJny2XLALidodOHwnqjp-ddtXZ4wfXjsRIL2_jf7sHMx59dY3lf_gGJi1EHfLDVvdPsQgxjltoeJS9uv_96uLSPmjx-S5wNL7ZvWcGC5Mat0rLyx0/s1600/ruang%20makan.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1200" height="170" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiS8WSvh3CTZb5M9IXDRx9x4IlWBUKuYblhYZKkXU0L2jv69JapViA8kpbTPMcPdSY2IMY0XRQ1pmVJny2XLALidodOHwnqjp-ddtXZ4wfXjsRIL2_jf7sHMx59dY3lf_gGJi1EHfLDVvdPsQgxjltoeJS9uv_96uLSPmjx-S5wNL7ZvWcGC5Mat0rLyx0/w128-h170/ruang%20makan.jpeg" width="128" /> </a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Lauk disajikan di meja makan ini. Tumis buncis <i>intil-intil </i>jantung pisang, mangut manyung, dan terik daging. Kangennya😓</span> <br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: small;">Meskipun tanpa <i>table manner</i> bapak ibu selalu mewajibkan kami makan. Harus sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Ibu akan menyuapi saya yang buru-buru pakai seragam dan sepatu sekolah. Entah mengapa tidak ada yang namanya sarapan dengan roti atau <i>oatmeal</i> di jaman itu, jadi menunya nasi atau indomi. Sepulang sekolah segelas susu sudah menunggu di meja makan. Disajikan dengan gelas dunkin donat bulat, berisi susu kental manis dengan campuran serbuk milo yang akan dihujat netizen kalau diberikan ke anak-anak jaman sekarang😂. </span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: small;"> </span></div></div></div><p></p><h3 style="text-align: left;"><span style="font-size: large;"><i>A space you call it home</i><i><br /></i></span></h3><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;">Hari ini, tiba waktunya untuk saya dan kakak melepas rumah kesayangan. Berat sekali rasanya, sedih seperti saat orang tua berpulang, tapi terasa jauh lebih berat karena kita sudah diberi tahu kapan waktunya akan tiba. Terlalu indah untuk diakhiri, tetapi lebih buruk lagi bahkan kalau tidak pernah terjadi. <i>It's not only house, I call it home. </i>Rumah yang meskipun fisiknya nanti tidak ada lagi, tetapi rasa-nya akan selalu ada di hati. Mengisi celah ruang yang tidak pernah akan terganti, kubawa untuk bersanding dengan cerita indah selanjutnya😊. </span><i> </i></div><div style="text-align: left;"><i> </i></div><div style="text-align: left;"><i><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwXIW-hTr1QC7LPP-oW0S7jGHa9Z4BRNNG9PIzD8g7vEMLC5LtO5h1-9Yvm0pI4QapL0370s4vZE-hxpJsST386hKHSCTKKCoJfG7HU7nBSGe_L2GE_VR0WxkpCqJAg4mCFuYZWN89VHTEYNhN0ANdzUxNJkwX49Vbg1xRmiV7jiLbkldjSVvKztvPo_M/s1074/family.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1074" data-original-width="1030" height="235" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwXIW-hTr1QC7LPP-oW0S7jGHa9Z4BRNNG9PIzD8g7vEMLC5LtO5h1-9Yvm0pI4QapL0370s4vZE-hxpJsST386hKHSCTKKCoJfG7HU7nBSGe_L2GE_VR0WxkpCqJAg4mCFuYZWN89VHTEYNhN0ANdzUxNJkwX49Vbg1xRmiV7jiLbkldjSVvKztvPo_M/w225-h235/family.jpeg" width="225" /> </a></div></i><i><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <br /></div><br /> </i></div><div style="text-align: left;"><i> </i> <br /></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-66517763166928825352023-05-20T23:53:00.003+07:002023-05-21T00:07:01.692+07:00Oseng Kerang, seperti Cinta yang Hilang<p>Cukup menantang juga untuk memikirkan makanan favorit saya.
Sulit, karena saya suka makan. Sama seperti teh <b><a href="http://bagjasugema.blogspot.com/2023/05/makanan-favorit-sekitar-kampus-gajah.html?m=1">Anggun</a>, </b>bagi saya di
dunia ini hanya ada makanan yang enak dan atau enak sekali. Sisanya adalah
sesuatu yang sama sekali tidak bisa dimakan dan saya anggap itu bukanlah makanan,
hehehe. </p><p class="MsoNormal"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYogi6XJVTgu_Q26p20UpkeLHrU9m2YmJkmBnFaGQHtdwLLpeR8Ow1WZ2HMJ1lgZnaXFjIvO_Cgio6IQrqHYaZ7Syd6mtfYCRebTT-teEEXIuuX_EgseiJH3Yi8CZ_H9-quioVfVaZI7rIXKloQ76gd3yj1SYgn4kSwa7w2BBuWeid3rzppCdX5vj4/s960/banner%20tantangan%20MGN%202023%20(1).png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="960" height="127" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYogi6XJVTgu_Q26p20UpkeLHrU9m2YmJkmBnFaGQHtdwLLpeR8Ow1WZ2HMJ1lgZnaXFjIvO_Cgio6IQrqHYaZ7Syd6mtfYCRebTT-teEEXIuuX_EgseiJH3Yi8CZ_H9-quioVfVaZI7rIXKloQ76gd3yj1SYgn4kSwa7w2BBuWeid3rzppCdX5vj4/w225-h127/banner%20tantangan%20MGN%202023%20(1).png" width="225" /></a></div><br /><p></p>
<p class="MsoNormal"><a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-blogging-mgn-mei-2023-makanan-favorit/">Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog</a> Bulan Mei 2023 ini
memaksa saya untuk mendata ulang makanan-makanan enak kesukaan saya.
Menghasilkan daftar panjang, yang mungkin bisa memberikan inspirasi untuk buka
usaha kuliner, atau untuk merintis youtube channel bertema makanan enak untukmu mamah.</p><p class="MsoNormal">Proses <i>looping</i> untuk menelusuri daftar panjang makanan enak dan enak banget menghasilkan satu keputusan makanan favorit yang punya cerita dalam kehidupan
saya: oseng kerang pedas.</p><p class="MsoNormal"><br /></p><p class="MsoNormal"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p></o:p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1qsgYez8gpv-e6fIG2TTMKkqJhtKd7DzthGfEnsjbiUtxmihsygrtVP5akyWggAHNyGcDw7wE1A6UBQZ4X9eYvpQaGh4mugX-dB5IJrGzSq8QyDNDpxFb_E53NxrBXj1OSkGoKn2Bd69quCa0TQ1wiu_aqlKr6lnxNJplunaXKG_3DQeZ4SGVVtZ9/s1200/kerang%20pedas%20warteg.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="630" data-original-width="1200" height="171" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1qsgYez8gpv-e6fIG2TTMKkqJhtKd7DzthGfEnsjbiUtxmihsygrtVP5akyWggAHNyGcDw7wE1A6UBQZ4X9eYvpQaGh4mugX-dB5IJrGzSq8QyDNDpxFb_E53NxrBXj1OSkGoKn2Bd69quCa0TQ1wiu_aqlKr6lnxNJplunaXKG_3DQeZ4SGVVtZ9/w326-h171/kerang%20pedas%20warteg.jpg" width="326" /></a></div><span style="font-size: x-small;"><div style="text-align: center;">Setelah cukup sulit mencari karena tidak punya koleksi pribadi, sepertinya foto di channel cookpad mbak <a href="https://cookpad.com/id/resep/2454332-tumis-kerang-kupas-pedas-manis">Dini Rahmawati</a> ini yang paling mewakili</div><div style="text-align: center;"><br /></div></span><p></p>
<h3>Jatuh Cinta pada Percobaan Pertama</h3><p class="MsoNormal">Yup! oseng kerang, bukan tumis kerang. Menurut saya, kata
oseng lebih pas untuk menggambarkan bagaimana citra rasa masakan ini. Sangat
<i>njowo</i> dan <i>ndeso</i>. Dimasak dengan wajan tua yang pantatnya gosong dan menimbulkan
aroma sangit. Wajannya bekas memasak berbagai rupa makanan lainnya dan entah sudah berapa hari tidak dicuci😆. Jelas, yang model begini memperkaya khasanah rasa. Gurih, pedas, manis, dengan aroma
bumbu dapur komplit khas masakan jawa. <i>Melekoh</i>, kalau kata Ibu saya.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal">Saya pertama kali makan oseng kerang ini di Semarang, kota masa kecil saya.
Memang, selain terkenal dengan soto ayam, Semarang juga dikenal dengan masakan kerangnya. Kota Semarang memang dekat laut. Anehnya, saya lebih sering makan
ikan bandeng, mujaer, atau lele. Pokoknya ikan-ikan yang didapat bukan dari
laut. Selain itu, ada juga <i>sih </i>mangut. Tapi masakan ini menggunakan bahan
dasar ikan manyung atau iwak pe (ikan pari) yang diasap. Jauh dari bayangan
<i>seafood fresh from the ocean</i>, hehehe.<o:p></o:p></p><div style="text-align: left;">Satu-satunya makanan laut segar yang cukup mudah ditemui di
Semarang adalah kerang. Saya jatuh cinta dengan oseng kerang yang dibawa oleh
Ibu sepulang mengajar di SMA 13 Semarang. Dibeli dari warung kecil di area
Mijen. Selain oseng kerang, ada juga belut pedas. Saya masih usia SD kala itu, <i>hah heh hoh kepedesan</i>,
tapi entah mengapa enak sekali dua masakan ini. Bisa nambah nasi berkali-kali, mungkin juga ini yang menjadikan saya anak SD kategori ginok-ginok pada jamannya.</div><div style="text-align: left;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Bertemu lagi di Bandung</h3><div>Saat kuliah di Bandung, tentu saja saya tidak lagi bisa menikmati sajian kerang pedas yang dibeli di Mijen. Terlalu jauh, dan saat itu belum ada P**el yang bisa kirim <i>frozen food</i> dalam semalam sampai. Kalaupun sudah ada, tentunya ibu saya lebih memilih mengantarkannya sendiri sembari sidak anak mahasiswa yang cuma jawab sekecap kecap kalau ditelepon tiap hari😢. Karena tinggal jauh dari kampus dan belum menyadari besarnya penghematan uang bila bawa bekal makan siang dari rumah, tentunya setiap hari saya lalui dengan jajan. ke Kantin Bengkok atau Tambang kalau sedang punya uang, lari ke Salman kalau akhir bulan, dan mengiba ke CC barat bagian kemahasiswaan untuk minta kupon makan kalau sedang super penghematan. </div><div><br /></div><div>Alangkah bahagianya saya hari itu, ketika menyambangi kantin Salman dan ada lauk kerang pedas kesukaan saya. Rasa duo bawang, cabai yang menggigit, aroma lengkuas dan sereh, serta rasa manis yang ringan. Semakin bahagia karena setelah sampai di kasir saya hanya perlu bayar delapan ribu rupiah. Sudah dapat sepiring besar oseng kerang dan sayur sup tanpa bakso. <i>Perfect Combo</i>!</div><div><br /></div><div>Di lain kesempatan, saya pergi lagi ke kantin Salman dengan harapan bertemu si kerang pedas pujaan hati. Sayang sekali, dia tak muncul lagi, mungkin se-ITB hanya saya yang doyan kerang pedas😕. </div><div><br /></div><div>Selain di dalam kampus, saya juga hobi makan di sekitaran Dago. Bukan, bukan mau gegayaan. Alasannya cuma karena saya rajin numpang duduk atau tidur di kos teman saya, menunggu kelas selanjutnya yang terkadang jedanya cukup panjang tetapi <i>nanggung </i>untuk pulang ke rumah yang jauh. Kos teman saya ada di dekat Warteg Kharisma Bahari, jadilah saya cukup sering keluar masuk warteg ini. Disinilah saya menemukan kembali oseng kerang kesukaan saya. Masakan warteg khas jawa yang rasanya cenderung manis, dan tentunya dengan harga ramah di kantong. Beberapa hari berikutnya, saat saya kembali makan di warteg ini, oseng kerang konsisten selalu ada. Sejak saat itulah saya baru sadar, ternyata oseng kerang pedas kesukaan saya adalah makanan khas warteg😁. </div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Pencarian Panjang di Ibu Kota</h3><div style="text-align: left;">Mudah sekali untuk menjumpai warteg di Jakarta. Teringat kembali pada oseng kerang pedas dan berbekal keyakinan bahwa masakan ini adalah menu wajib yang ada di warteg, masuklah saya ke satu warteg di daerah Jakarta Selatan. Hore, ada oseng kerang pedas! <i>hap hap hap</i>, tanpa banyak berpikir, saya makan dengan lahap. Sepiring besar nasi dengan oseng kerang pedas dan sup sayur. Ditambah es teh, rasanya menyenangkan sekali. Mengulang kembali perasaan bahagia ketika makan di kantin Salman dan di Dago. Citra rasa otentik yang saya yakini kebenarannya, karena kelihatan sekilas bagian belakang warteg ini jorok sekali. </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Namun <i>sodara-sodara</i>, kebahagiaan tak selalu bisa berlangsung selamanya. Dua hari setelahnya, saya sakit perut dan diare akut. Ibukota mengajarkan kepada saya, bahwa serupa tapi tak sama itu memang benar adanya😂.</div><div style="text-align: left;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Mencoba Peruntungan</h3><div>Minggu lalu saya pulang terlambat dari kantor. Karena macet luar biasa, saya putuskan untuk turun bus lebih awal. Berjalan kaki dengan perut lapar, saya tertarik untuk masuk ke sebuah warteg yang ada di pinggir jalan. Tertulis besar-besar di depannya: Resto Warteg Kharisma Bahari, Resto ala Warteg.</div><div><br /></div><div>Wah, menarik. Barangkali ada oseng kerang kesukaan saya, semoga tanpa drama sakit perut. Dilihat sekilas dapur di belakang arena penyajian sangat bersih. Bangunannya juga dicat apik dengan bangku-bangku baru. Tidak seperti warteg biasanya. Sayangnya, yang ini bukan warteg yang sesungguhnya. Tidak ada oseng kerang kesayangan saya disana😪.</div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Penutup</h3><div>Demikianlah cerita saya menjelang <i>deadline</i>. Merupakan prestasi untuk saya bisa bertahan tidak ikut ketiduran di saat anak-anak sudah tidur. Semoga bisa konsisten untuk ikut tantangan setiap bulan dan yang terpenting, semoga menghibur mamah-mamah semua yaa.</div><div> </div><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal"><o:p></o:p></p>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-71692213853668097232023-04-14T20:01:00.006+07:002023-04-15T13:12:39.931+07:00Sapi Boyolali selalu di Hati<div style="text-align: left;">Boyolali adalah kota yang akan pertama kali muncul di kepala saya ketika ada pertanyaan: kota mana yang paling berkesan untukmu. Bukan, bukan karena ada segudang prestasi dan atraksi hingga turis lokal dan mancanegara berduyun-duyun datang, namun, Boyolali mengukir <i>memory</i> tersendiri untuk saya. Ayah saya berasal dari Boyolali, dan pergi ke Boyolali menjadi ritual tahunan keluarga kami saat lebaran tiba. Kali ini saya tidak mau cerita bagaimana kami menghabiskan waktu saat lebaran di Boyolali, karena selain akan mengandung mewek bombay, juga tidak sesuai dengan tema tantangan yang harus saya tulis. Yups, tulisan ini saya buat untuk ikut <a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-blogging-mgn-april-2023-landmark-kota-dalam-dan-luar-negeri-yang-sudah-atau-ingin-dikunjungi/">Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog</a> Bulan April 203 dengan tema "Landmark kota yang ingin atau pernah dikunjungi".</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghsBq-Rb7cBgVxgHOYkCAc0TBD8K-7n3RLOz4QXj32je5VQQEJYXGHisVdlke3t4LXhX8sHV6uRzJRXhM0ImChUylk-VxTOx5SYa9wgVIVdp2VvDH5W8Hm61jUfYVezM8e1A1DulZv6glzu69zPRuj0OmSb8Y3r_-kv3zGpe2eNPnaR3SUoSrZk6-g/s960/banner%20tantangan%20MGN%202023.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="960" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghsBq-Rb7cBgVxgHOYkCAc0TBD8K-7n3RLOz4QXj32je5VQQEJYXGHisVdlke3t4LXhX8sHV6uRzJRXhM0ImChUylk-VxTOx5SYa9wgVIVdp2VvDH5W8Hm61jUfYVezM8e1A1DulZv6glzu69zPRuj0OmSb8Y3r_-kv3zGpe2eNPnaR3SUoSrZk6-g/s320/banner%20tantangan%20MGN%202023.png" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Kota Kecil Mempercantik Diri</h3><div>Boyolali saat ini tidak sama seperti dulu. Dulu, pergi ke Boyolali berarti saatnya kami mengunjungi Tirta Tlatar untuk mandi di kolam renang mata air asli, ke Janti untuk makan ikan di pemancingan, ke belakang stadion untuk makan soto Boyolali, antri di depan mbok penjual bubur tumpang untuk sarapan, dan tentu saja menyambangi Koperasi Unit Desa (KUD) untuk mengisi jerigen-jerigen kosong dengan susu sapi segar. </div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKlhX_DBT4wloQRW2SFvxfuAM9HhTqyVP-8ssuDcjIloBtCiAolN7RlaX2RyfTh0tmUJ-7s0CjxIgAqVJzYVKin3qlzI6kSTTPfITqSexA_L5pLtmC7aZAlPaUDHkSobpzPKzuG5vwqTvV1gYXz56XQrltkG5tsO73dBYQNhq2_pM-ZOwoJ1F9VdIW/s1280/makanan%20boyolali.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKlhX_DBT4wloQRW2SFvxfuAM9HhTqyVP-8ssuDcjIloBtCiAolN7RlaX2RyfTh0tmUJ-7s0CjxIgAqVJzYVKin3qlzI6kSTTPfITqSexA_L5pLtmC7aZAlPaUDHkSobpzPKzuG5vwqTvV1gYXz56XQrltkG5tsO73dBYQNhq2_pM-ZOwoJ1F9VdIW/s320/makanan%20boyolali.jpg" width="320" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Soto, susu segar, dan bubur tumpang, icon Boyolali untuk saya</span></div><br /><div>Deretan makanan diatas sebetulnya paling cocok untuk dijadikan icon kota kecil ini. Sayangnya, kalau dilanjutkan bahas yang tadi, tema tantangan blogging harus bergeser. Bukan <i>landmark</i>, tapi <i>mellowmark</i> #mulai maksa</div><div><br /></div><div>Sekitar 7 tahun yang lalu, Boyolali berbenah. Satu kawasan yang diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan masyarakat mulai dibangun, menyatukan gedung pemerintahan, pusat perniagaan, dan juga lapangan luas semacam alun-alun dalam satu tempat. </div><div><br /></div><div>Layaknya alun-alun yang sesungguhnya, Boyolali juga menempatkan icon pada lapangan luas ini. Bila alun-alun di banyak kota lainnya menempatkan pohon bringin sebagai pemandangan utama, warga Boyolali memilih menempatkan sapi raksasa sebagai icon yang tak kan terlupa.</div><div><br /></div><div><div><span data-canva-clipboard="ewAiAGEAIgA6ADUALAAiAGQAIgA6ACIAQgAiACwAIgBoACIAOgAiAHcAdwB3AC4AYwBhAG4AdgBhAC4AYwBvAG0AIgAsACIAYwAiADoAIgBEAEEARgBnAEYAYwBBAHYAYQA5AFUAIgAsACIAaQAiADoAIgAxAHgAUQBRAFYAUQB4AHEAOABEAGQAeQB4AHUAcQBaAGYAcQB3AEIAcABRACIALAAiAGIAIgA6ADEANgA4ADEANAA4ADAAMQA4ADMAOQAzADAALAAiAEEAPwAiADoAIgBCACIALAAiAEEAIgA6AFsAewAiAEEAIgA6ADEANwAzAC4AMgA4ADYAMAA1ADUAMAAwADcAOAA0ADQANQA0ACwAIgBCACIAOgA2ADIANQAuADMAMgA0ADMAMgA4ADIAMQA4ADQAMgAxADkALAAiAEQAIgA6ADUANQAwAC4AOAAwADIAMgAwADMAMgAwADgAOAAxADIAOAAsACIAQwAiADoANQA1ADAALgA4ACwAIgBBAD8AIgA6ACIASgAiACwAIgBhACIAOgB7ACIARAAiADoANQAwADAALAAiAEMAIgA6ADQAOQA5AC4AOQA5ADgAfQAsACIAYgAiADoAWwB7ACIAQQAiADoAIgBNADUAMAAwACAAMgA1ADAALgAwADAAMgBjADAAIAAxADMAOAAuADAANgA1AC0AMQAxADEALgA5ADMAMQAgADIANAA5AC4AOQA5ADYALQAyADUAMAAgADIANAA5AC4AOQA5ADYALQAxADMAOAAuADAANwAxACAAMAAtADIANQAwAC0AMQAxADEALgA5ADMAMQAtADIANQAwAC0AMgA0ADkALgA5ADkANgBDADAAIAAxADEAMQAuADkAMwAgADEAMQAxAC4AOQAyADkAIAAwACAAMgA1ADAAIAAwAHMAMgA1ADAAIAAxADEAMQAuADkAMwAgADIANQAwACAAMgA1ADAALgAwADAAMgB6ACIALAAiAEIAIgA6AHsAIgBBACIAOgB0AHIAdQBlACwAIgBCACIAOgB7ACIAQQAiADoAewAiAEEAIgA6ACIATQBBAEYAZwBGAFIAOQBUADMAOQA4ACIALAAiAEIAIgA6ADEAfQAsACIAQgAiADoAewAiAEIAIgA6AC0AMQA3ADUALgA4ADcAMAAzADgAOQA1ADMANAA4ADgAMwA3ADcALAAiAEQAIgA6ADgANQAxAC4ANwA0ADAANwA3ADkAMAA2ADkANwA2ADcANQAsACIAQwAiADoANAA5ADkALgA5ADkAOAAwADAAMAAwADAAMAAwADAAMAAwADUAfQB9AH0AfQBdAH0AXQAsACIAQgAiADoAMQA5ADIAMAAsACIAQwAiADoAMQAwADgAMAB9AA=="></span></div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpUfVk_oxjdk1tdAgZ7SYcVgyUU8XywcIjROB1AmMUwjC6PFwbAhI4zgJ8moaDloBbZPS5XzZQHoektLTxfge2pYF2IaxjKRyjWeNK2cRO3GYt1ieo0GTSmuElsfeVeWo8XhnM6z1K0BD9EWc8OMxNa-JixXz9UZwGoUWwZuQEr4R9PNyxClHeUvNW/s1280/lembu%20sora.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpUfVk_oxjdk1tdAgZ7SYcVgyUU8XywcIjROB1AmMUwjC6PFwbAhI4zgJ8moaDloBbZPS5XzZQHoektLTxfge2pYF2IaxjKRyjWeNK2cRO3GYt1ieo0GTSmuElsfeVeWo8XhnM6z1K0BD9EWc8OMxNa-JixXz9UZwGoUWwZuQEr4R9PNyxClHeUvNW/s320/lembu%20sora.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Lembu Sora</span></div><br /><div>Yess, Lembu Sora namanya. Sapi raksasa yang duduk menggeletak dengan santai, seolah tidak punya masalah hidup. Sangat menggambarkan kehidupan damai ala Boyolali.</div></div><div style="text-align: left;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Lembu Sora</h3><div>Saya tidak banyak tahu tentang sejarah, jadi tergelitik juga mencari tahu, kenapa Lembu Sora yang dipilih sebagai icon. Dari hasil googling kilat, Lembu Sora adalah tokoh pemberani di kerajaan Majapahit, yang punya loyalitas sangat kuat pada Raden Wijaya. Okelah, mungkin Boyolali punya harapan besar pada warganya untuk menjadi pemberani dan loyal kepada daerahnya. Tidak salah lagi, memang orang-orang Boyolali ini dimanapun dan kapanpun bangga sekali dengan daerah asalnya. Berani, lugas, supel, itulah karakter umum orang-orang Boyolali. Jadi ketika disebut orang Boyolali, sepertinya ada asumsi bahwa otomatis kita memiliki sifat-sifat itu, padahal sih ya belum tentu.hehehe. </div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Susu Segar Boyolali</h3><div>Pertanyaan selanjutnya, kenapa icon sapi yang dipilih, apakah karena Lembu Sora itu literally seekor Lembu? Mungkin mamah-mamah pembaca ada yang gemes banget dan ingin segera komentar menceritakan lebih detail tentang Lembu Sora. Meskipun belum pernah lihat Lembu Sora versi pahlawan di cerita sejarah, patung Lembu Sora di alun-alun Boyolali ini memenuhi bayangan imajinasi saya tentang Sapi Perah. Sapi penghasil susu segar Boyolali, yang bisa saya teguk tanpa berhenti hingga habis 1 Liter dalam sekali minum.</div><div><br /></div><div>Susu segar Boyolali jaman dulu, memang enak mah. Untuk saya yang pecinta susu dan sudah kenal susu segar Boyolali, begitu datang ke ITB dan minum susu segar di gerbang belakang, rasanya terkhianati sekali🤣. Di Boyolali, susu segar biasanya kental. Bila setelah direbus kita diamkan di dalam gelas, akan muncul lembaran lemak di permukannya. Saya menyebutnya langit-langit susu. Ayah saya yang sejak kecil tinggal di Boyolali selalu bangga menceritakan langsung minum susu yang baru selesai diperah. Saya sendiri belum pernah. Selalu minum hasil perahan yang dijual KUD, dan pastinya sudah dicampur air. Tentu saja meskipun sudah dicampur air, tetap bisa kita sebut susu yaa..bukan air bau susu.hahaha</div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Kembali lagi ke Lembu Sora</h3><div>Boyolali, sejak dulu kala memang identik dengan sapi. Yang jelas sejak dulu ada 1 patung sapi di dekat pasar induk, dan 1 patung sapi di dekat Kridanggo, fasilitas olah raga dan penyimpanan benda peninggalan purbakala. Saya yang masih bocil kala itu, senang sekali lihat patung sapi. Ukurannya tidak terlalu besar. Mungkin Lembu Sora hadir untuk menjadi induk patung-patung sapi yang sudah ada.</div><div><br /></div><div><div>Sebetulnya Lembu Sora ini adalah sebuah gedung. Semacam education center, berisi hall dengan kursi berbentuk teater dan layar besar yang bisa menyajikan informasi terkait Boyolali untuk pengunjung. Saya sendiri waktu main ke sana tidak sampai masuk ke dalam. Karena datang malam hari, saya lebih tertarik untuk mendekat kepada tukang ronde, sambil menghibur anak saya yang ingin naik odong-odong.</div><div><br /></div><div>Bapak saya bangga sekali ada gedung sapi ini. Mungkin itu juga yang dirasakan oleh banyak warga Boyolali lainnya. </div><div><br /></div><div>Saya sebetulnya masih bertanya-tanya, apakah memang sapi perah menjadi icon yang tepat untuk Boyolali. Memang susu sapinya jadi favorit saya. Tapi, setau saya tidak ada peternakan profesional yang memang bisa memproduksi susu berkualitas baik dengan skala besar disana. KUD tempat saya biasa membeli susu mendapat pasokan dari petani perseorangan, yang mengantarkan susu dengan sepeda. Bisa terbayang bagaimana kapasitas produksinya. Yah, mungkin sapi raksasa ini dibuat sebagai pengingat, sapi perah adalah potensi Boyolali, peternak sapi tradisional perlu dibina dan dikembangkan, bukan dimusnahkan.</div><div><br /></div><div>Terlepas dari kehidupan sapi perah -eh peternaknya- di Boyolali, cukup menghibur pergi ke pusat kebupaten ini. Ada odong-odong unlimited naik sakpuasmu dengan hanya membayar 5 ribu rupiah saja, dan tentunya deretan tukang ronde yang diatur rapi dan diperbolehkan berjualan disekitar area Gedung Lembu Sora. Meskipun belum bisa mengidentifikasi filosofi dibaliknya, melihat Lembu Sora saya langsung terbayang, sosok ramah, banyak teman, sekaligus besar, kuat, berwibawa, dan siap menyeruduk siapa pun yang mengganggu, benar-benar seperti orang Boyolali lah pokoknya 😄.</div></div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnpDlmzwkSnk7s9EBj7PcpnXNZIUTTWesH0zJxN9KOhce7cBXcUuS5XZ2fzpEI4o4bevkaf5KLfd5snTuhyPqdDdRH3GqFN13DY4gakDPTeum_s383rjPm7Zh-B8BrX7Aze5mDpaOGaHdmt8dnx_PAIHv71LynhPNShvH2exxwT_HkIuWoGK8zm_Q4/s1280/lembu%20sora%20eye.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnpDlmzwkSnk7s9EBj7PcpnXNZIUTTWesH0zJxN9KOhce7cBXcUuS5XZ2fzpEI4o4bevkaf5KLfd5snTuhyPqdDdRH3GqFN13DY4gakDPTeum_s383rjPm7Zh-B8BrX7Aze5mDpaOGaHdmt8dnx_PAIHv71LynhPNShvH2exxwT_HkIuWoGK8zm_Q4/s320/lembu%20sora%20eye.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Ketika orang Boyolali menatap masa depannya</span></div><br /><h3 style="text-align: left;">Penutup</h3><div>Sekian cerita dari saya, yang dibuat dengan sangat berdedikasi selama perjalanan pulang di bus, dan sambil berdiri menunggu gojek di pinggir jalan. Silahkan mampir ke Boyolali, minum susu segar dan mampir ke alun-alun untuk ketemu Lembu Sora ya mah!</div><div><div><br /></div></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-39526701440924549262023-03-03T06:56:00.004+07:002023-03-03T07:30:51.581+07:00Toaster ala ala mempermudah segalanya<h3 style="text-align: left;">Soal bagaimana memanggang roti</h3><p>Salah satu perdebatan paling fenomenal antara saya dan suami yang berlangsung sejak awal nikah adalah apakah kami perlu punya <i>toaster</i> atau tidak. Suami dengan cita-citanya yang ingin menikmati kehidupan damai sentosa di pagi hari, nyeruput teh sambil sarapan roti tawar bau-bau gosong dengan permukaan garing, ingin sekali punya <i>toaster</i>. Masukin roti ke <i>toaster</i>, tinggal duduk sambil baca koran atau nonton TV tanpa harus berpikir, dan menunggu roti yang muncul keluar dari <i>toaster </i>tampaknya menjadi tujuan hidup beliau yang paling hakiki. Kenyataannya, pagi hari dengan satu <i>toddler</i> yang nemplok<i> </i>dan satu anak TK yang belum mandi padahal 5 menit lagi dijemput mobil sekolah tentu saja jauh dari ekspektasi. </p><p>Saya, dengan pengalaman ikut pramuka sejak SD hingga SMA, berpendapat bahwa segala hal bisa dilakukan dengan satu alat saja yang kami sudah punya: teflon. Yes, teflon biasa yang harganya nggak mahal juga. Dengan kengawuran saya dalam memasak, <i>pan</i> teflon ini bisa alih fungsi jadi <i>wok</i>, <i>pot</i>, <i>steamer</i>, atau lainnya. Jadi kalau cuma perlu untuk panggang roti, yah itu sih memang sudah apa adanya fungsinya.</p><h3 style="text-align: left;">Kembali lagi ke pagi hari yang <i>hectic</i></h3><div style="text-align: left;">Meskipun tinggal di pinggiran Jakarta, yang disebut orang-orang adalah planet lain dengan dua matahari saking panasnya, ada empat dari enam isi rumah kami yang hobi sekali mandi pakai air hangat. Sayangnya, hampir 2 tahun terakhir ini <i>water heater </i>belum bisa kembali dipasang sehingga kami harus merebus air dengan kompor setiap mau mandi. Selain itu, ada dua anak dan satu bapak yang tidak terlalu hobi makan salad atau apapun yang tidak dimasak, menambah daftar panjang deskripsi pekerjaan kompor kami. </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Kompor dengan dua tungku ini sibuk sekali, terutama setiap pagi. Menyiapkan sarapan, bekal, dan air panas untuk mandi. Bukan hanya mendidihkan air, tapi juga kepala mamak, terutama kalau tiba-tiba ada <i>request</i> dadakan yang muncul pagi-pagi, semacam: aku nggak mau telur rebus mau <i>pancake</i> aja. Bikin adonannya mungkin nggak seberapa, tapi nungguin manggangnya itu yang perkara, dan kompornya penuh juga. <i>hedeh</i>!</div><div style="text-align: left;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Demi <i>claim </i>punya <i>toaster</i></h3><div>Saya mensyukuri banyak hal yang terjadi dalam hidup saya, satu diantaranya yang paling saya syukuri adalah keputusan impulsif untuk membeli alat panggang sederhana yang ditawarkan oleh salah satu grup Jastip milik anggota ITBm. Niatnya murni membahagiakan suami, meskipun roti-nya tidak bisa lompat keluar sendiri seperti yang ada di angan-angannya, saya sudah bisa <i>claim</i> kita punya <i>toaster-</i>alat untuk membuat roti panggang. Murah meriah, hanya 90 ribu rupiah saja. Dengan sistem <i>pre order</i>, dipesan dari China, dan seperti dugaan, waktu dibuka manualnya tidak bisa saya baca. Sebetulnya saya tidak punya ekspektasi tinggi saat membeli barang ini. <i>Too good to be true, </i>sudah siap kalau sama sekali nggak bisa dipakai, hanya berharap jangan bikin <i>konslet</i> listrik di rumah saja.</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqfXGAG1x0-E4QrntaZgyBXPQ9S7s1w_QsmVpxzwzeQHzldt5CxYKdvQAb_Rz09gsZSJnMTY8E-LK41J9VEL8_RbQtUwM_pPUbqRQiqL4TrnPdbpzOauVR6Ti2wIkTWxf24wI7-FE2j63BzXJS_rEc-PMzCTMeEvhX0GXxEgh7T6YxzoCC8IysQYqx/s1600/WhatsApp%20Image%202023-03-03%20at%2004.43.22.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="107" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqfXGAG1x0-E4QrntaZgyBXPQ9S7s1w_QsmVpxzwzeQHzldt5CxYKdvQAb_Rz09gsZSJnMTY8E-LK41J9VEL8_RbQtUwM_pPUbqRQiqL4TrnPdbpzOauVR6Ti2wIkTWxf24wI7-FE2j63BzXJS_rEc-PMzCTMeEvhX0GXxEgh7T6YxzoCC8IysQYqx/w143-h107/WhatsApp%20Image%202023-03-03%20at%2004.43.22.jpeg" width="143" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZBCNz3iWWzAyVdpjSztGR2mWUpSjeEUrudHc8yWMvm64qyV1gsePObw8SaQLm1JZPE-43jV7J6eiq7mUCbZoSQpdbd715GXJVjSGh1tCDWiU4h-VYgGcCjOKjPdBxdqGpPbVsAkHq-cUjgR14DUfV9o7F_vuSAYWk5WodRbdEHDHwVJZLx45Oq_Z-/s1600/WhatsApp%20Image%202023-03-03%20at%2004.43.34.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="108" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZBCNz3iWWzAyVdpjSztGR2mWUpSjeEUrudHc8yWMvm64qyV1gsePObw8SaQLm1JZPE-43jV7J6eiq7mUCbZoSQpdbd715GXJVjSGh1tCDWiU4h-VYgGcCjOKjPdBxdqGpPbVsAkHq-cUjgR14DUfV9o7F_vuSAYWk5WodRbdEHDHwVJZLx45Oq_Z-/w143-h108/WhatsApp%20Image%202023-03-03%20at%2004.43.34.jpeg" width="143" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUnQsZT4b7Z131DgwBV4HKYAG-VyMKwL4e2zyjiA1hA5ioPyrqJgUD6VTLGPI_IQqPmifjqrResr_dAz3jJw-pyF1Rus886pWS3ylRq_Fx0AB-hTiDtRrTJR50TPvQ_ddznHq-_0qYgVI2kTNH9RTdH-oTP9ph-DXdq1W_rq4Jb8FTs7Zc5GIUspNg/s1600/WhatsApp%20Image%202023-03-03%20at%2005.59.44.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="107" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUnQsZT4b7Z131DgwBV4HKYAG-VyMKwL4e2zyjiA1hA5ioPyrqJgUD6VTLGPI_IQqPmifjqrResr_dAz3jJw-pyF1Rus886pWS3ylRq_Fx0AB-hTiDtRrTJR50TPvQ_ddznHq-_0qYgVI2kTNH9RTdH-oTP9ph-DXdq1W_rq4Jb8FTs7Zc5GIUspNg/w143-h107/WhatsApp%20Image%202023-03-03%20at%2005.59.44.jpeg" width="143" /></a><br /><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><i>Toaster </i>yang dibeli dengan impulsif</span><br /><br /></div><div>Ukurannya kecil, cocok dengan keterbatasan ruang di dapur saya. Meskipun awalnya bingung karena tidak ada tombol dan tulisan keterangan apapun, ternyata penggunaannya sangat mudah. Cukup mengaitkan lempeng alas pemanggang hingga menempel ke besi pemanasnya lalu sambungkan ke sumber listrik. Alat ini akan menyala dengan sendirinya dan mati otomatis ketika suhu sudah terlalu panas (biasanya saat makanan di dalamnya sudah matang). Ada beberapa jenis lempeng pemanggangnya, untuk <i>toaster</i>, takoyaki mini, dan <i>waffle</i>. Karena harus dibeli terpisah saya memutuskan hanya beli dua. Dengan asumsi <i>waffle </i>bisa dibuat dengan cetakan <i>toaster, </i>sungguh emak-emak tidak mau rugi. </div><div><br /></div><div><h3><i>Lifehack</i>: pemanggang serba guna</h3></div><div>Karena sudah punya alat ini, <i>here we go</i>! Praktik <i>life hack </i>sarapan praktis yang sering muncul di video iklan sosial media rasanya menjadi lebih dekat dengan kenyataan dan bukan hanya angan-angan. </div><div><br /></div><div><i>Egg-toast</i> adalah percobaan pertama. Sukses besar! semua suka dan makan dengan bahagia. Selanjutnya <i>French-toast, </i>wow hidup terasa lebih mudah. Lebih <i>advance</i>, pancake dan <i>waffle, </i>bisa. Saat iseng saya bikin takoyaki berbagai isi yang dilahap oleh anak kicik dengan penuh suka ria. Tentu saja, selevel dengan alatnya, resepnya juga ala-ala ya, hahaha. Entah semakin jago masak atau semakin ngawur, saya masak telur dadar dan ceplok, juga beef teriyaki, dengan alat ini. </div><div><br /></div><div>Akhirnya bisa sarapan dengan menu bervariasi tanpa kepala mamak ngebul. Tanpa banyak berusaha, tidak perlu kompor, dan yang paling penting: bisa ditinggal. Masak dengan teflon juga minim usaha, tapi kita harus selalu ada di depannya. Entah sudah berapa kali makanan gosong karena saya lupa sedang masak dengan teflon. Terbantu sekali ada alat ala-ala ini. Masukkan semua bahan lalu tinggalkan, lima menit kemudian matang.</div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Ala-ala selalu ada ceritanya</h3><div style="text-align: left;"><i>Yah namanya juga barang murah mah</i>, syukur-syukur nggak bikin listrik konslet. Kalau sesekali suka lupa mati saat sudah panas, dimaafkan lah ya. Iya mah, otomatisnya suka nggak jalan tiba-tiba. Memang bukan kehidupan namanya kalau semua berjalan terlalu mudah. Saat semesta kurang bersahabat, atau si <i>toaster </i>ingin istirahat, makanan yang saya masak gosong saat saya tinggal telalu lama. Memang baru sekali sih si <i>toaster</i> ngebul dalam 1 tahun pemakaian ini. Karena sudah sangat berjasa menghilangkan kebulan di kepala, jadi aku tetap cinta. </div><div style="text-align: left;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Penutup </h3><div style="text-align: left;">Demikianlah cerita singkat dari saya yang dibuat untuk ikut <a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-blogging-mgn-maret-2023-life-hack-produk-atau-metode-yang-mempermudah-hidup/">Tantangan MGN Bulan Maret dengan tema life-hack yang mempermudah hidup</a>, semoga menghibur dan barangkali menginspirasi mamah-mamah lainnya. </div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtTXyijYhivQdp7krWes-F9SY204a3V5u79hQTMjsQDwKBlK_seFYMGNGdl2ujkyOU5h5-jwcI6DV7k-7whnT29CRfFQpClp_ExPX93hD8aC86N7P_VpJHA5FtIhKkKdigDu0FkP3F62UsHc8ygG-CLukY_raLvIlfnA7dPSipd_8Cp_l6hD4p-LTR/s960/banner%20tantangan%20MGN%202023.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="960" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtTXyijYhivQdp7krWes-F9SY204a3V5u79hQTMjsQDwKBlK_seFYMGNGdl2ujkyOU5h5-jwcI6DV7k-7whnT29CRfFQpClp_ExPX93hD8aC86N7P_VpJHA5FtIhKkKdigDu0FkP3F62UsHc8ygG-CLukY_raLvIlfnA7dPSipd_8Cp_l6hD4p-LTR/s320/banner%20tantangan%20MGN%202023.png" width="320" /></a></div><br /><div><br /></div><div><br /></div><div> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com14tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-67059974444603299782023-02-20T13:19:00.001+07:002023-02-20T15:14:34.895+07:00Balada anak sakit dan percaya diri sendiri<h3 style="text-align: left;"><span style="font-family: trebuchet;">Hobi pergi ke dokter</span></h3><p><span style="font-family: trebuchet;">Anak sakit adalah problematika hidup paling pelik bagi sebagian besar mamah-mamah di muka bumi ini. Tidak semua, tapi saya adalah satu diantaranya. Nggak bohong, saya mengaku paling <i>cemen </i> kalau sudah menghadapi anak sakit. Masa anak intens sakit dalam kasus saya selalu terjadi saat usia anak 1-3 tahun. Karena ada 2 anak, jadinya semacam siklus berulang untuk saya. Di Indonesia, sangat lah mudah bagi pasien untuk menemui dokter, bukan hanya dokter umum tetapi juga lompat langsung ke dokter spesialis. Entah ini berkah, apa musibah.hahaha</span></p><p><span style="font-family: trebuchet;">Saat anak pertama berusia 2 tahun, hampir setiap hari kamis saya izin kantor untuk mengantar anak ke dokter. </span><span style="font-family: trebuchet;">Izin datang terlambat, izin datang siang bolong, atau izin tidak masuk sekalian saking tidak bisa membayangkan, baru datang dan duduk 5 menit kok sudah tiba waktunya pulang. Kantor saya saat itu menumpang di kantor pemerintahan dengan jam kerja yang tidak fleksibel. Boleh kerja lewat dari jam 5 tapi AC dimatikan, sebuah <i>tool </i>yang efektif untuk mengingatkan orang Jakarta agar tidak terlalu gila kerja. Lepas dari itu, mana bisa mamak lembur saat anak sakit. Sampai di kantorpun bukannya membuka file kerjaan, malah <i>googling</i> "obat alami meredakan batuk anak" atau "terapkan ini bila ingin anak tidur nyenyak saat hidungnya tersumbat". Pada akhirnya, tidak satupun tips di laman tersebut pernah saya terapkan karena keburu panik duluan.</span></p><p><span style="font-family: trebuchet;">Datangnya pandemi dan serentetan pengalaman kurang asik yang dibawanya membuat tekad saya untuk lebih bijak dan tenang ketika anak kedua sakit belum bisa berjalan dengan mudah. Lebih heboh lagi, bukan hanya membawa satu anak ke dokter, tapi juga harus membawa keduanya. Karena -<i>mama you know it</i> <i>lah</i> <i>ya</i>- memisahkan adik yang batuk dari kakak yang sehat sedangkan ibunya cuma ada satu adalah suatu kesulitan yang hakiki. Tahun lalu, saya habiskan dengan bolak balik ke IGD membawa 2 anak yang sakit, kira-kira 10 hari sekali. <i>Iyes</i>, IGD! karena anak dengan keluhan batuk-pilek-demam sejak ada pandemi tidak boleh masuk ke klinik anak. Setiap mengabari teman kantor rasanya mengada-ada sekali, sebulan empat kali ke IGD. </span></p><p><span style="font-family: trebuchet;">Bukan hal aneh lagi untuk saya melihat perawat IGD dengan ekspresi takjubnya, "</span><span style="font-family: trebuchet;">Ibu bukannya minggu lalu sudah kesini?" </span><span style="font-family: trebuchet;">dan dokter anak yang </span><span style="font-family: trebuchet;">awalnya melayani dengan penuh kasih, hingga akhirnya hanya berusaha keras meyakinkan kalau anak saya baik-baik saja. Tidak perlu obat, tidak perlu <i>treatment</i>, apalagi opname. </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMxhLAMpTlcJa4awUH7pnwAufUQLoKr75ku2Zb6rKgtHXXKcIxVJVXvA7bkHoj9Re3a5SOFxX2Ugf1HwlqfkanOHfQA_aEeL5P7GSkgLF_XMJziDLXXUZrDEkdn6WFOVc8j6E8B7OGCYK9kMkA0Wj8JXcrDUdHLXyuhY4yVw4YHaipLQ3tD0p2pXE5/s960/banner%20tantangan%20MGN%202023.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="960" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMxhLAMpTlcJa4awUH7pnwAufUQLoKr75ku2Zb6rKgtHXXKcIxVJVXvA7bkHoj9Re3a5SOFxX2Ugf1HwlqfkanOHfQA_aEeL5P7GSkgLF_XMJziDLXXUZrDEkdn6WFOVc8j6E8B7OGCYK9kMkA0Wj8JXcrDUdHLXyuhY4yVw4YHaipLQ3tD0p2pXE5/s320/banner%20tantangan%20MGN%202023.png" width="320" /></a></div><br /><p><a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-mgn-februari-2023-buku-yang-berpengaruh/" style="font-family: trebuchet;">Tantangan <i>Blogging </i>Mamah Gajah Ngeblog </a><span style="font-family: trebuchet;">edisi kali ini bertema buku yang berpengaruh besar dalam hidup saya. Diantara buku-buku yang berhasil saya </span><strike style="font-family: trebuchet;">beli</strike><span style="font-family: trebuchet;"> baca, buku ini cukup berhasil menggiring saya untuk tobat.hahaha</span></p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnZPCUnVnwnq29Ewe7tkp3Cz1oglSfu2aBZglnKkmeY0OREr-xGk4JWbBfZL1OKLu99_NT15z4kPxyVNNMJCNLRCtyEDsMhV4sclahXbHHnmxI2ZTKB4MC62nilwqbUXt5eGef9dV9TLVyB8I7XSJjodh7NgcRf9Sg5Xj6fdrtSJNXQ56AJTAA7-QC/s1600/WhatsApp%20Image%202023-02-20%20at%2013.11.58.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnZPCUnVnwnq29Ewe7tkp3Cz1oglSfu2aBZglnKkmeY0OREr-xGk4JWbBfZL1OKLu99_NT15z4kPxyVNNMJCNLRCtyEDsMhV4sclahXbHHnmxI2ZTKB4MC62nilwqbUXt5eGef9dV9TLVyB8I7XSJjodh7NgcRf9Sg5Xj6fdrtSJNXQ56AJTAA7-QC/s320/WhatsApp%20Image%202023-02-20%20at%2013.11.58.jpeg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">How to Raise a Healthy Child in Spite of Your Doctor</span></div><br /><p></p><h3 style="text-align: left;"><span style="font-family: trebuchet;">Mengembalikan fungsi orangtua</span></h3><p><span style="font-family: trebuchet;">Ditulis oleh Robert S. Mendelsohn, seorang dokter anak legendaris Amerika yang juga berprofesi sebagai pengajar. Sependek pemahaman saya yang gampang banget terkagum-kagum ini, membaca profil penulisnya cukup membuat saya meyakini bahwa buku ini berdasar pada pengalaman panjang penulisnya, bukan hanya sebatas teori belaka. </span></p><p><span style="font-family: trebuchet;">Seperti tertampar rasanya membaca <i>chapter</i> awal yang berkali-kali menuliskan bahwa diagnosa paling akurat saat anak sakit hanya bisa dilakukan oleh orang tua atau orang yang merawat anak tersebut. Bagaimana penyakit bisa dideteksi secara sederhana dari perubahan tatapan mata dan ekspresi wajah anak, yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang sehari-hari mendampingi anak tersebut. </span></p><p><span style="font-family: trebuchet;">Dulu, kita mengenal konsep dokter keluarga. Seorang dokter yang mengenal betul keluarga kita, dari sisi riwayat penyakitnya dan tidak jarang sampai ke personalnya. Bukan hanya <i>sok kenal sok dekat, </i>ternyata begitulah seharusnya dokter bekerja, bukan hanya pemeriksaan 5 menit tetapi juga mempertimbangkan riwayat pasien dan keluarga. Tidak hanya ada untuk memberikan obat, dokter keluarga juga memberikan dorongan semangat dan kehangatan. Ketika usia sekolah dasar dan bolak balik batuk demam, saya hanya sembuh ketika dibawa ke dokter keluarga, dokter Niken namanya. Baru antri di bangku panjang putihnya saja saya sudah sehat, entah bagaimana mekanisme kerjanya. </span></p><h3 style="text-align: left;"><span style="font-family: trebuchet;">Sebisa mungkin menghindarlah dari dokter</span></h3><p><span style="font-family: trebuchet;">Bagian-bagian selanjutnya dari buku ini menggambarkan bagaimana mengerikannya praktik kedokteran </span><span style="font-family: trebuchet;">anak saat ini, dimana </span><i style="font-family: trebuchet;">treatment</i><span style="font-family: trebuchet;"> yang tidak diperlukan -dan sebetulnya memberikan efek negatif lebih banyak daripada penyakitnya sendiri- sering kali diberikan dan tidak disadari oleh pasien. Mulai dari obat-obatan, tes urin, cek darah, hingga x-ray yang <strike>ternyata</strike> berbahaya bila dilakukan berlebihan. Kembali lagi ke bagian melankolis, </span><span style="font-family: trebuchet;">buku ini mempertanyakan kemampuan diagnosa penyakit oleh dokter yang bahkan tidak tahu siapa nama pasien yang sedang ada di hadapannya. Merunut lebih jauh, buku ini menggambarkan keprihatinan pada materi pendidikan dokter yang minim edukasi tentang pentingnya nutrisi dan serta diagnosa minim intervensi. Antara takjub dan horor mengingat kembali kelakuan diri sendiri. Entah sudah berapa kali anak-anak saya kena tubles cek darah, cek urin, skan sken skan sken dengan hasil negatif, semuanya baik-baik saja.</span></p><p><span style="font-family: trebuchet;">Tapi tentunya tidak sengawur itu menangani anak sakit dirumah. Menjelang bagian akhir, buku ini memberikan gambaran kondisi-kondisi yang memerlukan penanganan medis. Untuk penyakit-penyakit tertentu yang tidak bisa sembuh dengan hanya dipeluk mamak, buku ini tetap mengingatkan bahwa kedokteran adalah salah satu profesi yang waktu studinya paling panjang. Percayalah, pasti ada sesuatu yang dipelajari oleh dokter dan tidak bisa dilakukan oleh mamah.</span></p><h3 style="text-align: left;"><span style="font-family: trebuchet;">Penutup</span></h3><p><span style="font-family: trebuchet;">Tidak semua isi buku ini menjadi titik tobat untuk saya sih. Saya tetap pro vaksin meskipun itu termasuk <i>treatment</i> yang dipertanyakan dalam buku ini. Sisanya, lumayan lah, membuat saya berpikir ulang setiap mau mencolot ke IGD. Lebih dari itu, buku ini memberikan suntikan percaya diri bagi saya sebagai orang tua yang sebetulnya paling tau tentang anak saya sendiri. Semacam dihantui dokter galak yang siap <i>ngomel, </i>hahaha.<i> </i>Semoga cerita kali ini bermanfaat ya! :)</span></p>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-38293367038096502062022-05-20T09:06:00.001+07:002022-05-20T09:06:27.346+07:00Mentho, Serupa tapi Tak Sama<h3 style="text-align: left;">Selalu di Hati</h3><div style="text-align: justify;">Ingatan makanan masa kecil saya sepertinya tidak jauh-jauh dari makanan favorit orang tua saya. Tahu petis Pak Bagong, tahu gimbal Segitiga Emas, soto sulung Simpang Lima, gethuk dan pecel di Pasar Ngaliyan, serta sate Cak Yusuf kalau sedang di Semarang. Susu sapi segar KUD, bakmi godhok Sabar Menanti, dan sambal tumpang Sumur tentunya kalau sedang di Boyolali. Untuk Bandung, meskipun kami rutin mudik kesana setiap tahun, tidak terlalu banyak ingatan makanan masa kecil yang membekas. Kenangan di kepala saya hanya teh tawar cair yang disajikan setiap berkunjung ke rumah saudara Ibu (ingat, karena perjuangan sekali untuk menghabiskannya bagi kami orang jawa yang pecinta nasgitel ini :p). Selain itu, mungkin hanya batagor dari mamang gerobak pinggir jalan dekat pombensin buah batu yang saya suka. Sisanya lebih banyak terisi kenangan makanan ala anak ITB. Lunpia basah Salman pasti salah satunya ya ;)</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkGcovHo4g3TdDEvI4QPuIrJgvmW6pfnrnQY_rxoXsTpIx_t8jE0KeEg5nlutW9VSlXuFDdlU2fswJtvB-PvdQf-2oeHuqNboTBBbxOtyxFxbLJdELx2yvMrE-rTvmtvwy_n68iRUJBXsSGgdGirUEDywdCIFOpbubn8873t0n8DfHGyb2R2rmKqWJ/s1280/Makanan%20semarang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkGcovHo4g3TdDEvI4QPuIrJgvmW6pfnrnQY_rxoXsTpIx_t8jE0KeEg5nlutW9VSlXuFDdlU2fswJtvB-PvdQf-2oeHuqNboTBBbxOtyxFxbLJdELx2yvMrE-rTvmtvwy_n68iRUJBXsSGgdGirUEDywdCIFOpbubn8873t0n8DfHGyb2R2rmKqWJ/s320/Makanan%20semarang.jpg" width="320" /><br /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><h3 style="text-align: left;">Makanan Melankolis</h3><div style="text-align: justify;">Dari sederet makanan kenangan masa kecil yang saya sebutkan diatas, sebetulnya ada satu lagi makanan tradisional Boyolali. Lekat di ingatan masa kecil saya, meskipun sejujurnya saya <i>sih nggak suka-suka banget</i> ya..</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9YohFC1qDaEtiMWdhw_SKJxHfUo_lAn2WELbHRqZ2aQSjURklLZ8n7UnWf0RFB1-DFwgtsffvMWXG1kxrsUpXHCn454GoiW7q7ijZb8sAn0WZ9kPyhc_oUE3lSQw30UvY7P0TsMkveVdAuIG5H1Vgvp0KCH2QRQKHVSqDH283DjhfsuG3Xd5O7oOG/s1280/mentho%20compiled.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9YohFC1qDaEtiMWdhw_SKJxHfUo_lAn2WELbHRqZ2aQSjURklLZ8n7UnWf0RFB1-DFwgtsffvMWXG1kxrsUpXHCn454GoiW7q7ijZb8sAn0WZ9kPyhc_oUE3lSQw30UvY7P0TsMkveVdAuIG5H1Vgvp0KCH2QRQKHVSqDH283DjhfsuG3Xd5O7oOG/s320/mentho%20compiled.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="text-align: left;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="text-align: left;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="text-align: left;">Mentho. Terpatri di memori karena ini makanan favorit Bapak saya. Saat Bapak sudah tidak ada, Mentho menjadi makanan melankolis untuk saya karena selalu berputar lagi kenangan di kepala bagaimana mata Bapak selalu berbinar mendapati Mentho disajikan di depan warung penjual sambel tumpang. Tanpa tengok kanan kiri apalagi ingat cuci tangan dulu, begitu sampai, Bapak pasti langsung mengambil Mentho dan memakannya. Sibuk menawarkan ke anak-anaknya (yang kompak menggelengkan kepala) sambil memasukkan beberapa buah ke dalam kresek untuk dibawa pulang.</span></div><div><br /></div><div>Mentho, makanan kebanggaan warga Boyolali ini terbuat dari parutan singkong dan kelapa yang dicampur dengan butiran kacang tolo utuh, terkadang diisi juga dengan kacang tanah. Merupakan salah satu gorengan yang dijual di warung makan sambel tumpang, bersama banyak kudapan lainnya: berbagai gorengan seperti mendoan, tahu isi, bakwan, juga pisang kukus. Disajikan setelah digoreng, rasanya gurih, kenyal, tetapi padat. Tekstur kacang goreng didalamnya renyah, tapi tidak jarang juga <i>alot</i>. Memang enak, bila bertemu Mentho yang pas kenyal dan garingnya. Sayangnya, ada juga penjual Mentho yang menggoreng Mentho-nya terlalu lama. Mungkin biar krispy. Sayangnya, Mentho <i>overcooked</i> ini teksturnya keras, <i>miriplah sama batu</i>. Sangat cocok untuk pecinta kuliner ekstrim yang suka tantangan dan punya gigi kuat, dan itu bukan saya :')</div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Si Melankolis yang tidak lagi bikin Mellow di Tegal</h3><div>Lebaran tahun ini ada yang sedikit berbeda dari rutinitas mudik saya. Karena sudah tidak ada lagi yang wajib dikunjungi di Semarang, saya menghabiskan waktu di Kota Tegal, tempat orang tua suami saya tinggal. Setelah 7 tahun menikah dan cukup sering berkunjung ke Tegal, baru kali ini saya benar-benar khusyuk memperhatikan kondisi sekitar, menikmati kota, termasuk menjajal aneka kulinernya. Tahu aci, Ponggol, soto tauco Gang Senggol, bubur opor mi, sayur lodeh, dan sate ayam Sijan. Dengan prinsip berhemat<i>-padahal ya emang jago masak aja sih-</i>Ibu mertua seringkali memasak makanan-makanan tersebut sendiri. Kami memang jarang sekali jajan di Tegal. Bila ingin sesuatu, maka sebutlah dan Ibu mertua akan mengilang beberapa jam di dapur. Lalu muncullah makanan itu. Biar anak-anaknya selalu kangen rumah karena ingat masakan ibunya, kata beliau. #Sang menantu mengangguk-angguk sambil merapal doa semoga anak-anaknya kelak tetap kangen pulang meskipun dirumah adanya ayam McD atau KFC :p</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdShqaiLO0-Sv_jr0sODZgaJ5XySssQ_FAVmE5m1s96WDNg2gg25nwK_3U4NwOn_cufwp7tMlfuk4NiMYvWhSdxupqlE7FTHz4HsIg9bq_eIcgAM4xSs-F7742GdC0iRwv0q56JTBY9VhKVKukmdbvU29E_fhJaBZOZILJDSWV6mE_WHiHCSrLaC4n/s1280/Makanan%20tegal%20compiled.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdShqaiLO0-Sv_jr0sODZgaJ5XySssQ_FAVmE5m1s96WDNg2gg25nwK_3U4NwOn_cufwp7tMlfuk4NiMYvWhSdxupqlE7FTHz4HsIg9bq_eIcgAM4xSs-F7742GdC0iRwv0q56JTBY9VhKVKukmdbvU29E_fhJaBZOZILJDSWV6mE_WHiHCSrLaC4n/s320/Makanan%20tegal%20compiled.jpg" width="320" /></a></div><br /><div><br /></div><div>Pada bulan puasa, ada lebih banyak penjual makanan yang menjajakan makanan keliling ke rumah-rumah atau membuka gerobak dadakan di pinggir jalan Kota Tegal. Sebagian besar diantaranya adalah menu yang hanya muncul saat bulan puasa. Mentho adalah salah satunya.</div><div><br /></div><div>"Menthooo, menthooo" terdengar suara nyaring penjaja makanan di sore hari. </div><div><br /></div><div>Saya yakin makanan ini dijual untuk teman berbuka puasa karena di hari-hari biasa tidak pernah ada. Tapi, mungkin saya salah dengar. Rasanya kurang pas kalau mentho yang <i>atos</i> itu dijadikan menu berbuka. Bukannya melepas lapar dan dahaga, yang ada memicu emosi jiwa atau lebih gawatnya lagi <i>potol</i> gigi, hahaha.</div><div><br /></div><div>"Menthooo, menthooo"</div><div><br /></div><div>"Iya mbak, itu mentho," Kata ibu mertua yang heran melihat saya bingung.</div><div><br /></div><div>Wah, tangguh sekali orang-orang Tegal ini. Alih-alih makan bubur sumsum yang lembut dan mudah ditelan, untuk berbuka pun mereka memilih makanan yang penuh tantangan. Mungkin karena mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai pelaut. Menerjang ombak siapa takut, menembus badai sudah biasa, kerasnya mentho bukan apa-apa :')</div><div><br /></div><div>Selang beberapa hari berikutnya, saya berada dalam antrian tukang martabak goreng-hari itu kami beli kudapan diluar karena ibu mertua lelah (dan menantu satu-satunya tidak bisa diharapkan untuk memasak tentu saja). Tidak seperti martabak di Bandung atau Jakarta, martabak yang ingin kami beli ini versi mini, digoreng satuan kecil-kecil seukuran bakwan. Penjualnya lebih mirip penjual gorengan. Selain martabak, ada juga risol, sambosa, puding roti, dan makanan berbungkus daun pisang yang saya tidak tahu isinya apa.<br /></div><div><br /></div><div>Hasil menguping pembeli lainnya, akhirnya saya tahu penjual ini menyediakan juga Mentho. Tapi saya tidak lihat Mentho melankolis saya ada disitu. Karena masih penasaran, akhirnya saya pesan martabak dan Mentho. Kresek dengan kardus kertas berisi 20 buah martabak dan 1 bungkusan daun diserahkan ke saya.</div><div><br /></div><div>Dan tarraaaaaaaa.....</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEik263meinFLqOthA0xSoobI16thLLRx_zjG60jVdvB-1NvjeY-cOONcDcO0G82ojkPkwGSOQ2R_l1uRbUxkxMkXVpJi_6r5S2ZI8am1fpQaSmVBhG5G-KG_TRmiIlyF7fjifyAieGl82UTofCn69eae1RoQsge7PGA25RTYuHA2PkYuWXjo76Af6vQ/s1280/Mentho%20di%20tegal.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEik263meinFLqOthA0xSoobI16thLLRx_zjG60jVdvB-1NvjeY-cOONcDcO0G82ojkPkwGSOQ2R_l1uRbUxkxMkXVpJi_6r5S2ZI8am1fpQaSmVBhG5G-KG_TRmiIlyF7fjifyAieGl82UTofCn69eae1RoQsge7PGA25RTYuHA2PkYuWXjo76Af6vQ/s320/Mentho%20di%20tegal.jpg" width="320" /></a></div><br /><div><br /></div><div>Ternyata, Mentho di Tegal beda dengan versi Boyolali. Mentho dengan bungkus daun ini berisi adonan tepung terigu, santan dan telur dengan isian potongan daging ayam dan sayur labu. Dilumuri fla santan kental, dibumbui aneka rempah khas masakan Jawa. Rasanya dominan gurih dengan sekelebatan manis yang ringan dan teksturnya lembuuuuut. </div><div><br /></div><div><i>Baiklah, ternyata yang ini bukan makanan pelaut. Lebih pas jadi menu MPASI-makanan pendamping ASI. Lembut dan padat gizi, hahahaha.</i><br /></div><div><br /></div><div>Sensasi rasa di lidah enak, tapi secara visual ada rasa yang aneh, semacam kurang sinkron. Mungkin karena dengan bentuk seperti itu, kami biasa makan carang gesing. Kudapan berbahan pisang-telur-santan, rasanya manis, bukan gurih. Selain itu, begitu dibuka, mentho yang saya beli cenderung tidak berbentuk, berantakan. Apa yang ada didalamnya, tidak bisa teridentifikasi dengan jelas secara kasat mata. Kurang estetik memang untuk dimakan. Tapi mungkin disitulah nikmatnya makanan ini ya. Tanpa banyak berprasangka langsung <i>hap </i>saja.</div><div><br /></div><div>Ibu mertua yang sejak tadi memperhatikan menantunya sibuk sendiri akhirnya bertanya ada apa dengan saya dan Mentho. Bukannya sibuk membantu di dapur atau mengurus anak, saya sibuk dengan Mentho. Setelah saya jelaskan tentang Mentho di Boyolali, beliau bilang yang di Boyolali itu Lentho, asalnya dari Klaten. "Bukan bu, Mentho. Bapak selalu bilang Mentho, bukan Lentho" . Ibu mertua pun tak kalah <i>ngeyel</i> karena itu juga makanan masa kecil beliau di Klaten, "Namanya Lentho". </div><div><br /></div><div>Sesama Mentho tapi bukan Mentho, bentuknya Mentho tapi ternyata Lentho, bukan Mentho.</div><div><br /></div><div>Ah sudahlah, daripada pusing, dan terlalu dramatis kalau jadi kurang akur dengan mertua karena Mentho, mari kita sudahi saja posting kali ini.</div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Penutup</h3><div>Posting kali ini dibuat khusus untuk ikut <a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-mgn-mei-2022-makanan-khas-kota-mamah/">tantangan Mamah Gajah Ngeblog Bulan Mei dengan Tema Makanan Khas Kota Mamah</a>. Yeay, berhasil nulis lagi karena Mentho! Seru juga ya menuliskan makanan khas daerah.</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjszkF2PbPcLCNoAnDU_M7l9JclgYhpymo78ZDjY5EDunwJhVhg3MYKBf57vAv2VQUU6ihYgneacy7PPZgrtHyNrPjJ73yfTnzCydr0S1YQae1ZHzt_r4N7mJyhVs3JaYh7GoFSdsfr8V8XTuGxNUd0fSb6pabNWEBR4tQo5xSu-CxN-KJqRTOrJv-z/s1000/banner%20Tantangan%20MGN%202022.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="700" data-original-width="1000" height="224" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjszkF2PbPcLCNoAnDU_M7l9JclgYhpymo78ZDjY5EDunwJhVhg3MYKBf57vAv2VQUU6ihYgneacy7PPZgrtHyNrPjJ73yfTnzCydr0S1YQae1ZHzt_r4N7mJyhVs3JaYh7GoFSdsfr8V8XTuGxNUd0fSb6pabNWEBR4tQo5xSu-CxN-KJqRTOrJv-z/s320/banner%20Tantangan%20MGN%202022.png" width="320" /></a></div><br /><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-22281805164960952282022-02-21T00:00:00.004+07:002022-02-21T00:00:41.072+07:00traveling<p>Saya merasa cukup beruntung bisa jalan-jalan keliling Indonesia setelah lulus sarjana. Sudah <i>lah</i> gratis, dibayar pula. <i>Yaa</i> memang sih bukan jalan-jalan dengan baju unyu atau <i>make up</i> cantik agar cantik saat berfoto ria. Saya agak kurang berbakat pakai bedak dan lipstik karena gampang keringetan-<i>gembrobyos. </i>Terlebih, hampir sebagian besar jalan-jalan saya keliling Indonesia dalam rangka <i>ngubek-ngubek</i> tempat sampah. Keliling kota <i>panas-panasan </i>adalah keharusan<i>, </i>bedak lipstik otomatis bubar jalan.</p><p>Tempat sampah di rumah orang, tempat sampah di depan pasar, tempat sampah di pengkolan jalan, sampai tempat sampah super besar yang mirip gunung atau kolam sampah, yang rata-rata ada di setiap kota, <i>you name it. </i>Dalam kehidupan biasa, saya akan menghindar atau tutup hidung setiap lewat tempat sampah yang rata-rata bau itu. Dalam setiap jalan-jalan ini, saya harus mendekat sedekat mungkin, memilah satu persatu sampah yang saya temui, bahkan nangis bombay pusing kalau tempat sampahnya bersih kosong karena saya telat datang dan isinya keburu diangkut petugas kebersihan😢.</p><p>Dari sekian perjalanan yang saya lakukan, jalan-jalan dalam rangka meet n greet tong sampah di berbagai penjuru nusantara selalu memberi kenangan tersendiri. Tapi, khusus untuk ikut <a href="http://www.mamahgajahngeblog.com/tantangan-mgn-feb-2022-pengalaman-travel-berkesan/">Tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan Februari ini</a>, saya akan cerita pengalaman perjalanan yang paling berkesan di antara sekian banyak perjalanan <i>nyampah </i>yang penuh kenangan.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiOlgAOVbxT8RWu7hUQB2jJGTqbNcM1S92gspyo-s2g76oIRBl1wZ5hSpIDWaT3wGJ2CyUKdTMK4g5pPxXTAoRSew_9269aSWf7vTqQmJJMM8G8g-ni7-oJwklktEJkwFDALRuNYPhlgTUV1kql8YRIbiRUMXyeKhK8gheYIREuwz-SK0XSsQlgDMxS=s1000" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="700" data-original-width="1000" height="224" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiOlgAOVbxT8RWu7hUQB2jJGTqbNcM1S92gspyo-s2g76oIRBl1wZ5hSpIDWaT3wGJ2CyUKdTMK4g5pPxXTAoRSew_9269aSWf7vTqQmJJMM8G8g-ni7-oJwklktEJkwFDALRuNYPhlgTUV1kql8YRIbiRUMXyeKhK8gheYIREuwz-SK0XSsQlgDMxS=s320" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Sepertinya perjalanan paling berkesan di hati adalah cerita ketika saya jauh-jauh datang dari Jawa untuk berjumpa dengan tong sampah di Tobelo, suatu kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara. Saat itu tahun 2015, belum ada buntut dan saya masih kurus #<i>nggak ada yang tanya deng</i>. Intinya pergi kemana saja <i>ayok</i>, termasuk ke tempat-tempat yang tidak terbayangkan sebelumnya. Berangkat hampir tengah malam dari Jakarta, dengan pesawat yang mampir ke Manado dulu lalu transit di Makassar, dan akhirnya saya sampai di Ternate menjelang subuh. Dengan tenaga kuda ala mahasiswa, tanpa <i>nggletak </i>dulu, saya melanjutkan 1 jam perjalanan dengan <i>speed boat</i> kecil untuk menyeberang dari Ternate ke Sofifi, pelabuhan kecil di ujung selatan Pulau Halmahera. Sesampainya di Sofifi, mencari persewaan mobil dan melanjutkan perjalanan selama 4 jam untuk sampai ke Tobelo. Begitu sampai di Tobelo, turun dari mobil saya oleng sampai tidak sadar kehilangan <i>handphone</i>. Untung bawa dua<i> handphone</i> saat itu.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Maaf para pembaca, meskipun pembukanya sudah panjang, tapi bukan kehilangan <i>handphone</i> yang membuat perjalanan ini sangat berkesan. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Berikut ceritanya.... #loh <i>jadi ini baru mulai?-inget batas 1250 kata, Rin</i>😂</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i><br /></i></div><h3 style="clear: both; text-align: left;">Kabur Sejenak ke Pulau Morotai</h3><h3 style="clear: both; text-align: left;"><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Seperti perjalanan <i>menyampah </i>lainnya, dalam perjalanan kali ini saya harus melakukan <i>sampling</i> selama delapan hari. Biasanya, di hari terakhir ada waktu sisa untuk mendatangi tempat-tempat menarik, <i>mumpung</i> saya sedang disitu.</span></span><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"> Setelah memprediksi waktu dan uang yang ada di tangan (saya membiasakan diri membawa uang tunai untuk segala keperluan karena tidak di semua daerah ATM mudah ditemui. </span><i style="font-size: medium; font-weight: normal;">Boro-boro</i><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"> ATM, listrik bisa menyala 24 jam saja mewah sekali), saya dan partner survey saya memutuskan akan pergi ke Pulau Morotai.</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"><br /></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;">Let's go!</span></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;">Keberangkatan dari Tobelo ke Morotai ditempuh dengan kapal kayu bermesin. Lama perjalanan 2,5 jam. Tanpa pemesanan tiket, kami cukup beruntung bisa menumpang rombongan yang saat itu juga akan pergi ke Morotai. Harga tiketnya 100ribu saja. Perjalanan di tengah hari yang sejuk karena matahari tidak bersinar terik.</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"><br /></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;">Morotai, destinasi wisata yang saat ini sedang giat digarap oleh Pemerintah Indonesia, menyuguhkan kombinasi wisata sejarah Perang Dunia II dan alam yang memukau. Saya tidak akan cerita wisata Morotai disini, itu sih tugas pemerintah daerahnya saja.hehehe. Yang jelas, selain tempat mandi Douglas Mac Arthur, </span><span style="font-size: large; font-weight: normal;">bagian dari Pulau Morotai yang berhasil membuat saya jatuh cinta tentu saja pantainya. Ya, pantai. Air berwarna biru kehijauan yang sangaaaaaaat jerniiiiiiiih. Keindahan alam ini paling jelas terlihat bila kita berjalan menuju ke Pulau Dodola. </span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"><br /></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"> Deru ombak yang tenang...</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"> Berjalan di hamparan pasir putih setapak.. </span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"> Laut biru yang jernih di kiri dan kanan membentang.... </span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"><br /></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;">Super bahagia! Rasanya standar pantai bagus langsung naik begitu mengunjungi pulau ini (prihatin, hahaha).</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"><br /></span></div><div style="text-align: left;"><span style="color: red; font-size: medium; font-weight: normal;">foto di morotai</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"><span style="color: red;">Cuaca mendung, menjelang waktu terbenamnya matahari, tetapi pantainya masih sebagus itu!</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"><span style="color: red;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: medium; font-weight: normal;"><span style="color: red;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;">Tobat di Perjalanan Pulang</div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Bila perjalanan berangkat ditempuh dengan cukup mulus dan beruntung, tidak begitu dengan perjalanan pulang kembali ke Tobelo. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00. Bila tidak ingat besok sore harus naik pesawat dari Ternate, rasanya saya ingin lebih lama <strike>main di pantai</strike> tinggal di Morotai. Langit mendung dan lebih gawatnya lagi, tidak ada rombongan lain yang akan ke Tobelo. Saya dan teman saya ternganga menyadari fakta bahwa kami harus menyewa <i>speed boat</i> pribadi, sekitar 800 ribu harganya. Menghabiskan sisa uang makan, <i>yasudah lah.</i> Mau gimana lagi, tidak kembali ke Tobelo saat itu juga bukanlah pilihan terbaik. <i>Toh</i> sudah hari terakhir survey. Bisa makan indomie saja nanti malam atau popmie murah di sepanjang sisa perjalanan. Paling tidak kalau pingsan karena mabok micin, sudah sampai -atau di pesawat menuju ke- jakarta😝.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Khayalan menikmati perjalan di <i>private speed boat </i>dan ber-swa foto ala Syahrini yang naik jet pribadi ternyata belum bisa terlaksana. Mau foto, <i>eh </i>badan goyang kesana kemari, naik turun semacam naik odong-odong di pasar malam. Siapa sangka, sekitar 15 menit kemudian wahana odong-odong naik level. Rasanya <i>speed boat</i> diayun maju mundur naik turun. Kalau itu sedang naik kora-kora di Dufan <i>sih</i>, tentunya saya senang-senang saja. Sayangnya ini tidak. Apalagi setelah terayun-ayun cukup tinggi, badan kami melompat-lompat kesana kemari. Sempat terfikir saat itu mengapa hanya pesawat yang punya <i>seat belt </i>di perut. Ternyata naik <i>speed boat </i>badan juga bisa <i>mental mental </i> seperti ini. Beberapa kali kepala saya <i>kejedot</i> atap speedboat yang memang tidak terlalu tinggi. Langit di luar gelap sekali dan tak berapa lama kemudian turun hujan, disusul dengan kilat dan petir bersautan.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Seorang ibu warga lokal yang sejak tadi ada di dalam speed boat ribut mencari kresek karena merasa mual. Alamak, ada yang mabok pula. Semoga isi kresek nggak ikut melompat-lompat, gawat juga kalau muncrat ke penumpang lainnya, batin saya. Keributan mencari kresek di susul dengan teriakan panik dari seorang bapak kru speed boat.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><i>Sulit sekali arahkan kapal. Salah arah kita! Gelombang tinggi sekali!</i></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><i><br /></i></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><i>Arah mana kita sekarang?</i></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><i><br /></i></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><i>Filipin!</i></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><i><br /></i></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;">Hahh, ke filipin? Reflek saya melihat jam tangan, sudah pukul 7 malam. Artinya, tidak terasa, sudah 2 jam kami terombang ambing di lautan. Perjalanan dengan <i>speed boat</i> seharusnya jauh lebih singkat dari kapal kayu. Dalam kondisi normal, 1,5 jam saja kami sudah bisa sampai di Tobelo lagi. Sungguh seketika saya ingin sujud ke dosen saya, meminta maaf karena kabur diam-diam ke Morotai. Saya buka handphone, dengan putus asa berharap ada sinyal untuk kirim sms mengabarkan permohonan maaf dan informasi bahwa sample sampah ada di kolong kasur penginapan-<i>in case</i> saya tidak selamat. Tentu saja nihil. Di daratan saja susah sinyal, apalagi di tengah laut. Badai pulak.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><i style="font-size: medium; font-weight: 400;">"Bagikan pelampung" </i><span style="font-size: medium; font-weight: 400;">teriak kapten <i>speed boat</i></span><i style="font-size: medium; font-weight: 400;"> </i></div><div style="text-align: left;"><i style="font-size: medium; font-weight: 400;">"Tidak ada! minggu lalu bawa keluar semua" balas keneknya.</i></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;"><i><br /></i></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;">Sudah tidak ada lagi kesempatan untuk merutuki buruknya <i>safety </i>perjalanan laut di Indonesia. Bayangan ngeri nama saya muncul di koran sebagai korban tidak selamat dari <i>speed boat</i> yang tenggelam terkena badai langsung berkelebatan. Sinetron sekali, tapi saat itu memang kematian rasanya dekat sekali. Badai, dan tidak ada pelampung. Berenang di kolam tenang beberapa meter saja saya sudah megap-megap. Sudahlah, </span></span><span style="font-size: medium; font-weight: 400;">hanya bisa berdzikir mohon ampun, dengan badan tetap melompat kesana kemari.</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;">Seorang bapak tua yang sejak tadi diam tenang mendekat ke arah kemudi. Beliau mencoba membaca kompas dan membantu kru yang panik. Perlahan, sepertinya <i>speed boat </i>berhasil diarahkan ke jalur yang benar. </span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;">Satu jam kemudian, kami sampai kembali di Tobelo. Total 3 jam perjalanan, molor 1,5 jam dari yang seharusnya, dalam kondisi badai.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;">Rasanya turun dari <i>speedboat </i>saya ingin langsung sujud mencium tanah di dermaga kapal. Sayangnya tidak bisa, hari sudah gelap, dan hujan rintik-rintik.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: 400;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;">There ain't no such thing as a free lunch</div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Sayup dari kejauhan, terdengar suara seorang pemuda. Sebut saja Pemuda Tobelo, dia dan seorang temannya adalah warga lokal yang saya mintai bantuan selama survey seminggu kemarin. </span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">"Ririn, astaga, syukurlah, sudah pulang. Saya cari kamu tadi ke penginapan. Mereka bilang kamu pergi ke Morotai! kenapa tidak ajak saya?"</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">"Malam ini kami ada kumpul pemuda Tobelo. Saya mau ajak kamu dan kenalkan ke teman-teman saya. Kamu ikut ya?!"</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Saya hanya diam. Rasanya badan belum bisa berdiri tegak, masih berayun-ayun. Saya lantas minta izin untuk pulang dulu ke penginapan. </span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Beberapa jam kemudian, muncul pesan pendek dari pemuda Tobelo: "Ririn, dimana?"</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Sudah hampir tengah malam. Saya lelah jiwa dan raga selepas petulangan berbadai ria tadi. Saya tidak memutuskan tidak membalas pesannya. Tapi, beberapa menit kemudian, handphone saya bunyi terus-menerus. Telepon dari pemuda Tobelo.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Saya putuskan untuk mengangkat telepon, sekedar bermaksud sopan meminta maaf tidak bisa ikut karena capek sekali.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">"Ririn sayang, ahahahaha. Kamu, ahahahaha. HA HA. Sayangku. Hahahaha"</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Alih-alih obrolan waras, di ujung telepon terdengar mas Tobelo meracau. Tampaknya dia mabuk. Saya ingat, saat awal datang, pemilik penginapan menceritakan, minum-minuman keras merupakan hal yang biasa di Tobelo.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Saya memutuskan untuk menutup telepon dan pulang diam-diam keesokan paginya. </span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Sesampainya di Bandung, datang kembali pesan pendek dari abang Tobelo. </span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">"Ririn, kenapa kamu tidak bilang akan pulang? kamu tinggal di Bandung? saya mau minta alamat kamu. Saya ada kongres pemuda di Bandung"</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">"Ririn, saya suka kamu. Kamu juga suka saya kan? Kamu terlihat senang sekali survey bersama saya. Kamu senang saya ambilkan kelapa waktu kita survey dulu. Kata teman saya kamu suka saya"</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Saya tidak tahu harus membalas apa. Memang, survey di Tobelo ini agak istimewa. Bila biasanya saya harus angkat-angkat karung sampah sendiri, di survey kali ini, ada abang Tobelo yang siap siaga membantu. Selain itu, di hari-hari awal survey, cuaca terik panas sekali. Abang Tobelo tiba-tiba menghilang. Ternyata dia panjat pohon kelapa, mengambilkan buahnya untuk saya dan teman saya. Saya pikir itulah cara oang Tobelo menyambut wisatawan. Ternyata tidak, sodara-sodara.</span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div></h3><h3 style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">Penutup</span></span></h3><div><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"> </span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"> </span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"> </span></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> </i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"> </div><br /><p><br /></p><p> </p><p><br /></p><p><br /></p><p> </p><p> </p>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-71047393474821585602022-01-31T11:47:00.001+07:002022-01-31T11:47:23.795+07:00Surat Untuk Pak Moleo<p>Dear Pak Moleo,</p><p>Terima kasih telah hadir menyambut kami di hari-hari awal kami mulai tinggal di desa. </p><p>Kau tahu, kami datang dalam situasi yang jauh dari kata mudah. Pindah mendadak karena aku harus isolasi mandiri, dimana anakku, terutama yang besar, harus kembali beradaptasi. Awal pandemi sudah memaksanya untuk beradaptasi dari lingkungan <i>daycare</i> yang ramai ceria, menjadi rumah dengan satu teman saja. Ceria masih ada, tetapi bertengkar sering juga. Butuh waktu untuk memahami itu semua, dan kami pindah di saat-saat dia sudah menikmati pertemanannya. Di desa ini, sama sekali tidak ada teman. Jangankan teman, manusia pun jarang terlihat. Adanya hanya berbagai hewan yang menikmati kehidupannya di semak belukar lebat di sekeliling rumah. Terbayang bagaimana rasanya. Orang dewasa saja merasa sulit, apalagi anak seusia dia.</p><p>Sang adik, melihat kegundahan kakaknya, tentu saja terbawa suasana. Apalagi bubu yang biasanya selalu siaga, kala itu hanya muncul di waktu-waktu menyusu saja. Itupun tidak terlihat wajahnya. Berbalut pakaian panjang dan masker medis ganda. Hanya menyusu, tanpa cium dan peluk menghangatkan yang biasanya langsung meredakan tangisannya. Sungguh aneh situasi kala itu.</p><p>Pasca sebulan kami disini, aku bergabung dalam grup pesan pendek beranggotakan ibu-ibu yang tinggal disini. Percakapan di grup itu isinya ghibah sekali.</p><p><i>"Bunbun baru saja melahirkan, Tom punya istri lagi"</i></p><p><i>"Chatty itu anaknya Moleo, tapi dinikahi juga sama bapaknya" </i></p><p><i>"Eh, Frank sekarang sudah punya istri lagi di komplek lain"</i></p><p><i>Shock </i>tidak terkira. Apakah aku kurang berdoa memohon perlindunganNya dari lingkungan yang buruk. Mengapa aku disatukan dalam lingkungan yang suka membicarakan orang. Mencampuri urusan rumah tangga orang lain, tanpa tabu, dan bapak-bapak disini beristri lebih dari satu. </p><p>Belum selesai pikiranku berputar, di lain harinya, muncul berita duka cita.</p><p><i>"Pagi ini Tom meninggal di rumah"</i></p><p>Disusul deretan pesan bernada penghiburan.</p><p>Pusing kepala, semuanya tanda tanya. Sambil mencoba menerka-nerka Bu Bunbun, Bu Chatty, Pak Tom dan Pak Moleo tinggal di blok apa nomor berapa. Jadi terpikir juga apakah Pak Tom sudah tua. Memang, karena pandemi, tidak seperti pindahan rumah yang sewajarnya, kami tidah bisa mengundang tetangga datang ke rumah atau mendatangi rumah mereka untuk berkenalan.</p><p>Belakangan setelah menerima laporan rutin keuangan komplek, aku tahu. Nama-nama yang aku cari tidak masuk dalam daftar penduduk disini. Kalaupun tinggal disini, mereka tidak diharuskan bayar iuran komplek. Memang, tahun lalu disepakati pembebasan iuran lingkungan untuk warga yang sedang berada dalam kondisi sulit.</p><p>Ah, sudah lah. Mungkin lain waktu, kalau pandemi sudah berlalu, aku bisa bertemu dengan mereka.</p><p>***</p><p>Hari berlalu, percakapan dalam grup itu terasa semakin aneh untukku. </p><p><i>"Bunbun sedang hamil lagi nih Ibu-ibu"</i></p><p><i>"Yang hamil kemarin anaknya lima belum selesai menyus"</i></p><p><i>"Anaknya lucu-lucu loh, abu kuning, putih"</i></p><p><i>Hayah</i>. Mungkin perpindahan penuh kegalauan ini memang sudah benar-benar mengacau kepalaku. Grup itu membicarakan makhluk sejenismu, bukan sejenisku. Pantas saja diskusi di dalamnya tanpa sensor dan etika manusia.</p><p>***</p><p>Kamu bukan yang satu-satunya disini. Hampir setiap rumah memelihara makhluk sejenismu. Bukan cuma satu, tapi tiga atau empat. Bahkan ada rumah di ujung sana yang memelihara 19 ekor di luar rumah, dan begitu ada kesempatan berkunjung, kudapati yang 19 itu belum semuanya. Masih ada beberapa lainnya di dalam rumah. </p><p>Dari sekian banyak makhluk sejenismu di sini, anak keduaku hanya suka kepadamu. Belakangan aku tahu. Kamu lah Pak Moleo yang beristri banyak itu. Tidak hanya digandrungi ibu-ibu dari sejenismu, kau juga menarik perhatian anak perempuanku.</p><p>Kau satu-satunya yang selalu datang ke rumah di pagi hari dan mengeong memanggil. Bila belum ada jawaban, kau tunggu anakku dengan sabar. Duduk di teras rumah, berjemur di bawah sinar matahari, atau meringkuk saat cuaca dingin dan sejuk. Setia menunggu anakku jalan-jalan keluar rumah. Tidak hanya menunggu keluar, kau ikut menemani sepanjang perjalanannya. Entah apa yang kau harapkan. Canda tawa penuh kasih sayang, atau sekedar berbagi makanan karena kau lapar.</p><p>Sering kali, saat anakku ingin turun dari gendongan, kau bersikap sangat manja. Mendekat atau tidur meringkuk di sekitar kaki anakku. Anakku gembira sekali.</p><p>Namun, tidak jarang kau datang dengan penuh luka. Dekil, entah penyakit apa yang ada di tubuhmu. Aku hanya bisa menyingkirkan anakku jauh-jauh darimu. Aku sendiri tidak pernah dan tidak tahu cara memelihara makhluk sejenismu. </p><p>Satu yang aku tahu, aku selalu berangan-angan andaikan ada binatang peliharaan yang bisa dielus lucu, tapi tidak <i>pup</i> dan <i>pipis</i>. sembarangan. </p><p><i>Ya!</i> seringkali kau <i>pipis</i> sembarangan. Katanya kau hanya ingin menandai teritori. Tapi mengapa? Rasanya sebal sekali kalau kau sudah mulai berbuat begini. Apalagi, di awal bulan lalu kau mengendap masuk rumah tanpa izin, dan menggondol satu-satunya potongan ayam yang tersisa untuk makan malam suamiku. <i>Huhh</i>, rasanya ingin kupentung dirimu.</p><p>Melihat aku yang emosi, engkau hanya mengeong dan menggoler manja seperti biasa. Tanpa rasa bersalah menikmati ayam panggang hasil curianmu di depanku. <i>Huff</i>!</p><p>Apa lah arti emosiku. Esok harinya kau tetap datang menyambangi anakku. Kau mengeong dan anak satu tahunku mengoceh tanpa kata. Bersaut-sautan, seru kali, tanpa ada yang bisa kupahami. Mungkin begini rasanya orang tua yang ingin <i>nguping</i> anaknya <i>ngobrol</i> apa dengan temannya, apa lagi pacarnya.</p><p>***</p><p>Hai Pak Moleo, kucing putih bermata biru abu. Kuyakin kau bukan kucing biasanya. Beberapa orang yang melihatmu, kagum. Warna mata yang berbeda menjadikan kau bukan kucing kampung sembarangan. Kucing mahal, kata orang-orang yang bergelut di duniamu.</p><p>Apapun itu, hanya satu pintaku. Tolong lah, bersikap baik, bukan hanya kepada anakku tapi juga kepadaku.</p><p>Andaikan kau bisa baca suratku ini.</p><p>Salam <i>sebel-sebel gimana gitu</i>,</p><p>Bubu</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEj0LNwdeAw7-slpp2V2QFfJrBqTVPZMuyNFwXuuxqVdweGBzEZi6sqUuV9Vcil1Vbjbxvlw-Hr-zix4HkVTseuX0QEKe2Qp0arkESBoEQnazU1rVdd2v3LC1qYM6zXwoUw-JRk7Iqcu1ApajaznGLRucG4PRn7DVVhjzfnw2o51rKCHMlX3IF9QHej2=s1280" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEj0LNwdeAw7-slpp2V2QFfJrBqTVPZMuyNFwXuuxqVdweGBzEZi6sqUuV9Vcil1Vbjbxvlw-Hr-zix4HkVTseuX0QEKe2Qp0arkESBoEQnazU1rVdd2v3LC1qYM6zXwoUw-JRk7Iqcu1ApajaznGLRucG4PRn7DVVhjzfnw2o51rKCHMlX3IF9QHej2=s320" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Pak Moleo, sungguh iri aku padamu. Saat ku harus bangun dan bekerja pagi-pagi, kau mengeong dan menggoler di bawah sinar matahari</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="text-align: left;">Surat ini ditulis untuk </span><a href="https://mamahgajahngeblog.com/nulis-kompakan-januari-2022-menulis-surat/" style="text-align: left;">nulis kompakan Mamah Gajah Ngeblog </a><span style="text-align: left;">Bulan Januari. Tadinya <i>sih</i> mau kompakan nulis sama </span><a href="https://www.restuekapratiwi.com/2022/01/surat-untuk-ibu.html" style="text-align: left;">Kakak</a><span style="text-align: left;">, tapi terlalu sulit untuk merangkum semua itu dengan singkat kata. Jadi ditulis <a href="https://ririnsay.blogspot.com/2022/01/saat-babeh-pergi.html">disini</a> saja <i>deh</i>.</span></div><p><br /></p>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-29116152986838109132022-01-31T11:45:00.000+07:002022-12-30T05:36:57.170+07:00Saat Babeh Pergi<p>Bisa terbangun sebelum subuh dengan kondisi tidak ada <i>deadline</i> mendesak adalah hal yang saya nantikan. Suasana relatif hening, dan disitulah segala macam pikiran berputar di kepala. Sebagian besar diantaranya berkelebat ingatan tentang orang tua yang sudah tidak ada. Sedih, kecewa, tidak terima, merasa bersalah, menyesal. Semua rasa ini bercampur di dalam hati. Dzikir pagi dan adzan subuh yang sayup-sayup terdengar dari masjid menjadi pengiring saya yang berusaha berdamai dengan perasaan hati. Tidak untuk melupakan, saya hanya mencoba untuk menikmati setiap rasa itu. Beberapa menit setelah adzan usai biasanya saya sudah bisa berhenti <i>sesenggukan</i>, dan kembali ke dunia nyata.hehehe.</p><h3 style="text-align: left;">Cerita di tahun 2020</h3><div>Tahun 2020 memang berat untuk semua orang. Babeh, yang sangat suka pergi kesana kemari, setengah mati menahan diri, atau paling tidak berusaha keras <i>ngumpet-ngumpet</i> dari anaknya kalau pergi kesana kemari. Lebaran 2020, terasa sangat aneh. Untuk pertama kalinya dalam hidup, babeh menjalani hari lebaran di semarang saja, tentu saja karena tidak bisa kemana-mana. Saya yakin itu lebaran pertama Babeh di Semarang, di sepanjang hidupnya. Seingat saya, saat lebaran kami selalu mudik, entah ke Boyolali atau ke Bandung untuk menikmati hari lebaran bersama eyang atau embah. Saking tidak tahunya bagaimana cara merayakan lebaran di Semarang, babeh bertekad memasak makanan hari raya. 2 ekor ayam beserta lauk pauknya. Harapannya bisa tersaji makanan hari raya seperti ritual kami di Bandung. Sayangnya, ketika jadi rasanya tidak sesuai ekspektasi. Belum lagi, bayangan akan ada banyak tamu yang bersilatu rahmi. Ternyata tidak ada sama sekali. <i>lha wong biasanya rumah kosong saat lebaran. Apalagi kondisi pandemi begini, s</i><i>iapa yang mau silaturahmi. </i>Kecewa di sini, saya rasa lebih kepada makanan yang terbuang sia-sia. Babeh dan kehebohannya tentang makanan, keterkaitan tidak terpisahkan yang akan selalu menjadi kenangan abadi.</div><div><i><br></i></div><div>Kekecewaan lebaran mungkin bisa diredam, karena beberapa bulan kemudian cucu keempat akan lahir. Telepon ajaib mulai berdatangan tak kunjung henti. "<i>Rumah kamu sudah bisa ditinggali belum? babeh pengen kemping disitu". </i>Babeh yang sudah gerah tidak bisa kemana-mana ini ingin kabur dari Semarang ke Bekasi, menginap di rumah saya yang baru setengah jadi. "<i>Belum bisa babeh, belum diberesin rumahnya, aku nggak bisa kesana karena ini keluar rumah susah". </i>Disusul dengan permintaan untuk segera membeli perabotan dengan uang Babeh. "<i>Kamu beli ya, kasur ligna. Babeh pengen kayak embah dulu. Ngasih kasur ligna ke babeh sama minyok. Eh nggak berapa lama embah meninggal". </i>Sibuk mempersiapkan lahiran dengan kondisi tidak biasa di jaman pandemi, membuat saya mengesampingkan pesan-pesan ajaib ini. Sadar tidak digubris, Babeh telepon beberapa hari sekali, masih terkait kemping dan perabot ligna.</div><div><br></div><div>Ada sekelebat perasaan tidak enak yang saya tangkap, tetapi saya mencoba untuk melupakan itu.</div><div><br></div><div>Saat anak kedua saya lahir, Babeh dengan bersusah payah menahan diri tidak <i>mencolot</i> ke Jakarta dan mengikuti instruksi saya untuk datang menengok sebulan setelahnya, jadi kami bisa mempersiapkan tempat menginap untuk Babeh, mengingat kala itu, saat kasus covid sedang tinggi-tingginya, mencari hotel tidak lah mudah. Saya dan suami <i>gedubrakan </i>mencari perabot merk ligna yang dimaksud Babeh. Kami mencoba googling dan mencari toko yang menjual perabot Ligna. Memang merk ini sangat ternama di jaman dulu, tapi tidak lagi sekarang. <i>old fashion. </i>Karena tidak menemukan alamat yang menjual perabot merk Ligna, kami memutuskan untuk pergi ke Chandra Karya saja. Kalaupun tidak ada merk ligna, paling tidak style perabotan disana jadul, bisa lah diakui ini ligna! Hehehe.</div><div><br></div><div>Di perjalanan menuju Chandra Karya, kami melewati gedung bertingkat dengan logo Ligna yang cukup besar. Sudah excited ingin mampir kesitu, setelah mendekat ternyata gedung tersebut tutup dan ada spanduk "di jual". Semoga ligna dalam bayangan Babeh hanyalah sebutan general untuk furniture. Semacam orang Indonesia yang menyebut aqua untuk air mineral, dan Indomi untuk mi instan.</div><div><br></div><div>Babeh berencana datang ke rumah saya di Bulan Desember dan tadinya saya berharap bisa merayakan ulang tahun Babeh. Sayangnya, tidak terlalu pas. Menjelang hari ulang tahun babeh, kondisi hectic sekali, dan saya hampir lupa. Baru teringat di pagi harinya, saya terhentak memori penyesalan tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepada Ibu saya, dan itu menjadi ulang tahun terakhirnya.</div><div><br></div><div>18 Desember 2020. Malam hari, Babeh mengirimkan video sedang tepuk tangan dan <i>nyanyi-nyanyi</i> sendiri dengan mata berbinar ingin memotong kue ulang tahun yang saya kirimkan-baru sampai di malam hari, karena saya baru pesan di pagi harinya. Dengan wajah khas gembira melihat makanan, Babeh berguman, coba kalau ada cucu-cucu disini, bisa potong kue bersama.</div><div><br></div><div>Beberapa hari setelahnya, Babeh datang ke Bekasi. Cukup senang mendapati perabot Ligna sudah ada di rumah saya. Meja makan dan kasur yang saya pastikan merk-nya tidak bisa terbaca dengan jelas😂. </div><div><br></div><div>Babeh, sang kritikus dan manajer ulung, gerah sekali melihat kamar yang tidak punya kaca dan gantungan baju. Bagai tamu yang <i>complain</i>, Babeh ingin kabur keluar, mencari toko perabotan. Namun, saya larang dengan alasan protokol kesehatan. </div><div><br></div><div>Teringat saat-saat menjelang Ibu saya meninggal, saat saya pulang menemui Ibu untuk terakhir kalinya, piring pecah, dan lampu di plafon ruang tengah dengan sangat ajaib tiba-tiba meledak pecah. Tidak seperti itu. Tidak ada kejadian apa-apa saat Babeh berkunjung ke Bekasi. Satu-satunya kondisi tidak biasa adalah suasana Bekasi saat Babeh datang yang benar-benar dingin sejuk. Rasanya seperti sedang di Boyolali, bukan di Bekasi.</div><div><br></div><h3 style="text-align: left;">Tahun 2021 yang heboh sekali</h3><div>Memasuki tahun 2021, ujian bertubi-tubi datang menerjang keluarga kecil saja. Dinyatakan positif covid, dan rumah kemasukan pencuri. Babeh yang sangat prihatin dengan kondisi saya menelepon, menanyakan bantuan apa yang saya perlukan. Sambil sesenggukan saya hanya mempertanyakan mengapa diuji seberat ini, dan saya minta maaf kepada Babeh. Mungkin selama ini saya terlalu sering <i>marah-marah</i> ke orang tua. </div><div><br></div><div>Babeh, di ujung sana, tidak berkata-kata dan langsung menutup telepon. Di akhir suara salam terdengar bergetar dan saya yakin saat itu Babeh menangis. Dipikir-pikir, ini satu-satunya <i>moment</i> saya meminta maaf kepada orang tua, sayangnya, untuk pertama dan terakhir kalinya. Sungkem saat lebaran, karena sedang ada banyak orang, mungkin jadi berbeda esensinya. </div><div><br></div><div>Tidak berapa lama dari telepon tersebut, datang paket dari Babeh, berisi laptop almarhum Ibu. Babeh tahu laptop kerja dan laptop untuk anak saya <i>nonton</i> video selama saya kerja ikut <i>digondol</i> maling. Babeh cukup sadar diri tidak punya uang untuk membelikan laptop baru untuk saya. Jadi laptop ini dikirim untuk saya pakai, sementara saya mengumpulkan uang untuk beli laptop baru.</div><div><br></div><div>Setelah berkunjung ke rumah saya, Babeh <i>ribut</i> sekali <i>bilang</i> ingin mengunjungi kakak saya yang ada di Bandung. Wajar, sudah satu tahun lamanya tidak bertemu cucu. Setelah perdebatan sengit melarang Babeh naik kendaraan umum, akhirnya Babeh datang dengan menyetir mobil sendiri. Perjalanan ke Bandung ditempuh sesaat setelah Babeh mendapatkan dosis pertama vaksin. Setelah <i>ngeyel</i> tidak semangat vaksin, akhirnya mau juga. Sayangnya, setelah vaksin, jadi jumawa.</div><div><br></div><div>Tidak hanya ke Bandung untuk menengok cucu, lepas dari situ, Babeh <i>roadtrip</i> bersama kakak dan adiknya. Mendatangi beberapa orang dan diakhir dengan <i>kondangan</i> acara lamaran sepupu. Saya dan kakak yang <i>was-was</i> hanya bisa mengingatkan dan mendoakan Babeh dijauhkan dari virus corona.</div><div><br></div><div>Dua minggu setelah rangkaian perjalanan ini, saya mendapat kabar Babeh tidak enak badan. Demam dan batuk. Mengingat bagaimana Babeh <i>ngotot</i> mendatangi saya dan kakak, rasanya langsung tidak enak. Firasat. Kondisi yang sama juga terjadi sesaat sebelum ibu saya meninggal. Beliau <i>roadshow</i> ke rumah saya, kakak, dan saudara lainnya. Semacam pamit.</div><div><br></div><div><i>Well</i>, berusaha tidak berfikiran negatif, saya dan kakak mencoba membujuk Babeh untuk berobat. Babeh yang ketakutan terkena virus corona, tidak mau cek ke dokter. Alasannya, ini hanya batuk biasa. Selain itu sudah swab antigen dan negatif.</div><div><br></div><h3 style="text-align: left;">Corona dan penanganan yang kurang tepat</h3><div>Selang beberapa hari, saya dan kakak mendapat kabar bahwa batuk Babeh semakin parah. Babeh, mulai enggan mengangkat telepon karena susah bicara. Kala itu, saya dan kakak mencoba mengerahkan segala upaya untuk membujuk babeh ke dokter. Rasanya ingin langsung <i>mencolot</i> ke semarang dan menyeret babeh ke dalam mobil untuk dibawa ke dokter. Sayangnya tidak semudah itu. Saya dan kakak ada di luar kota dengan anak-anak kecil yang masih menyusu, tidak bisa ditinggal begitu saja. Pada titik ini saya menyesali mengapa orang tua saya tidak punya anak laki-laki yang jelas tidak mungkin berada dalam kondisi hamil atau menyusui.</div><div><br></div><div>Satu minggu yang penuh kegelisahan. Saya kirimkan oxymeter untuk memastikan Babeh memang hanya batuk biasa, tidak sesak. Setelah akhirnya mau cek, ternyata saturasi oksigen hanya 82%. Saya hanya bisa meratap sambil terus membujuk Babeh untuk pergi ke rumah sakit mencari pertolongan. Keesokan harinya, Babeh mengirimkan foto dengan masker oksigen. Belakangan saya mendapat cerita, bahwa Babeh lari ke rumah sakit terdekat dengan ojek <i>online</i>, dalam kondisi saturasi hanya 70%. Mukjizat, Babeh masih bisa naik ojek. Orang pada umumnya sudah tidak akan sadar. Tidak perlu dibahas disini, saya langsung berdoa sepenuh hati, semoga Allah melindungi Bapak ojek yang membawa Babeh.</div><div><br></div><div>Masuk ke rumah sakit seadanya di dekat rumah, dengan kondisi saturasi 70%, Babeh di rawat di kamar inap biasa. Rumah sakit ini tidak memiliki SOP penanganan covid yang baik. Babeh dibiarkan tidak ganti baju sejak datang dan perawat hanya masuk ke ruangan 3 kali sehari. Babeh yang kesulitan dengan posisi terbelit infus dan oksigen akhirnya nekad melepas oksigen dan pergi ke kamar mandi setiap ingin BAK dan BAB.</div><div><br></div><div>Saya yang merasakan ketidak beresan ini hanya bisa mencoba mengontak ruang perawat, memohon-mohon bantuan untuk Babeh, paling tidak dibantu agar bisa ganti baju. Syukurlah, Kakak saya bisa pergi ke Semarang dan membawakan beberapa kudapan untuk para suster. Babeh akhirnya bisa ganti baju dan celana, pertama kalinya, setelah 3 hari dirawat.</div><div><br></div><div>Dalam kondisi ini saya kembali merutuki, andaikan Ibu saya masih ada. Sepertinya Ibu saya bisa menyeret Babeh lebih awal, untuk mendapat pertolongan yang semestinya, paling tidak pergi ke rumah sakit yang lebih jelas prosedur penanganannya.</div><div><br></div><div>Beberapa hari dirawat, Babeh minta dikirimi berbagai macam minuman instan, <i>water heater</i>, gelas kertas, dan <i>pampers</i>. Juga <i>laundry</i> baju dengan jumlah persis seperti yang diminta Babeh. Tidak boleh kurang dan lebih karena Babeh akan marah kalau tidak sesuai.</div><div><br></div><div>Saya dan kakak mencoba memenuhi semua permintaan itu dari jarak jauh. Terima kasih pada pihak-pihak yang sudah rajin sekali <i>bikin</i> aplikasi. Saya bisa mengirim ini dan itu untuk Babeh di Semarang, hanya dengan menggerakkan jempol saja dari Bekasi.</div><div><br></div><div>Lima hari berjalan perawatan, Babeh tidak lagi bisa menjawab telepon. Sekali telepon yang terangkat, terdengar suara Babeh sedang mengerang kesakitan, dengan suara pelo dan meracau. Mencoba kontak ruang perawat, info yang saya terima, Babeh sedang pusing luar biasa. Tapi kondisinya baik-baik saja. </div><div><br></div><div>Bagaimana mungkin baik-baik saja. Tadinya bisa terima telepon dan berdiri. Ini hanya bisa tiduran. Jangankan berdiri, berbicara saja sulit.</div><div><br></div><div>Sangat saya sayangkan, permintaan saya untuk rujuk Babeh ditolak mentah-mentah oleh RS tersebut. Alasannya, mereka masih bisa menangani Babeh.<i> Memang dalam kondisi terlalu bodoh, sering kali bahkan tidak mampu menyadari kebodohan kita, </i>aku merutuk<i>.</i></div><div><br></div><div>Kondisi Babeh semakin menurun, dan memburuk. Masih dirawat di ruang rawat biasa. Setelah berkali-kali telepon dan memohon, dokter penanggung jawab memberikan rekomendasi rujuk. Proses mencari rumah sakit rujukan ternyata juga tidak semudah itu. Setelah sehari semalam mencari rumah sakit rujukan, akhirnya, Babeh mendapat slot di ICU RS SMC, rumah sakit andalan keluarga saya.</div><div><br></div><div>Babeh dirujuk tengah malam dan masuk ICU dengan kondisi saturasi 50%. Mendapat kabar Babeh dirujuk, saya memutuskan segera pergi ke Semarang, karena tidak ada keluarga yang mengurus Babeh disana. Setelah berunding dengan Kakak, diputuskan, saya giliran pertama, dan Kakak akan bergantian jaga nantinya.</div><div><br></div><div>Perjalanan malam dengan mobil pribadi yang saya pikir bisa dilalui dengan saya tidur menghemat energi, ternyata yang terjadi adalah ketegangan luar biasa. Suami menyetir dengan kondisi sangat kelelahan dan kami terburu-buru ingin cepat tiba di Semarang. Di tengah perjalanan penuh istigfar dan mohon keselamatan, saya mencoba kontak dengan ICU. </div><div><br></div><div>Saya takut sekali, harus menjadi <i>focal point</i> keluarga untuk ICU. Saya tidak tahu harus menjawab apa, dan apakah saya sudah cukup dewasa untuk menjadi narasumber keluarga pasien. Beruntungnya, telepon saya diterima oleh staff rumah sakit yang sigap dan ramah. Sangat berbeda dari suara Seseorang -yang saya ingin beri ucapan terima kasih karena menemani Babeh rujuk, tapi sekaligus rasanya pengen saya<i> pentung</i>,hahaha-, dokter jaga ICU memberi penjelasan dengan sangat tenang, dan menyarankan saya untuk datang ke ICU pagi hari saja, setelah saya beristirahat. </div><div><br></div><div>Syukurlah, setelah berkali-kali berhenti karena suami mengantuk, kami berhasil sampai Semarang dan masuk ke kamar hotel di seberang rumah sakit. Waktu menunjukkan pukul 3 dini hari. Prioritas kami adalah tidur, sekitar 2 jam, agar ada tenaga untuk menangani urusan RS esok hari.</div><div><br></div><div>Hari berikutnya, saya bertemu dengan dokter paru senior yang <i>complain</i> mempertanyakan mengapa Babeh baru dibawa ke RS saat kondisi sudah seburuk ini. Babeh harus mendapat terapi obat dewa dan plasma konvalesen.</div><div><br></div><div>Perjuangan mencari plasma dan membeli obat ini benar-benar menunjukkan bahwa orang-orang baik itu ada di Dunia. Dan yang lebih penting, pengingat bahwa tidak untuk semua hal, uang bisa berbicara. Perkara plasma konvalesen ini contohnya. Kami harus kontak ratusan relawan donor, puluhan yang menjawab, belasan yang akhirnya datang ke PMI untuk mencoba donor, dan hanya dua orang yang lolos <i>screening</i>. Itupun masih beruntung, banyak cerita lainnya, sama sekali tidak berhasil mendapat donor yang lolos <i>screening.</i></div><div><br></div><div>Tiga kantong plasma konvalesen dan 3 dosis obat dewa berhasil dimasukkan ke badan Babeh. Babeh merespon dengan baik. Tekanan darah mulai normal, dan bisa <i>video call</i> menanyakan tas.</div><div><br></div><div>Sehari setelahnya perawat menginfokan Babeh <i>complain</i> hanya diberi makanan cair lewat infus. Babeh ingin makan makanan biasa. Babeh ingin makan. Babeh dan makanan, sesuatu yang tidak terpisahkan. Kalau sudah bisa ingat makanan, berarti memang membaik.hehehe.</div><div><br></div><div>Seminggu dirawat, setiap hari saya olah raga jantung, <i>deg-degan</i> setiap ada telepon atau pesan pendek dari ICU. </div><div><br></div><div>Kala itu Bulan Ramadhan. Paska sahur adalah waktu dimana saya berusaha tetap terjaga. Di jam itu, <i>biasanya</i> <i>update</i> dari ICU datang. Melihat <i>progress</i> membaik, saya bermaksud kembali ke Bekasi. Bergiliran jaga dengan kakak saya. </div><div><br></div><div>Saya memutuskan untuk datang ke ICU, meminta <i>video call</i> dengan Babeh melalui <i>handphone</i> perawat karena Babeh tidak diijinkan memegang <i>handphone</i>. Memang <i>video call</i> kali itu saya bermaksud pamit secara implisit, karena saya berencana kembali ke Bekasi keesokan harinya.</div><div><br></div><div>Begitu video muncul, terlihat Babeh yang berwajah segar ceria. <i>"Kamu masih di Semarang? Kamu masih di Semarang?" "Iya beh, aku masih di Semarang. Babeh yang semangat yaa biar cepat sehat". </i>Tak tega saya mengatakan pamit akan pulang ke Bekasi. Saya hanya mengatakan bahwa kakak saya akan datang juga ke Semarang. Tidak sampai 1 menit lamanya, telepon diputus. Babeh kembali sesak bila terlalu banyak bicara.</div><div><br></div><div>Dengan hati tenang saya meninggalkan ICU. Masih di perjalanan menuju rumah, ada telepon dari ICU. Babeh minta dikeluarkan dari ICU dan dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. Bosan katanya.</div><div><br></div><div>Saya mengatakan pada perawat untuk menyampaikan pada Babeh bahwa semua biaya ditanggung pemerintah. Saya pikir Babeh tidak mau di ICU karena terpikir anak-anaknya berat menanggung biaya.</div><div><br></div><div>Begitulah siang dan sore, hingga malam berjalan. Tidak ada firasat apa-apa. </div><div><br></div><h3 style="text-align: left;">Dan tibalah pagi itu</h3><div>Keesokan paginya, lepas sahur, saya tetap terjaga, tapi kali ini untuk bersiap pulang ke Bekasi. Setelah selesai solat subuh, telepon masuk. Dari ICU.</div><div><br></div><div>Di ujung telepon perawat panik menanyakan saya ada dimana, dan meminta segera ke rumah sakit. Semenit kemudian, telepon lagi dari ICU, meminta izin pemasangan ventilator.</div><div><br></div><div>Detak jantung nol dan saturasi 20%. Saya menyetujui pemasangan ventilator. Saya bergegas bersiap, bersama suami mengangkut dua anak yang masih terlelap.</div><div><br></div><div>Selang 10 menit kemudian, kembali telepon dari ICU. Lebih tenang, hanya menanyakan saya ada dimana dan meminta secepatnya datang ke ICU.</div><div><br></div><div>Setibanya di ICU, setelah menunggu sekitar 5 menit, dokter jaga menghampiri saya. Meminta saya melihat layar monitor. Saya pikir, dokter akan menunjukkan kamera CCTV yang menampilkan Babeh. Tidak, ternyata bukan itu. Layar monitor berisi beberapa kotak dengan banyak grafik. Dokter meminta saya untuk melihat kotak nomor 7. "Ibu, Bapak ada di kamar nomor 7. Ini grafik monitor jantung dan nafasnya. Tadi kami coba angkat dengan pacu jantung dan ventilator, tapi tidak merespon. Pupil mata sudah tidak merespon". Saya menjumpai grafik-grafik datar di layar itu. Suara dokter membuyarkan pikiran campur aduk di kepala saya. "<i>Nyuwun sewu</i> Ibu, boleh saya nyatakan sekarang ya. Di pukul 7.30".</div><div><br></div><div>Babeh pergi untuk selamanya.</div><div><br></div><div>Ternyata begini rasanya, berdiri di rumah sakit, sendiri, untuk menerima persetujuan pernyataan pasien meninggal. </div><div><br></div><div>Saya tidak menangis. Sama sekali tidak bisa menangis. Hanya terfikir secepatnya mengabari suami yang menunggu di mobil, <i>bejibaku</i> <i>menghandle</i> satu balita dan satu bayi 5 bulan yang kelaparan belum sarapan pagi. Selanjutnya mengabari Kakak yang berada di Bandung.</div><div><br></div><div>Tak terbayang bagaimana dulu Babeh dan Kakak menghadapi hal yang sama saat Ibu meninggal. Bedanya, saat itu kondisi biasa. Paling tidak bisa langsung mengumumkan di RT untuk meminta bantuan tetangga menata rumah, menerima tamu. Yang ini kondisi tidak biasa. Selanjutnya yang terfikir hanyalah, bagaimana cara pemakamannya. </div><div><br></div><div>Selama ini saya hanya melihat di TV sekilas gambaran pemakaman jenazah dengan status positif corona. Tapi saat harus mengurus itu sendiri, saya tidak tahu harus melakukan apa. </div><div><br></div><div>Rumah sakit menyerahkan sepenuhnya pada keluarga, karena fasilitas pemakamam dari Pemerintah Kota akan memakan waktu yang cukup lama. Saya menelepon Pak Budi. Bapak sepuh sahabat Babeh yang sudah seminggu terakhir ini <i>riwa riwi</i> sibuk membantu mencarikan donor plasma konvalesen untuk Babeh.</div><div><br></div><div>"<i>Mbak, maaf, saya sama seperti mbak, tidak punya pengalaman, jadi saya juga tidak tahu bagaimana prosedurnya. Saya kesana dulu saja njih</i>"</div><div><br></div><div>Menutup telepon ke Pak Budi, saya makin tersadar. Ini bukan kondisi biasa. Saya seperti bermimpi, setengah mati memohon diberikan kesehatan, dijauhkan dari corona, karena akan sedih sekali harus melepas kepergian orang tersayang tanpa bisa memeluk untuk terakhir kalinya. Ternyata jauh dari terkabulnya doa, saya harus bergabung dalam kumpulan orang yang berduka akibat corona.</div><div><br></div><div>Selang beberapa menit kemudian, perawat datang, menyerahkan APD lengkap. Ibu, kami tunggu Ibu siap, untuk melihat Bapak.</div><div><br></div><div>Apa yang harus saya lakukan. Saya coba <i>googling</i> doa jenazah. Sebisa mungkin menghafalkan, dan merutuki kembali kesalahan tiga tahun lalu saat Ibu saya berpulang. Kenapa sudah tiga tahun lamanya, saya tetap lupa menghafal doa.</div><div><br></div><div>Satu hal yang membuat saya semakin lemas pagi itu, bukan karena saya sendiri. Tapi pemakaman harus dilakukan maksimal empat jam pasca meninggal. Dan kakak saya tidak mungkin mencapai Semarang dalam waktu secepat itu. Saya mengabarkan ke Kakak untuk bersiap <i>video call</i>, agar ikut menyaksikan Babeh untuk terakhir kalinya. Kalau Babeh masih ada, pasti sudah ribut menunda pemakaman, menunggu anak-anaknya datang. Karena beliau tahu pasti, pasti, sesak sekali rasanya, tidak menyaksikan sendiri. <i>Aku tahu juga Beh, tapi mau bagaimana lagi. Kami ikhlas sampai disini.</i></div><div><br></div><div>Saat masuk, saya hanya bisa istigfar. Doa jenazah buyar entah kemana. Saya hanya terus menerus istigfar sambil tetap berusaha mengarahkan kamera <i>handphone</i> ke wajah Babeh, memastikan Kakak yang rela berbagi layar dengan bude-bude, bisa melihat dengan jelas.</div><div><br></div><div>Berbeda dengan perasaan <i>denial</i> saat melihat jenazah Ibu dulu, kali ini saya sadar, itu Babeh. Ya, Babeh yang tidak bisa terlihat tersenyum karena masih terpasang ventilator. </div><div><br></div><div>Di samping ranjang ada meja dengan gelas kertas, <i>water heater</i>, dan <i>sachet</i> kopi instan di atasnya. Sepertinya Babeh tetap ingin menikmati hari-hari terakhirnya, mendekatkan diri padaNya sambil tetap ditemani minuman kesukaannya.</div><div><br></div><div>Saya tersenyum simpul. Sedih, tapi saya tahu Babeh baik-baik saja. <i>Lebih baik malah</i>.</div><div><br></div><div>Ambulance yang sudah saya pesan membawa peti. Petinya bagus sekali, dengan berbagai lapisan sesuai protokol kesehatan yang sudah disiapkan. Persis seperti yang ada di TV. Babeh muncul dengan kondisi tertutup rapat, tidak bisa dilihat. </div><div><br></div><div>Iring-iringan jenazah hanya terdiri dari mobil saya dan ambulance. Tanpa sirine bahkan ambulance dan mobil saya sempat terpisah lampu merah. Jauh berbeda dibanding pemakaman Ibu yang Babeh siapkan dengan sangat sempurna.</div><div><br></div><div>Untuk pemakaman Ibu, ambulance yang terbaik, sirine yang membuka jalan, iring-iringan panjang mobil dan bus wisata besar. <i>Maaf ya Babeh, Babeh harus diantar dengan kondisi seadanya begini</i>.</div><div><br></div><div>Ambulance mampir ke rumah. Sudah ada tenda sederhana dan warga yang berkumpul. Solat Jenazah diadakan di jalan, menghadap ke mobil ambulance. Itupun sebenarnya sudah dilarang pemerintah. Saya tidak punya tenaga lagi untuk melarang itu semua. Mencegah tetangga untuk masuk ke rumah sudah membuat saya kelimpungan. Saya masih punya balita dan bayi. Setelah semua ini, kami perlu tempat berlindung menjauh dari kerumunan. Kalau tidak dirumah, dimana lagi.</div><div><br></div><div>Syukurlah, makam sudah dipersiapkan. Pengurusan dibantu oleh Pak RT. Menunggu proses penggalian makam terasa sangat lama.</div><div><br></div><div>Alhamdulillah, bersamaan dengan adzan solat dzuhur, Babeh kembali ke bumi.</div><div><br></div><div>Beruntungnya saya dikelilingi orang-orang baik hati. Yang rela tetap mendatangi untuk menemani keluarga yang berduka. Meskipun jenazahnya positif corona. Saya merutuki sikap hiperbola saya yang melarang Babeh takziyah keluarga positif corona. Padahal bisa jadi keluarga sama sekali tidak ada kontak dengan yang sakit. Kalau tidak ada orang-orang itu, sepertinya saya sudah pingsan saja hari itu.</div><div><br></div><div>Selepas pemakaman, kami pulang ke rumah. Tidak ada orang. Rasanya seperti tidak ada apa-apa. Seperti kami pulang dari jalan-jalan saja. Meskipun saya katakan baik-baik saja dan meminta Kakak tidak perlu buru-buru datang, rasanya lega sekali ketika melihat Kakak datang, tidak lama setiba saya dari pemakaman. Mungkin sebenarnya saya tidak baik-baik saja, hanya mati rasa, jadi tidak terasa.</div><div><br></div><div>Babeh seolah tahu anak-anaknya tidak cukup cekatan untuk menerima tamu di rumah. Jadi Babeh pergi begitu saja. Meskipun sesak sekali rasanya, kami relakan kebaikan orang tua yang bertekad tidak mau merepotkan anak-anaknya. </div><div><br></div><div><div>Sore 18 April 2021 yang kelabu. Tapi tak sekelabu saat Ibu tiada dulu. Yang ini rasanya <i>plong</i>. </div><div><br></div></div><div>Sampai ketemu lagi, Babeh. </div><div><br></div><div>Rasanya kangen sekali! Meskipun tetap <i>ngeledek</i>, tapi senang sekali waktu Babeh datang ke mimpi dengan wajah cerah ceria pamer bisa makan bakso lagi.hihi! </div><div><br></div><div style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhSPO1jxoo0cuu-sopemKGgj3wbyWDTKDOL8vNT_elNGvIHjfpYF-Hj63C9OIWNHXKdsY9jKCDrWb5xw5fe-fR-Viou03hCNSZIKhXVv11FG9NYDcy6Gzk1sEU5nx_JW_p4SA_ricaRJo2zPtzJQ6h2sLUS4QZ3YfBhux9KTBpgK559FDtPSdqmjK4I=s1093" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1093" data-original-width="711" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhSPO1jxoo0cuu-sopemKGgj3wbyWDTKDOL8vNT_elNGvIHjfpYF-Hj63C9OIWNHXKdsY9jKCDrWb5xw5fe-fR-Viou03hCNSZIKhXVv11FG9NYDcy6Gzk1sEU5nx_JW_p4SA_ricaRJo2zPtzJQ6h2sLUS4QZ3YfBhux9KTBpgK559FDtPSdqmjK4I=s320" width="208"><br></a><span style="text-align: left;">Selamat ketemu Ibu, Beh! Selamat makan dan minum enak bersama-sama lagi 😎</span></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-63691867848959501682022-01-25T03:12:00.111+07:002022-01-25T05:19:49.816+07:00Semua tentang Gajah: Bubu Gajah dan Gajah di Jalanan Ibu Kota<p>Sepertinya hampir semua orang setuju bahwa melihat dan mengomentari orang lain akan terasa lebih mudah dibanding dengan bercerita tentang-atau memberikan kritik untuk- diri sendiri. Masih kuat dalam ingatan, orang tua saya sering sekali membahas kehidupan orang lain dalam <i>obrolan</i> sehari-hari keluarga. Cerita yang diangkat mayoritas beraura negatif, diakhiri dengan <i>istigfar </i>mohon ampun agar dijauhkan dari kondisi tersebut, dan <i>hamdallah</i> bersyukur bahwa keluarga kami ada dalam kondisi yang jauh lebih baik dari tokoh di cerita itu. </p><p>Sedikit mengingat isi The Danish Way of Parenting, ternyata salah satu hal yang diyakini membuat anak-anak di Denmark tumbuh menjadi orang yang bahagia adalah buku cerita anak yang dibuat sesuai realita. Tidak hanya menampilkan suka, tetapi juga duka, dan tidak jarang memberikan akhir cerita yang sedih. <i>Dipikir-pikir</i> mungkin ini sejalan dengan kebiasaan orang tua saya. Entah sengaja dengan dasar ilmu <i>parenting</i> atau memang <i>tabiat</i> saja suka <i>ngomongin </i>orang (hahaha), kebiasaan <i>ngrasani -</i>membicarakan- orang sedari dini tanpa sadar membuat saya bahagia. Mungkin karena merasa hidup di tengah keluarga yang baik-baik saja, tidak seperti <i>si anu</i> atau <i>si itu</i> yang begini dan begitu. Tentunya kalau harus mengulangi gaya <i>parenting</i> seperti ini saya akan memilih mengangkat pembelajaran dari buku cerita saja, tidak se-ekstrim orang tua saya yang langsung mengutip dari kisah nyata.hahaha.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgBTqCGlvlx6OLqOFxdX4z-e_a5CEzimCWQg_g4mXk1RmKfXhqNo6qGuSXjfSjLvLT9LVfrFc3xjuv20hRZ0aEDip7azSBAGxiYcsSYRs3lbtNQHzH8ITpMW7xQfSpnBsfa-M19najwSx7QqTXGAVHpsnIiToSAUNKPEX3uGyCvTgWcWUA_uT79DLPy=s400" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="400" data-original-width="267" height="195" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgBTqCGlvlx6OLqOFxdX4z-e_a5CEzimCWQg_g4mXk1RmKfXhqNo6qGuSXjfSjLvLT9LVfrFc3xjuv20hRZ0aEDip7azSBAGxiYcsSYRs3lbtNQHzH8ITpMW7xQfSpnBsfa-M19najwSx7QqTXGAVHpsnIiToSAUNKPEX3uGyCvTgWcWUA_uT79DLPy=w130-h195" width="130" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">The Danish Way of Parenting, saya yakin orang tua saya belum pernah baca buku ini</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: xx-small;">sumber: https://www.goodreads.com/book/show/28815322-the-danish-way-of-parenting</span></div><p>Selain sisi positif menumbuhkan rasa bahagia, kebiasaan mendiskusikan kondisi orang lain tadi ternyata membuat saya sering lupa untuk melihat ke dalam diri sendiri. Setelah hidup mandiri, terlebih saat kedua orang tua sudah tiada, rasanya seperti tertampar-tampar realita. Ternyata, kehidupan saya dan cerita orang tua saya, <i>kok sama sama saja</i>, ahahaha. Terlalu banyak memperhatikan orang lain, khawatir juga <i>yah</i> jadi orang yang tidak tahu diri. Agar kembali berpijak di bumi, mari kita tuliskan tentang diri sendiri kali ini. Mengingat saya tidak punya <i>outstanding</i> <i>behaviour </i>yang cukup menarik diceritakan apalagi dicontoh, mari kita ceritakan kehidupan sehari-hari saya sebagai mamah gajah saja. </p><h3 style="text-align: left;">Kehidupan Bubu Gajah</h3><div>Perjalanan saya menjadi bubu, ibu untuk anak-anak saya, belum seberapa panjang. Baru lima tahun lamanya dimana satu tahun belakangan dengan dua anak, tapi rasanya sudah <i>wow </i>sekali. Kalau sedang lupa diri, sering kali saya merutuki mengapa orang tua saya cepat sekali pergi. Pasalnya, saya ingin tanya bagaimana mereka dulu menghadapi saya. Maksudnya tentu saja <i>mau</i> <i>nyontek</i> cara-cara menghadapi anak yang <i>macem-macem polahnya</i>. Paling tidak agar anak-anak saya bisa merasa seperti saya, tidak <strike>sadar</strike> merasa punya luka pengasuhan dan <i>kangen</i> bapak ibunya ketika dewasa karena merasa bahagia tumbuh di dalam keluarga. </div><div><br /></div><div>Tidak ada yang luar biasa dari kehidupan saya sebagai bubu, kecuali, kehebohan jungkir balik kesana kemari untuk mengurus anak. Mungkin karena saya kurang berilmu untuk mengarungi kehidupan <i>parenting</i> ini. Satu yang bisa saya ceritakan adalah saya merasa cukup dekat dengan anak-anak saya. Si sulung selalu menceritakan apapun yang dilihat dan dipikirkannya, dan si bungsu siap siaga <i>mengendus</i> kedatangan saya di ruang keluarga selepas kerja untuk segera minta <i>pangku</i> atau <i>gendong</i>. Dengan ukuran tubuh mereka yang semakin membesar, rutinitas malam masih saja sama. Sikat gigi, bermain petak umpet, baca buku, dan diakhiri dengan <i>nemplok </i>sampai <i>merem</i>. Maaf posting kali ini penuh <i>kejorokan </i><i>- </i>tapi bisa dikatakan dua anak ini ibarat fans berat <span style="font-size: xx-small;">ketek</span> saya. Saya tidur dengan posisi 1/2 badan menghadap ke kanan dan 1/2 badan lainnya menghadap ke kiri karena dua anak saya selalu ingin <i>nemplok</i> dengan posisi saya menghadap ke arah mereka. Kalau sudah begini, sering kali saya iri pada didi nini towok yang bisa punya dua sisi tubuh dan wajah 😝. Setiap malam, dua anak ini tidur dengan sangat nyenyak dibawah naungan <span style="font-size: xx-small;">ketek</span> saya, seolah tidak peduli pada bubunya yang <i>meliuk-liuk encok</i>. <i>Well</i>, menggerutu tapi pada faktanya ketika harus tidur tanpa anak-anak dengan posisi lurus yang jauh lebih ideal, saya tidak bisa tidur😓.</div><div><br /></div><div>Setiap hari, ritual malam dan siang hari tidak jauh berbeda. Dua anak <i>nemplok</i> dan praktis saya tidak leluasa pergi kemana-mana. Jangankan berharap ke luar rumah, ke kamar mandipun drama.hahaha.</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiM2kMbtEhdFq-e3b2pDcKo7YG6Fv-5AKxum2b-2Lw7baIAzqZXv_d87VDqPfJjvkbxze2qlGbnTeTXMj3q_PZrosl58hjlcziZ_KlIHaRirWwgciscJZQTJleiGQe_fLF056Iz_ygvkziy97cKtCCYGZjHPCSjrSSHYI6_ovFAgcFBpzTPo1o_m-5B=s400" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="225" data-original-width="400" height="148" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiM2kMbtEhdFq-e3b2pDcKo7YG6Fv-5AKxum2b-2Lw7baIAzqZXv_d87VDqPfJjvkbxze2qlGbnTeTXMj3q_PZrosl58hjlcziZ_KlIHaRirWwgciscJZQTJleiGQe_fLF056Iz_ygvkziy97cKtCCYGZjHPCSjrSSHYI6_ovFAgcFBpzTPo1o_m-5B=w263-h148" width="263" /></a></div><br /><div style="text-align: center;">Induk koala dan dua anaknya, sangat menggambarkan saya</div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Sumber: http://www.tahupedia.com/content/show/1849/10-Induk-Hewan-Yang-Sangat-Protektif-Terhadap-Anaknya</span></div><div><br /></div><div><i>Ngedumel</i> mengapa punya anak <i>kok nemplokan </i>semua, sibuk mempertanyakan apakah saya akan membesarkan anak-anak yang tidak bisa hidup mandiri tanpa <span style="font-size: xx-small;">ketek</span> saya, sampai suatu hari di akhir tahun lalu, saya dan suami mengantar si sulung pergi untuk ikut obeservasi sekolah. Diantar hingga bertemu dengan panitia penerimaan siswa baru, tanpa ragu dia melambaikan tangan untuk meninggalkan saya dan baba-nya, mengikuti ibu panitia menuju kelas observasi. Samar dari kejauhan, terlihat dia melepas sepatunya sendiri, meletakkan di rak sepatu, menyapa ibu guru dan anak-anak lainnya, dan dengan sangat gembira mengikuti seluruh proses observasi yang cukup panjang, setengah hari lamanya. </div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgA0Tktm-f134gmjT2EdaS_0cprnEzJLGQOJKdUvRb8_f7uqzCbIceQ_FeaPDgtyy9aR6oxIhhkK7pjSr2pTYV1D3efVCV45SJ1QP2Vx4Qai1LWe4bRXLzeQrx5DDEIUblO7ul0NYlxNI7y_t_BLRxtviL7A1JO3sPL8shU2DdCibRyW3c6FeJqvSl_=s1024" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1024" data-original-width="768" height="207" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgA0Tktm-f134gmjT2EdaS_0cprnEzJLGQOJKdUvRb8_f7uqzCbIceQ_FeaPDgtyy9aR6oxIhhkK7pjSr2pTYV1D3efVCV45SJ1QP2Vx4Qai1LWe4bRXLzeQrx5DDEIUblO7ul0NYlxNI7y_t_BLRxtviL7A1JO3sPL8shU2DdCibRyW3c6FeJqvSl_=w155-h207" width="155" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">Bayi gajah yang sudah tidak bayi lagi😢</div><div><br /></div><div>Kaget dan bersyukur. Bayangan harus membujuk bayi 25 <i>kilo</i> yang menangis tantrum <i>guling-guling</i> di rumput menolak masuk ruang observasi sendiri ternyata sama sekali tidak terjadi. Anak gembira, menyisakan bubu yang terharu <i>mellow</i>. Bayi bubu sudah besar. Setiap moment meliuk-liuk encok dengan anak-anak <i>nemplok</i> sepertinya memang harus benar-benar dinikmati. Ternyata, 5-6 tahun itu akan berlalu dengan cepat sekali. Apalagi kalau mengingat taring <i>bubuzilla</i> yang sering kali muncul di sepanjang hari, <i>duh</i>, <i>rasanya jauh lebih mellow lagi...</i></div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Mamah Gajah Pergi Bekerja</h3><div>Bila peran sebagai bubu saja tidak ada yang istimewa, apa lah menariknya menceritakan saya sebagai pekerja. Tidak seperti peran sebagai bubu yang tanpa cuti, pekerjaan saya memberikan fleksibilitas tingkat tinggi dalam urusan waktu dan keluarga. Seperti banyak pekerjaan lainnya di Indonesia, kantor saya memberikan cuti melahirkan dan cuti berkabung. Mungkin yang sedikit berbeda, saya juga mendapat slot cuti untuk mengurus anak yang sakit dan cuti acara pembaptisan anak. Di Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama muslim diartikan sebagai cuti untuk acara <i>sunatan</i> anak. Pada kenyataannya, seringkali untuk berbagai keperluan tersebut saya cukup melapor kepada atasan dan mendapat instruksi untuk izin saja, tanpa harus mengambil cuti. Jadi jatah cuti, apalagi di jaman pandemi ini, jarang sekali habis hingga di akhir tahun. hahaha.</div><div><br /></div><div>Saya tidak akan menceritakan bagaimana saya bekerja, menangani <i>paper work</i> dan manusia dalam waktu bersamaan adalah hal yang sangat biasa dan tidak cukup istimewa. Satu hal yang membuat rutinitas bekerja saya dua bulan terakhir ini menjadi berbeda adalah ketika saya pindah rumah ke pinggiran kota Jakarta, dan seiring melandainya grafik kasus covid di akhir tahun lalu, kantor saya mewajibkan pekerjanya untuk datang ke kantor lagi.</div><div><br /></div><div>Naik angkutan umum, seperti bus atau kereta, di kondisi pandemi yang masih abu-abu ini tentunya bukan pilihan terbaik. Belum sepenuhnya beroperasi jadi jumlah armada terbatas, dan membayangkan harus berdesakan dengan orang-orang lain membuat keengganan kembali ke kantor semakin besar. Tidak ada jalan lain, saya harus naik mobil ke kantor. Mengharapkan suami bisa mengantar dan menjemput adalah suatu keniscayaan. </div><div style="text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: left;">Saya harus belajar bawa mobil sendiri. </div><div><br /></div><div>Bila selama ini duduk di kursi kemudi untuk mengantar anak ke <i>daycare</i> yang jaraknya hanya sekitar 5 KM dari rumah dan hanya melewati jalan-jalan kecil saja sudah membuat saya gemetaran, kali ini, saya harus mengarungi jalanan Jakarta-Bekasi. Sekitar 35 KM panjangnya, melalui tol-tol besar dan jalan layang, sebagian besar diantaranya berbagi jalan dengan supir-supir truk <i>tronton</i> lintas kota antar provinsi. Tak terbayang bagaimana saya harus melakukannya.</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhKxIroJr3JwkKIs4E3r9itKRDDBKULCjz6od2JWAqY-SL-oRQktqSGc6r2cTWKHasqt1XZCIdUQFPu92MRutNllSjKaHgY7PJq3WVopUbDRxpfeDCbytXbyynjvNAiIGFcN87aBMs6lalbftg5Y2KJs3XMhVGHn8H9e_4_wHemV9yi94GzP63XdSrk=s700" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="394" data-original-width="700" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhKxIroJr3JwkKIs4E3r9itKRDDBKULCjz6od2JWAqY-SL-oRQktqSGc6r2cTWKHasqt1XZCIdUQFPu92MRutNllSjKaHgY7PJq3WVopUbDRxpfeDCbytXbyynjvNAiIGFcN87aBMs6lalbftg5Y2KJs3XMhVGHn8H9e_4_wHemV9yi94GzP63XdSrk=s320" width="320" /></a></div><br /><div style="text-align: center;">Truk dan macet. Setelah duduk di kursi supir, barulah saya paham mengapa suami saya sering kali merutuki perilaku supir truk di jalan😂</div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: xx-small;">sumber: https://finance.detik.com/infrastruktur/d-4412621/dibilang-mahal-begini-rincian-tarif-tol-trans-jawa-untuk-truk</span></div><div style="text-align: center;"><br /></div><div>Percobaan pertama perjalanan ke kantor di hari Sabtu, saat jalanan tidak padat dan didampingi suami. Saya, yang tidak terbiasa <i>nyetir</i> di jalan tol dan lemah dalam membaca peta apalagi mengingat jalan, memerlukan waktu 3 jam untuk sampai di kantor. Pengalaman pertama ini menyisakan sakit punggung dan pundak tegang yang baru hilang seminggu kemudian, itu pun dengan bantuan 2 <i>tube cream</i> pereda nyeri otot dan entah berapa lembar koyo. </div><div><br /></div><div>Percobaan kedua, lebih baik. Masih sakit punggung dan pundak, tapi paling tidak sudah berkurang, karena tidak ada suami yang heboh mengomentari saya "<i>ngangkangin</i>" marka jalan atau menyetir terlalu <i>mepet</i> pembatas jalan akibat sibuk berusaha menjauh dari truk <i>tronton</i> yang ada di sebelah saya. Estimasi perjalanan 1,5 jam, berakhir dengan <i>delay</i> 2 jam, menjadi 3.5 jam karena saya salah ambil lajur jalan layang, <i>okelah yang ini masih dimaafkan</i>.</div><div><br /></div><div>Percobaan ketiga, jauh lebih santai dan mencoba mengisi kebosanan di jalan dengan mendengarkan radio. Perjalanan menjadi sangat menyenangkan, tetapi tetap menghabiskan waktu 3 jam. Saya sibuk tertawa mendengarkan siaran radio sampai lupa melihat peta. Terlewat <i>exit toll</i>. Menuju <i>exit toll</i> itu saja sudah perjuangan tersendiri. Sekarang saya harus berputar, dan mengantri dari awal lagi. Terbayang senyum memukau petugas pom bensin dengan perkataan khas-nya: dari nol ya bu☺ -<i>Alamak</i>, mau pingsan rasanya!😂.</div><div><br /></div><div>Percobaan keempat, lebih berkonsentrasi, dan <i>yeay</i>! 2 jam saja untuk sampai ke kantor.</div><div><br /></div><div>Hari kelima saya merasa sudah jauh lebih lihai, bisa pindah jalur di <i>toll</i> tanpa mendapat klakson dari mobil lain, dan menyetir dengan lebih bersahaja. </div><div><br /></div><div>Sekarang, di jam-jam sibuk, saya bisa mencapai kantor atau rumah relatif hanya dengan 1,5 jam saja. Bangga, berhasil jadi supir Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), tentunya tidak termasuk ugal-ugalannya yaaa.hehehe</div><div><br /></div><div>Kepepet adalah faktor pendorong terbesar saya. Sisanya, tentu saja setiap perjalanan harus dipersiapkan dengan baik. Bahan bakar, ban, dan saldo <i>e-toll</i> harus dalam keadaan terisi cukup. Untuk ketiga hal ini, suami adalah <i>supporting system</i> terbesar saya. Dia rajin sekali memastikan mobil dan kelengkapannya siap dipakai sang istri. Mungkin karena terlalu horor membayangkan ditelepon istri yang <i>nangis-nangis</i> jongkok di pinggir di jalan <i>toll</i>, meminta jemput karena kehabisan saldo <i>e-toll</i>.</div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Mamah Gajah dan Cap Gajah</h3><div>Tentu saja cap gajah sangat mempengaruhi berbagai peran yang saya jalankan. Seperti banyak anak gajah lainnya, saya merasa senang bersekolah di kampus gajah. Tentu saja terbesit dalam pikiran, saya ingin anak-anak saya kelak juga kuliah di kampus ini, atau paling tidak menemukan tempat kuliah versi mereka, yang membuat mereka sebahagia saya. Peran saya sebagai pekerja juga tidak jauh-jauh dari cap gajah. Entah berapa gajah yang ada di sekitar saya. Saking banyaknya, mungkin lebih mudah untuk menghitung jumlah hewan lainnya saja. Bangga, pasti ada. Namun, sering kali malu juga. Sudah banyak gajah dari kampus terbaik bangsa yang ikut bekerja tapi masalah bangsa tak kunjung selesai jua. Terlepas dari itu, tidak bisa dipungkiri, membawa label gajah cukup mempermudah saya untuk berinteraksi dalam dunia kerja karena yang ditemui biasanya ya sesama dari dunia gajah juga. Meskipun, gajah juga banyak bentuk dan jenisnya yaaa. Ada yang malu-malu, ada yang malu-maluin, <i>eh itu sih</i> <i>saya aja</i>, tapi relatif lebih menyenangkan <i>lah</i>. Paling tidak bisa dimulai dengan percakapan khas gajah: jurusan apa angkatan berapa. Setelah itu, lanjut mengobrol? Biasanya iya, tapi tidak jarang juga setelah pertanyaan pembuka, saya merasa ingin secepatnya melipir kabur.hahaha.</div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Penutup</h3><div>Cerita kali ini ditulis untuk memenuhi <a href="http://www.mamahgajahngeblog.com/tantangan-mgn-januari-2022--tentang-dirimu-mamah-gajah/">Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog pertama di tahun 2022: Tentang Dirimu dan Mamah Gajah. </a></div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEi8V9b2Q9CoiJvpO3QqFrseWg48hkijeeNIZskoDICAD9l6E5P7VOojvByGXEy_ICqBGjJE6fcyKwK65_izCDAAeN1Bgd-Pp2ar26CPZFq0uIz0HazugMCGEOGS6AF92o0DqSgf3sQp9Gi0A1p3Pu7hxj3AMRF9AmXgWuB0sXyA_7_y29Fv7bnp_m7P=s1000" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="700" data-original-width="1000" height="224" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEi8V9b2Q9CoiJvpO3QqFrseWg48hkijeeNIZskoDICAD9l6E5P7VOojvByGXEy_ICqBGjJE6fcyKwK65_izCDAAeN1Bgd-Pp2ar26CPZFq0uIz0HazugMCGEOGS6AF92o0DqSgf3sQp9Gi0A1p3Pu7hxj3AMRF9AmXgWuB0sXyA_7_y29Fv7bnp_m7P=s320" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div><br /></div><div>Tentunya akan lebih mudah untuk saya bila judul tantangannya adalah tentang Tetanggamu, Mamah Gajah. Kalau itu <i>sih</i>, saya tinggal mengingat kembali kumpulan kisah obrolan keluarga di masa kecil, pasti lebih dari 500 kata, hahaha. Menceritakan tentang diri sendiri ternyata menantang juga <i>ya</i>. Sambil menulis, melihat kembali apakah hari-hari yang dijalani selama ini sudah cukup berarti. Di balik itu, karena setiap hari berlalu dengan sangat cepat, sering kali kita lupa bersyukur. Duduk sejenak menuliskan cerita ini mengingatkan saya untuk lebih mensyukuri setiap hal yang ada dalam kehidupan saya.</div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-85331746133656554602021-12-22T17:45:00.003+07:002021-12-22T17:45:53.629+07:00Perjalanan Menyambut Anak Kicik bagian Pertama<p> Melahirkan anak pasti menjadi momen tak terlupakan bagi setiap ibu. Perasaan bahagia, haru, sedih, <i>was-was</i>, pasti ada. Takut? bukan lagi, jangan ditanya. Campur aduk, begitu kira-kira rasanya. Untuk saya, salah satu hal pertama yang perlu dipikirkan begitu tahu sedang hamil adalah: akan kontrol dengan dokter siapa dan dimana? Setelah tertunda <strike>5 tahun</strike> cukup lama, akhirnya tergerak juga untuk menuliskan pengalaman melahirkan anak pertama ini sebagai catatan. Sebagai kenang-kenangan untuk saya, dan tentunya bisa menjadi informasi untuk siapapun yang membutuhkan.</p><h3 style="text-align: left;">dr. Aswin Sastro Wardoyo di RS Puri Cinere</h3><p>Saya tinggal di daerah Jakarta Selatan pada kehamilan anak pertama di tahun 2016. Berdasarkan rekomendasi dari sepupu, saya memutuskan untuk kontrol ke dokter Aswin di RS Puri Cinere. Untuk saya yang baru pertama kali datang ke rumah sakit di Jakarta, cukup menyenangkan datang ke rumah sakit ini. Tidak terlalu besar, bersih, mekanisme administrasi sederhana dan cukup cepat.</p><p>Antrian pendek, cukup menunggu 15 menit, nama saya dipanggil oleh perawat. Masuk ke dalam ruang dokter rasanya <i>deg-degan</i>. Berhubung baru pertama kali ke <i>obgyn</i>, bingung juga harus <i>ngomong </i>apa. Apalagi sudah dapat doktrin dari sepupu saya yang heboh menceritakan dokter Aswin ini gitaris dan suara beliau ketika bilang: "Selamat ya Ibu.. positif hamil" akan terdengar sangat merdu dan membuat kita melayang. Ketika masuk ruang dokter, saya menjumpai dokter sepuh-yang memang tetap ganteng <i>sih</i> meskipun sepuh- dan sangaaaaaat lembut. <i>No wonder</i> dokter Aswin cukup jadi favorit ibu-ibu hamil yang rata-rata perlu seseorang yang menenangkan-dan ganteng? #eh </p><p>Sayangnya, ketika kontrol pertama, layar USG baru menunjukkan titik, jadi perlu periksa ulang 2 minggu lagi untuk memastikan titik itu adalah kantong berjanin, atau kantong kosong. Jadi, mohon maaf saya <i>nggak</i> bisa cerita apakah suara beliau ketika mengucapkan selamat di pertemuan pertama itu benar-benar membuat melayang atau tidak.hahaha</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhNR4xlvVa0_Z5bD8I90IUs_uTJz1PXJHthbu-YCgOvoid2JWzK7H-bWUlGyZOlL5qoYkLCWM8kktVdYC48LBPHPW17BjBwzJ0D73uti5W9uhvdt1w7jmpvGygm_VDPM21Q4yACD0gcldcWVWQJhUfpxQNKa_83SoApMVSSajFY2eQarxtni3b7wSO_=s275" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="275" data-original-width="183" height="226" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhNR4xlvVa0_Z5bD8I90IUs_uTJz1PXJHthbu-YCgOvoid2JWzK7H-bWUlGyZOlL5qoYkLCWM8kktVdYC48LBPHPW17BjBwzJ0D73uti5W9uhvdt1w7jmpvGygm_VDPM21Q4yACD0gcldcWVWQJhUfpxQNKa_83SoApMVSSajFY2eQarxtni3b7wSO_=w150-h226" width="150" /><br /></a><br /></div><div style="text-align: center;">dr. Aswin-mungkin banyak ibu-ibu terpikat karena membayangkan proses melahirkan yang mules itu ditemani konser gitar. </div><div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: small;">sumber: https://singolion.wordpress.com/2013/11/24/ngayogjazz-2013-rukun-agawe-jazz-jazz-agawe-rukun/</span></div><p><br /></p><h3 style="text-align: left;">Pindah ke RSPI Pondok Indah</h3><p>Karena dapat <i>value</i> dari orang tua bahwa melahirkan itu urusan hidup dan mati, saya selalu ingin memastikan rumah sakit tempat saya melahirkan menyediakan ICU dan NICU untuk keadaan-keadaan kritis tidak terduga. Karena alasan inilah saya pindah ke RSPI Pondok Indah. Selain fasilitas, tentunya juga dengan pertimbangan disana <strike>murah</strike> ada dokter Aswin yang praktik di akhir pekan. ICU, NICU, dokter Aswin, dan akhir pekan. Tidak perlu drama bolak balik izin kantor setiap mau kontrol. Cocok sudah!</p><p>Satu hal yang saya suka dari RSPI Pondok Indah adalah mereka menerapkan shift antrian per 30 menit. Jadi, seramai apapun pasiennya, rata-rata saya hanya perlu menunggu 30 menit saja untuk bertemu opa <i>obgyn</i> kesayangan. Selain itu, ada kasir dan farmasi khusus di poli <i>obgyn</i>, jadi ibu hamil tidak perlu <i>was-was</i> harus berkumpul dengan pasien-pasien poli penyakit lainnya.</p><p>Bisa dikatakan, dokter Aswin cukup detail dalam memeriksa kondisi ibu dan janin. Sesi pemeriksaan dengan USG cukup panjang dan santai tidak terburu-buru. USG 3G dan 4G di ruangan juga diperlihatkan <i>for free</i> karena yang muncul di tagihan hanya USG 2D. Diluar itu dokter Aswin sangat cocok bagi ibu-ibu yang ingin menjalani kehamilan dengan perasaan santai <i>kayak</i> di pantai. Beliau tipikal dokter yang tidak <i>over treatment</i>. </p><p>"Kalau tidak ada masalah, kenapa harus was-was? Ibu sehat, janin baik. Yang lain tidak usah terlalu dicemaskan. Cukup minum folavit saja ya buuu". Saya yang sedang sibuk membayangkan nonton konser musik pun angguk-angguk manut saja. </p><p>Nah, sebaliknya, menurut saya dokter Aswin kurang cocok bagi ibu-ibu yang perlu perhatian extra semacam kontrol kenaikan berat badan. Menurut dokter Aswin, selama kenaikan masih wajar dan janin berkembang dengan baik, <i>bebaskeeuuuun</i>. Apalagi duet maut dengan kantin RSPI yang makanannya entah mengapa layaknya tempat wisata kuliner-menarik dan enak semua. <i>Buyaaar sudah buyaaar masalah berat badan ideal.</i></p><h3 style="text-align: left;">Mengungsi ke RS Telogorejo atau Semarang Medical Center (SMC)</h3><p>8 bulan berjalan, kehamilan saya baik-baik saja. Namun, dengan pertimbangan kehebohan melahirkan anak pertama, saya dan suami memutuskan untuk pindah sementara ke Semarang, kota tempat tinggal orang tua saya. Apalagi dalam kondisi suami terkena <i>lay-off</i> alias PHK tepat ketika kehamilan saya memasuki bulan ke-9. Suami pengangguran tidak perlu ke kantor, dan saya sudah mulai cuti melahirkan. Tidak ada alasan lagi untuk <i>stay</i> di Jakarta.</p><p>Sama seperti pencarian rumah sakit di Jakarta, saya fokus kepada ICU dan NICU. Bukannya berfikiran negatif yaa, hanya preventif saja, dan persiapan preventif ini membuat saya lebih tenang. </p><p>Rumah Sakit Telogorejo selalu menjadi andalan keluarga saya sejak dulu. Fasilitasnya lengkap dan pelayanannya bagus. Tempat saya dirawat ketika terserang demam berdarah saat kelas 2 SD, dan tempat bapak saya selamat mendapat pertolongan sigap saat serangan stroke. <i>Well, tempat bapak saya menghebuskan nafas terakhir juga sih</i> tapi di <i>moment</i> ini pun saya tetap merasa rumah sakit ini adalah opsi terbaik di Semarang untuk keadaan gawat darurat.</p><p>Kesan menyenangkan saya dapat ketika melahirkan anak pertama di rumah sakit ini. Kamar menginap yang bersih, perawat yang sigap membantu, ramah, dan cekatan. Apalagi setelah berkutat dengan daftar harga kamar dan paket melahirkan di RSPI Pondok Indah (yang saya sendiri tidak terbayang bagaimana cara bayarnya, hahaha), tentunya melihat perkiraan biaya melahirkan di rumah sakit ini cukup melegakan. Dengan tujuan menghibur bapak dan ibu saya yang <i>excited </i>luar biasa menyambut cucu pertama, saya memilih kamar VIP B dengan <i>extra bed</i> yang lebarnya sama dengan kasur <i>double</i> di hotel. Jadilah, <i>moment </i>menunggu cucu lahir lebih mirip <i>stay cation</i> bagi suami, bapak, dan ibu saya. Semua senang! </p><p>Saat akan masuk ruang operasi dan ketika akan membawa bayi pulang, petugas keamanan berjaga di sepanjang lorong rumah sakit dan <i>lift</i> untuk <i>clearing</i>. Memastikan perjalanan saya (yang hanya dari 1 ruangan ke ruangan lainnya) kala itu bebas lancar tanpa hambatan. Selepas operasi, begitu masuk ke kamar saya disambut tumpeng mini sebagai ucapan selamat menyambut kedatangan buah hati ke dunia. Beberapa <i>gimmick </i>kecil yang membuat saya cukup gembira kala itu. </p><p>Terlepas dari harga, kebersihan, pelayanan yang memuaskan, saya rasa SMC perlu meningkatkan prosedur operasional terkait menyusui dan edukasi lainnya untuk ibu. Di rumah sakit itu, karena operasi, saya tidak bisa melakukan IMD. Selain itu, tidak terlalu banyak informasi yang saya terima terkait menggendong bayi, menyusui, memandikan, dan lainnya. Untuk saya yang baru pertama punya anak, akan lebih menyenangkan bila rumah sakit bisa menyediakan informasi tersebut.</p><h3 style="text-align: left;">dr. Besari Adi</h3><div>Karena sudah menentukan pilihan rumah sakit, saya mengerucutkan daftar "belanja" <i>obgyn</i> pada dokter-dokter yang pratik di SMC. Pilihan saya jatuh kepada dokter Besari Adi. Alasan utama saat itu hanya karena sejauh <i>googling</i>, saya tidak menemukan <i>review </i>negatif tentang dokter ini. Cukup dengan tidak ada <i>review </i>negatif, karena ternyata sesulit itu menemukan <i>review obgyn </i>di Semarang. Kontrol pertama, tidak jauh dari kesan yang saya tangkap dari dokter Aswin. Dokter Besari Adi ini lembuuuuuuttt dan tenaaaaaaang sekali. </div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgO-PiW274DHkKFdrAgF0f_FFL-bIPJUQelcTUhExUYTDWjI9GWW6fzXpMiQW-WxKdby4Zwc12YdcUlnhQLe8ZbOuQ3sFqXrsnj6_uCyaZjO5DRICvhaa_T1iF7EeDBBzua5lTneYUCDdceTarAZYJqH4wNvYl6CUN9vy0r4dEk_wpCg-nduewKDAU5=s200" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="200" data-original-width="200" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgO-PiW274DHkKFdrAgF0f_FFL-bIPJUQelcTUhExUYTDWjI9GWW6fzXpMiQW-WxKdby4Zwc12YdcUlnhQLe8ZbOuQ3sFqXrsnj6_uCyaZjO5DRICvhaa_T1iF7EeDBBzua5lTneYUCDdceTarAZYJqH4wNvYl6CUN9vy0r4dEk_wpCg-nduewKDAU5" width="200" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">dr. Besari Adi Pramono- lembut dan menenangkan jiwa</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">sumber: https://www.alodokter.com/cari-dokter/dr-besari-adi-pramono-sp-og-msi-med</span></div><br /><div><br /></div><div>Hasil pemeriksaan di pertemuan pertama menunjukkan tensi saya tinggi. Melejit ke 170/120, padahal 8 bulan sebelumnya normal. Dokter Besari, dengan sangat tenang menjelaskan kepada saya yang panik, bahwa kondisi ini bukan harga mati untuk suatu tindakan operasi <i>c-section. "</i>Masih bisa kita usahakan normal. Usia kandungan Ibu 39 minggu, ukuran janin sudah cukup aman untuk dilahirkan. Karena jalan lahirnya masih kaku sekali dan tanda-tanda lahir belum ada, kita akan coba induksi. Bila merespon dengan baik, kita lanjutkan dengan proses melahirkan alami. Selain itu, kita bicarakan nanti ya bu..". Beliau mengambil kertas dan menggambarkan mekanisme pemilihan prosedur sederhana yang akan saya jalani. Pertama adalah cek laboratorium untuk mendeteksi gejala <i>eclampsia</i>. Setelah hasilnya keluar dan negatif, dokter Besari kembali berbicara kepada saya. Ibu, saya menyarankan Ibu untuk <i>mondok </i>malam ini. Tapi kalau Ibu punya pemikiran lain <i>yaa tidak apa-apa </i>kita tunggu<i>. </i><i> </i></div><div><i><br /></i></div><div><i>S</i>uami saya yang sudah rungsing makin sakit kepala dihadapkan pada <i>statement </i>dokter yang sangat <i>njawani. </i>Akhirnya, kami mencari <i>second opinion </i>terkait tensi. Barangkali tensimeter di rumah sakit itu eror. Datanglah kami dokter umum kenalan orang tua yang begitu selesai cek tensi langsung teriak-teriak panik: NGAPAIN KAMU MASIH DISINI?? GA TAKUT MATI?? HARUS KE RUMAH SAKIT SEKARANG JUGA!!! <i>alamak</i></div><div><i><br /></i></div><div>Belakangan, setelah masuk IGD dan masih bisa <i>scrolling</i> internet, saya baru menyadari bahwa <i>eclampsia, </i>yang ciri utamanya adalah tensi tinggi dan kaki bengkak, se-berbahaya itu. Saya bisa kejang kapan saja, mengancam keselamatan janin dan saya tentunya. alhasil karena <i>kebanyakan</i> <i>googling </i>saya tidak bisa tidur dan begitu dokter Besari datang ke UGD saya langsung teriak heboh: dokter, saya nggak <i>kejang</i> kan, saya <i>nggak</i> kejang?</div><div><br /></div><div>Dokter Besari dengan senyum bijaksananya itu hanya menjawab: Ibu saat ini tidak kejang. Sudah saya kasih obat anti kejang juga, Bu. Jadi tenang saja. Ibu tidur saja ya, istirahat.</div><div><br /></div><div>Dipikir-pikir, dokter Besari pasti setengah mati menahan ketawa menghadapi ibu-ibu yang sudah tidak jalan lagi logikanya. <i>kalau sedang kejang mana bisa ngajak ngomong dokter.</i></div><div><i><br /></i></div><div>Selepas dari IGD, masuk kamar perawatan, saya mendapat injeksi induksi. Tidak seperti cerita kebanyakan orang yang merasakan sakit luar biasa, kala itu saya tidak merasakan apapun dan malah tidur dengan sangat nyenyak ketika diinduksi. <i>Well</i>, itu bukan pertanda baik. Ternyata, tidak ada rasa sakit menunjukkan badan saya tidak merespon terhadap induksi. Ketika batas waktu tunggu reaksi induksi sudah habis, dokter Besari masuk ke dalam ruangan dan menjelaskan bahwa saya harus menempuh prosedur operasi. Seketika juga saya menangis. Tentunya karena perasaan campur aduk tidak berhasil melahirkan normal, dan karena saya akan punya anak dalam waktu kurang dari 1 jam kedepan, insya Allah.</div><div><br /></div><div>Saya menangis diatas tempat tidur yang membawa saya ke ruang operasi. tanpa ditemani suami saya yang harus pergi ke bagian administrasi mengurus segala keperluan operasi. Dokter Besari berjalan di samping saya, sambil berusaha menenangkan. Sampai di ruang operasi, dokter Besari berdiri di samping saya ketika prosedur injeksi anestesi di tulang punggung-yang terkenal sakit itu- berlangsung, memastikan pasiennya yang panik dan takut akut ini merasa lebih baik.</div><div><br /></div><div>Proses operasi berjalan lancar, dan anak pertama saya lahir ke dunia dengan selamat dan sehat. Alhamdulillah, fasilitas preventif pun tidak perlu digunakan. Saya pulih dengan cukup cepat dan tidak ada masalah pada luka jahitan operasi. Saya tidak merasakan kesakitan pasca c-section seperti yang banyak orang ceritakan. Seminggu setelah operasi, saat tiba kontrol lepas perban. Jahitan sudah kering dan saya bisa beraktivitas kembali secara normal. terima kasih dok!</div><div><br /></div><h3 style="text-align: left;">Penutup</h3><div>Tentunya pilihan melahirkan dimana, dengan siapa, dan bagaimana mekanismenya akan sangat bergantung kepada masing-masing orang dan <i>rejekinya ada dimana</i>. Saya salut pada setiap orang yang bisa melahirkan secara normal dengan sederhana, di rumah, atau cukup ditemani oleh bidan tanpa kehebohan mencari rumah sakit. Bagaimanapun jalannya, untuk saya, bisa melahirkan dengan sehat, selamat, dan bahagia adalah yang utama. Saya bersyukur karena mendapatkan itu semua. </div><div> </div><div><br /></div></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-41679763907817011402021-12-06T17:07:00.003+07:002021-12-06T17:07:46.325+07:00Kenang-kenangan 2021 yang akan berlalu<div style="text-align: left;">Wah, sudah Desember (lagi)! Memasuki bulan ke-12 di setiap tahun selalu membuat ingatan saya berputar kembali. Suka, duka, saya sudah melakukan apa saja <i>ya</i> satu tahun ini. Menerawang jauh, saya jadi geli sendiri<i>. </i>Dulu, saya suka <i>iseng</i> buka tabloid Nova yang cukup sering dibeli ibu saya dari agen koran di dekat rumah. Padahal, ibu juga langganan Intisari -yang informasinya jelas-jelas lebih berfaedah- tapi setiap awal bulan atau menjelang tahun baru, tabloid Nova ini lah yang menarik untuk saya. Tidak seperti ibu-ibu yang membeli tabloid Nova untuk mengetahui gossip terkini, saya yang kala itu masih usia SD, mencari kolom zodiak. </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgof9RZfwrY-4xaGIIJXaLcMvcabYL_kd1Odl3xPUm4lv8fZfE5iu39z2EGQ7kcQ6VDGAijX5TD4nTvtGbaChA8aqyi0iMySJYFtK_wHTf7SN7-FGknpihgbYB4Pk7xRkaf5xqmPEzSw6Y/s225/nova+5.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="225" data-original-width="225" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgof9RZfwrY-4xaGIIJXaLcMvcabYL_kd1Odl3xPUm4lv8fZfE5iu39z2EGQ7kcQ6VDGAijX5TD4nTvtGbaChA8aqyi0iMySJYFtK_wHTf7SN7-FGknpihgbYB4Pk7xRkaf5xqmPEzSw6Y/w194-h225/nova+5.jpg" width="194" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAQX24hnmkNrtCKrLqA_lobdh7A3JNkcKdxloNZfjUHsfbyknw6viMG5-iSB18ocQMQvbVOOnOkLfnTi343qG2eY3HBhg32ZvSJMJ2uG2eJ0d5OrINcsZkqTuS9s42k7qbZR9y2xs0kGk/s1151/intisari.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1151" data-original-width="780" height="215" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAQX24hnmkNrtCKrLqA_lobdh7A3JNkcKdxloNZfjUHsfbyknw6viMG5-iSB18ocQMQvbVOOnOkLfnTi343qG2eY3HBhg32ZvSJMJ2uG2eJ0d5OrINcsZkqTuS9s42k7qbZR9y2xs0kGk/w146-h215/intisari.jpg" width="146" /></a><br /><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Tabloid Nova dan Majalah Intisari</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: xx-small;">sumber: https://www.tokopedia.com/zagabookz/tabloid-nova-no-766-nov-2002-cover-agnes-monica-agnezmo, diakses 29.11.2021;</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: xx-small;">https://www.olx.co.id/item/majalah-intisari-oktober-1995-iid-793890820, diakses 29.11.2021</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: xx-small;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="text-align: left;">Girang tak terkira saat membaca tulisan "<i>Karirmu akan melesat, seseorang yang kamu harapkan sejak lama akan datang dalam waktu dekat". </i>Sebaliknya, <i>was-was</i> gelisah saat yang muncul adalah kalimat<i> </i>bernada suram semacam "</span><i style="text-align: left;">Keuangan mandek. hati-hati bersikap bila tidak ingin bisnismu mengalami kebuntuan". Dipikir-pikir </i><span style="text-align: left;">sekarang, apaaa coba maknanya.hahaha. Heran juga, </span><span style="text-align: left;">padahal </span><span style="text-align: left;">sejak TK saya rajin ikut pesantren ramadhan dan langganan jadi juara. </span><span style="text-align: left;">Sayangnya,</span><i style="text-align: left;"> </i><span style="text-align: left;">"membaca tabloid Nova dan percaya ramalan zodiak itu berdosa" </span><span style="text-align: left;">tidak</span><span style="text-align: left;"> masuk dalam kurikulum pesantren ramadhan yang saya ikuti,hahaha<i>.</i></span><span style="text-align: left;"> </span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="text-align: left;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="text-align: left;">Perkara berdosa atau tidak memang bukan urusan manusia, tapi <i>percayalah</i>, membaca Majalah Intisari jauh lebih bermanfaat dibanding <i>buka-buka</i> <i>kolom zodiak</i> di Tabloid Nova. Berkat bacaan bermanfaat, ibu saya berhasil menyelematkan bapak saya yang mengalami serangan <i>stroke </i>di tahun 2002<i>. </i>Saat kebanyakan orang panik dan membiarkan pasien <i>stroke </i>tergeletak tanpa pertolongan karena rumor yang beredar menyatakan salah pergerakan saat mengangkat akan berakibat fatal, ibu saya <i> </i>dengan yakin langsung meminta bantuan tetangga untuk mengangkat bapak saya dan membawanya ke rumah sakit, SEGERA. Ternyata, </span><span style="text-align: left;">beberapa hari sebelum kejadian itu, ibu membaca artikel Intisari berisi "</span><i style="text-align: left;">golden hour </i><span style="text-align: left;">penanganan pertama <i>stroke". </i>Merinding juga membayangkan saya terlalu banyak menghabiskan waktu dengan <i>nyekrol</i> <i>medsos </i>tanpa tujuan setahun belakangan. Bila saya ada di posisi ibu saya, alih-alih cepat melakukan pertolongan, isi kepala saya hanya: "Nagita Slavina beli gelang seharga rumah mewah" atau "5 seleb ini punya panggilan sayang untuk suami". <i>Alamak</i>!</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="text-align: left;"><i><br /></i></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="text-align: left;">Refleksi kejadian setahun <i>belakangan</i> untuk saya </span><span style="text-align: left;">yang </span><i style="text-align: left;">temenan</i><span style="text-align: left;"> </span><i style="text-align: left;">sama </i><span style="text-align: left;">ikan dory-sesama </span><i style="text-align: left;">short term memory- </i><span style="text-align: left;">ini memang bukan perkara mudah. Perlu kerja keras untuk memutar kembali ingatan 11 bulan terakhir demi ikut tantangan MGN Bulan November 2021 tentang Pengalaman di Tahun 2021. Gagal submit tantangan Bulan November karena perilaku <i>deadliner</i> dan ternyata ketiduran di detik-detik terakhir tentunya akan jadi satu kenangan tahun 2021 untuk saya. Selain itu, yang saya ingat betul, tahun 2021 bukanlah tahun yang mudah untuk saya, keluarga dan banyak orang lainnya. </span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><h3 style="clear: both; text-align: left;"><div style="font-size: medium; font-weight: 400; text-align: justify;"></div></h3><h3 style="clear: both; text-align: left;">Ternyata bisa juga...</h3><div>Saya kira, saya sudah menjadi <i>superwomen </i>tercanggih abad ini karena berhasil menjalani kehidupan awal pandemi di tahun 2020 dengan kondisi hamil trimester I, mengurus balita kelebihan energi yang tidak bisa diam tapi harus terkurung di rumah, dan tidak ada asisten rumah tangga. Mengurus semua sendiri dengan kondisi suami full WFF-<i>Working from Factory.</i> <i>Kerjanya</i> di pabrik, jadi kurang cocok disebut WFO, hahaha. Bukan hanya melakukan pekerjaan rumah tangga-sesuatu yang saya sangat tidak lincah untuk melakukannya-, saat itu saya juga memasak makanan keluarga. </div><div><br /></div><div>Tidak hanya makanan pokok, tapi juga membuat kudapan. <i>Bukan yang cuma potong-potong kosreng yah. </i>Saat itu, <i>bisa-bisanya </i>saya bikin roti sobek, bakpao, <i>marmer cake, caramel cake</i>, bolu ketan hitam, pempek. Lebih heboh lagi, saya dan suami sama-sama tidak pernah tinggal di luar negeri. Kemampuan bertahan hidup kami sangat minim dan lidah masih sangat Indonesia. Berharap sehari-hari bisa makan sayur mentah tanpa bumbu cuma disiram <i>saos</i> atau roti isi praktis menjadi khayalan belaka. Setelah seminggu bolak balik makan telur dadar telur ceplok, akhirnya saya masak makanan yang pakai <i>uleg-uleg </i>itu<i>. </i>Untungnya, belakangan saya mendapat hidayah bahwa di dunia ini ada yang namanya bumbu jadi atau bubuk😝. Hasilnya, tentu saja tetap tidak instagramable, tapi paling tidak berhasil jadi makanan favorit anak dan suami saya (<i>plok plok plok</i>, bangga). Bisa memasak disela kerepotan mencuci atau menyemprot segala paket yang datang dengan alkohol dan adaptasi jadi guru sekolah <i>online</i> anak <i>sambil</i> tetap <i>handle</i> pekerjaan kantor. <i>Dipikir-pikir</i> sekarang sudah punya asisten dan kehidupan tidak lagi sesulit di awal pandemi dulu, tapi malah <i>nggak</i> <strike>mau</strike> bisa masak, duh!</div><div><br /></div><div>Memang betul, di atas langit masih ada langit, jadi jangan sombong. Ternyata pengalaman jadi super woman di tahun 2020 baru tahap pemanasan <i>sodara-sodara</i>!</div><div><br /></div><div>Bila di tahun 2020 pekerjaan kantor cukup <i>slowing down</i> karena sedang menunggu masa transisi proyek dan menjelang cuti melahirkan, tahun 2021 ini <i>load </i>pekerjaan meroket. <i>Wuuuussssss... </i>Ditambah, mengurus dua anak ternyata tidak sesederhana mengurus satu anak. Mungkin kalau <i>anaknya</i> sekalian ada lima atau enam jadi gampang mengurusnya karena jadi mirip <i>daycare </i>😝. Di masa seperti ini saya berandai-andai, andaikan anak diciptakan dengan remot. Saat kita luang bisa <i>play</i>, dan saat ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan, bisa <i>pause.</i> Sayangnya itu hanya imajinasi super <i>ngawur</i> saya. Tentunya saya akan makin bingung, pusing dan <i>nangis-nangis </i>kalau anak-anak saya tiba-tiba diam tak bergerak. Sungguh saya tidak mau itu. Tapi menghadapi anak-anak yang perlu ini dan itu sambil meladeni pekerjaan kantor yang seperti antrian IKEA Alam Sutra saat baru buka itu rasanya sesuatu yah. </div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjujIH0Gg62TrZ6kxSBL0MrsjyG0hfcPEkY2tLQBcUwmjizaSxHDDNZ1bpdKUlskNYW5Eolsy_wDAFjm0-5aGcIEH2aAvwx7ILQ4EhmgCqLjWKGPUiyoP29FUGE-n-BwEVTPXusFyg1E4Y/s259/ikea+antri.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="194" data-original-width="259" height="194" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjujIH0Gg62TrZ6kxSBL0MrsjyG0hfcPEkY2tLQBcUwmjizaSxHDDNZ1bpdKUlskNYW5Eolsy_wDAFjm0-5aGcIEH2aAvwx7ILQ4EhmgCqLjWKGPUiyoP29FUGE-n-BwEVTPXusFyg1E4Y/s0/ikea+antri.jpg" width="259" /></a></div><div style="text-align: center;">gambaran ramainya pekerjaan saya-agak <i>lebay</i></div><div><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">https://apps.housingestate.id/read/2014/10/15/ikea-alam-sutera-gerai-ke-364-di-dunia-resmi-dibuka/</span></div><div><br /></div><div><i>Online meeting, </i>tangan menggendong anak kedua yang pengen nyusu, kaki bergerak kesana kemari <i>ngejar </i>anak pertama yang kabur dari kamera sekolah <i>online-</i>nya<i>. </i>Seringkali, tidak bersamaan dengan sekolah <i>online </i>anak, tapi anak pertama ingin sayur bayam bikinan saya. Saya kelimpungan duduk berdiri, mencatat diskusi <i>meeting</i> sambil menengok dapur. </div><div><br /></div><div>Rasanya <i>skill working mom</i> saya benar-benar diuji disini, dimana sering kali saya merasa terbenam gagal. Kerja setengah-setengah, <i>ngurus </i>anak pun kepikiran yang lain-lain. <i> </i> </div><div><br /></div><h3>Malu lantas menjadi Bubuzilla</h3><div>Pandemi menyadarkan saya pada kondisi diri yang menjadi ekstrim, yaitu bagaimana saya menjadi amat sangat pemarah, kepada orang-orang yang ada di sekitar saya, terutama anak saya. Dari dulu, saya adalah orang yang cenderung sulit menahan emosi. <i>Ngamukan, </i>kata orang Jawa. Sewaktu kecil, kalau ada hal yang membuat saya tidak nyaman, saya akan masuk kamar, menangis, dan berteriak-teriak sambil <i>ndudutin-</i>menarik<i> </i>sprei kasur. Itu dirumah. Diluar rumah, saya tampil sebagai orang yang sangat dewasa. </div><div><br /></div><div>Hal tersebut berlangsung sampai sekarang. <i>Well</i>, meskipun tidak lagi <i>ndudutin </i>sprei karena saya tahu akan kerepotan harus merapikan sprei sendiri setelahnya (hahaha), saya seringkali berteriak dan membentak dirumah. Di luar rumah, terutama di lingkungan bekerja, saya adalah sosok yang sangat sangat sabar. Bahkan, bisa dikatakan saya cukup jadi andalan untuk menghadapi <i>client-client yang suka heboh </i>karena kesabaran saya<i>. You are wiser than your age</i>, kata teman saya. Padahal, dirumah, saya seringkali mendapat nasihat dari anak saya yang baru berumur 5 tahun: </div><div><br /></div><div>"Bubu, kalau bubu pengen marah, di kepala bubu akan ada 3 pilihan. Marah, marahin, atau nggak jadi marah. Lain kali bubu harus pilih yang nggak jadi marah yaa"</div><div><br /></div><div>Padahal saat itu saya marah karena lelah menghadapi dia tantrum menjerit-jerit dalam waktu yang cukup lama. Dia dengan bersahaja dan bijaksana memberikan nasihat, seolah tidak ada apa-apa sebelumnya 😪. </div><div><br /></div><div>Saya mencoba memikirkan penyebab kemarahan saya. Akhirnya saya sadari, yang pertama adalah kelelahan. Yang kedua dan menjadi <i>main cause</i> adalah perasaan malu.</div><div><br /></div><div>Malu kepada tetangga ketika anak mulai menjerit-jerit. Malu kepada rekan kerja karena saat meeting <i>online </i>anak saya <i>ribut</i> minta sesuatu tepat ketika saya harus berbicara dan menyalaan <i>mic</i>. Malu dilihat orang <i>nggak </i>bisa ngurus anak dan <i>ngajarin </i> sopan santun. <i>Dipikir-pikir,</i> lelah sekali hidup dengan memikirkan apa yang orang lain pikirkan terhadap kita. Padahal, belum tentu orang tersebut punya waktu untuk memikirkan kita.hahaha <i> </i> </div><div><br /></div><div><b>Let it go..</b></div><div>Saya rasa, pelajaran paling bermakna di tahun 2021 adalah keputusan untuk lebih berdamai dengan perasaan sendiri. Sedih karena kehilangan orang tersayang, saya belajar untuk menikmati persasaan itu. Sehari, dua hari, seminggu, dua minggu, belum bisa menerima takdir, nikmati saja. Berdamai dengan perasaan membuat saya lebih ikhlas dan tenang di hari-hari berikutnya. Let it go..</div><div><br /></div><div>Perasaan malu karena ada kejadian-kejadian tak terduga, tetaplah tenang. <i>Online meeting</i>, ada kaki kecil muncul-muncul di kamera, atau tiba-tiba kerudungmu disibak terbuka oleh anak bayi yang pengen ikut <i>nampil</i>, let it go..</div><div><br /></div><div>Termasuk ketika ingin tampil sempurna saat <i>interview</i> observasi seleksi sekolah anak. Harus melompat dari 1 <i>zoom link </i> ke <i>link </i>lainnya tanpa jeda. Maksud hati <i>re-touch</i> lipstik, tapi yang ada hanya krayon anak bentuk lipstik yang tanpa sadar saya pakai. Alhasil begitu buka kamera, alih-alih orang tua bersahaja, sang observer menjumpai lady gaga.. let it go..</div><div><br /></div><h3>Penutup</h3><div>Harapan pasti ada, rencana pasti banyaknya tak terduga. 2021 dengan pandemi di dalamnya mengajarkan saya bahwa manusia hanya bisa berencana. Semoga tahun 2022 menjadikan saya manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Jaga hati, atur ekspektasi, dan let it go..</div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-40427926820129353202021-10-31T23:48:00.001+07:002021-10-31T23:52:20.511+07:00Komunitas Tanpa Syarat yang Mengikat Erat<div style="text-align: justify;">Saya dibesarkan oleh orang tua yang menganut aliran "ojo <i>neko-neko"</i>: <i>on track</i>, <i>nggak usah aneh-aneh</i>, hidup yang biasa saja. <i>Kamu sekolah bener, berkecukupan, </i>jangan berlebihan, dan tidak perlu<b style="font-style: italic;"> ngoyo</b><i>. </i>Sebetulnya maksud <b><i>ngoyo</i> </b>versi orang tua saya disini mirip dengan definisi KBBI: memaksakan diri melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan kemampuan, kondisi, dan waktu. Sayangnya, saya <i>kebablasan </i>menginterpretasikan petuah <i>ojo ngoyo </i>ini. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Mempertimbangkan setiap keinginan, saking terlalu banyaknya pertimbangan, sampai-sampai enggan melangkah. Karena terbiasa meredam keinginan, saat ini, saya ada di titik tidak punya fanatisme terhadap apapun. Jangankan fanatisme partai politik, ditanya hobipun saya bingung😆. Suami saya adalah orang yang paling prihatin menyadari bahwa dirinya menikahi butiran debu, tentu saja bukan karena berat badan saya yang mirip butiran debu-sungguh saya jauh dari itu- tapi lebih karena istrinya ini hanya menjalani hidup dengan melayang-layang, tidak tahu <i>sukanya apa</i>, tidak terlalu ke kanan dan tidak terlalu ke kiri, melayang-layang saja. <i>Well</i>, mungkin dibanding butiran, kondisi saya lebih mirip gumpalan. Ya, gumpalan debu yang menggeletak dilantai, hanya bergerak ketika disapu.</div><div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7p8y_dnESVisUd6uflg2xg6xdHPF-PXurExGf8U4linCq5CCgcwyJS6PoR54trOj3FsBni5uN2jTRF-jzc5XPc6VvpzzUqO-iqZm9Erq1xLxhyphenhyphenaM68CHdbrR48C-m6l-UuWeCB7MpTNw/s299/debu.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-size: xx-small;"><img border="0" data-original-height="168" data-original-width="299" height="126" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7p8y_dnESVisUd6uflg2xg6xdHPF-PXurExGf8U4linCq5CCgcwyJS6PoR54trOj3FsBni5uN2jTRF-jzc5XPc6VvpzzUqO-iqZm9Erq1xLxhyphenhyphenaM68CHdbrR48C-m6l-UuWeCB7MpTNw/w224-h126/debu.jpg" width="224" /></span></a></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: xx-small;">Sumber: https://www.cbc.ca/radio/quirks/</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;">Saya rasa, karena tidak punya hobi ini lah, saya jarang bisa eksis di komunitas. Lebih tepatnya, untuk menentukan komunitas mana yang saya ingin ikuti pun saya bingung.hahaha. Beruntungnya saya dikelilingi oleh orang-orang yang dengan baik hati menawarkan beberapa ide berkomunitas dan setelah bergabung saya merasa senang. Senang bukan berarti saya jadi memukau di dalamnya. Karena saya bukan tipikal manusia berbakat <i>charming, </i>perlu usaha khusus untuk bisa menonjol. Masalahnya, saya tidak punya energi untuk <i>ngoyo </i>melalukan itu<b style="font-style: italic;">. </b></div><div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Selain tidak punya hobi, saya juga merasa tidak sanggup untuk berkomitmen. Bukan tidak mau, tetapi karena merasa belum punya <i>time management </i>yang baik -membuat saya <i>jiper </i>duluan ketika menjanjikan sesuatu. Saya menghindari komunitas-komunitas yang mengharuskan saya melakukan sesuatu, dan saya merasa lebih nyaman berada di komunitas yang memungkinkan anggotanya berada dalam <i>silent mode</i>-mode sunyi, membaca atau mengamati saja tapi sewaktu-waktu ingin berbicara bisa mengaktifkan <i>microphone</i>. Tentunya orang-orang seperti saya ini bukan tipikal yang diminati oleh admin-admin komunitas, ibarat sedang rapat <i>online,</i> kalau isinya orang-orang seperti saya, pemimpin rapatnya harus <i>teriak teriak </i>menghalau semua orang untuk menyalakan video dan menekan tombol <i>unmute </i>microphone.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaTwVCdvxc9POfrjYX8CIMd3AdtJIg1Pg8H9t9EJpYz8gEC1vTbA492TyqI4UXNPu9d85X0Ru8BUclTqGJ48sxa5qzq_sqk7kWX7OStfk4rSMsMCgJiRKY56CqG1-lhL0CMVn1YB1WPgo/s1280/online+meeting.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="178" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaTwVCdvxc9POfrjYX8CIMd3AdtJIg1Pg8H9t9EJpYz8gEC1vTbA492TyqI4UXNPu9d85X0Ru8BUclTqGJ48sxa5qzq_sqk7kWX7OStfk4rSMsMCgJiRKY56CqG1-lhL0CMVn1YB1WPgo/w316-h178/online+meeting.jpg" width="316" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i>meeting online</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Meskipun tidak punya hobi, saya-menurut cukup banyak orang- adalah orang yang peduli dan SKSD-<i>sok kenal sok dekat</i>. Bukan saya yang <i>sok</i> kenal lalu <i>dekat-dekat </i>ya, tapi banyak orang yang baru kenal dengan saya, lalu merasa sudah dekat. Karena itulah, selain di komunitas yang <i>legowo</i> dengan kesunyian anggotanya, saya cenderung dapat bertahan dengan baik dalam komunitas yang anggotanya perlu <i>non-block party,</i> alias sedang berseteru dan perlu pihak yang tidak memihak. Komunitas tempat tinggal saya yang terdahulu adalah salah satu contohnya. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Saya, sebagai satu-satunya ibu-ibu berusia kurang dari 30 tahun saat itu, hidup sebagai pendatang baru, bertetangga dengan bapak ibu yang usia-nya sekitaran orang tua saya. Alih-alih di-<i>emong, </i>saya menjadi tempat berlabuh curahan hati ibu ketua RT yang pusing mengatur warga<i>. </i>Keesokan harinya, <i>bapak ibu sepuh </i>yang curhat ke saya sebagai warga. Begitu seterusnya, bergantian. Tentunya menjadi bagian dari komunitas yang seperti ini bukanlah sesuatu yang saya inginkan, tapi lebih kepada kewajiban. <i>Mau nggak mau, karena tinggal disitu, yah terima saja lah.</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Karakter saya ini sebetulnya sudah saya sadari sejak SD dan berlanjut ke SMP lalu SMA. Semasa sekolah, saya adalah siswa yang aktif berorganisasi. Pramuka, Palang Merah Remaja, Kegiatan Ilmiah Remaja, bahkan saya menjadi ketua OSIS ketika SMP. Bukan, bukan karena saya hobi berorganisasi. Tetapi, lebih karena saya merasa mengikuti semua organisasi dan berprestasi di dalamnya adalah suatu bagian dari menjalani kehidupan lurus <i>tidak neko-neko </i>ala orang tua saya. Sifat "tidak punya <i>passion" </i>membuat saya menjadi anggota yang biasa-biasa saja di setiap organisasi tersebut. Tetapi, karakter mudah akrab membuat saya memiliki hubungan personal yang relatif dekat dengan banyak sekali orang di organisasi tersebut. Bisa dikatakan, bila sedang kumpul bersama saya diam saja, atau bahkan saya sering kali tidak ikut <i>kumpul-kumpulnya</i>. Tetapi, begitu ada sesuatu, orang-orang tersebut akan menghubungi saya secara personal, meminta tolong, meminta saran, atau sekedar curhat. Kondisi ini berlanjut hingga sekarang, saat saya dan teman-teman sekolah tidak pernah bertemu lagi. Sebaliknya, meskipun di dalam perkumpulan komunitas saya <i>malu-malu </i>kucing, ketika butuh bantuan, saya tidak merasa segan untuk menghubungi orang-orang tersebut dan mereka dengan tangan terbuka membantu saya.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Lepas SMA, masuk ke ITB membuat mata saya terbuka, bahwa ada sekian juta bentuk dan karakter manusia yang belum pernah saya lihat sebelumnya, begitu juga komunitasnya. Saat kuliah, sifat tidak <i>ngoyo</i> membuat saya tidak mudah diterima oleh banyak komunitas. Saya lahir dan besar di Semarang. Masuk ke komunitas anak-anak Jakarta tidak cocok, karena suara saya <i>medhok. </i>Tetapi, mencoba akrab dengan komunitas Jawa juga canggung karena begitu mereka bicara bahasa Jawa saya hanya bisa menimpali dengan <i>mesam mesem. </i>Cerita kehidupan saya dengan bahasa Jawa mirip-mirip <a href="http://www.restuekapratiwi.com/2021/09/episod-berbahasa-dalam-kehidupan-saya.html">cerita kakak saya</a>. Ibu saya orang Sunda dan setiap lebaran saya beredar dari satu rumah ke rumah lainnya, mendengarkan percakapan bahasa Sunda. Tapi, begitu harus bergabung ke komunitas Sunda di kampus, <i>aduh</i> rasanya mendekat ke pintu <i>sekre-</i>nya saja sudah tak sanggup, takut belum <i>apa-apa</i> sudah disuruh bilang <i>peuyeum.</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKfRSVKdwboavNEYarvkW18LkqRN-pLassEIorKPObZ6kMkeKCxNiD0pid2xOlFtN3HLdlxLRvVhy6KkHeK7aDrizcsjra-c79QgqQc53KRQ_k-r6dJblINfIhXIX_jH-SZtcqWKKsqiY/s275/peyeum.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="183" data-original-width="275" height="154" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKfRSVKdwboavNEYarvkW18LkqRN-pLassEIorKPObZ6kMkeKCxNiD0pid2xOlFtN3HLdlxLRvVhy6KkHeK7aDrizcsjra-c79QgqQc53KRQ_k-r6dJblINfIhXIX_jH-SZtcqWKKsqiY/w231-h154/peyeum.jpg" width="231" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFfqjXzqDClihyphenhyphennMVZTove9qL-0LfWdjbTqMBCLm6XxpY4CpS1OkcoT6t3aKkdsinUkuMrMF6uiqelbKS0m7w1G76mqi_amvCGHMrSM8hs5VKGUDo81jbhCgkzQM_xN2p3hZsXUEo32iU/s262/cimbeleuit1.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="193" data-original-width="262" height="157" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFfqjXzqDClihyphenhyphennMVZTove9qL-0LfWdjbTqMBCLm6XxpY4CpS1OkcoT6t3aKkdsinUkuMrMF6uiqelbKS0m7w1G76mqi_amvCGHMrSM8hs5VKGUDo81jbhCgkzQM_xN2p3hZsXUEo32iU/w213-h157/cimbeleuit1.jpg" width="213" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Peuyeum dan Cimbeuleuit: 2 kata yang selalu berusaha dilatih oleh ibu saya setiap menjelang lebaran agar saat bertemu saudara tidak dikira <i>bawa-bawa</i> anak tetangga dari Jawa</span> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: xx-small;">sumber: https://anantoep.wordpress.com/2011/07/02/rute-angkutan-umum-angkot-bandung-gambar/; https://www.kompas.com/food/read/2020/06/19/131344875/4-cara-membedakan-tapai-singkong-dan-peuyeum?page=all</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: xx-small;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Dengan pakem jangan <i>ngoyo</i>, saya tidak melanjutkan proses pencarian <strike>jatidiri</strike> komunitas ini dan memutuskan melanjutkan hidup apa adanya. Sejak TPB, atas saran kakak, saya bergabung di komunitas majalah kampus <i>Boulevard </i>ITB. Tapi <i>lagi-lagi, </i>karena saya tidak mahir menulis dan selalu <i>ketiduran </i>saat membaca, meskipun menjabat posisi pemimpin redaksi, saya tidak menjadi kontributor ataupun editor yang handal bagi <i>Boulevard </i>kala itu. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Selanjutnya, saat masuk tingkat II dan kegiatan himpunan mulai <i>heboh</i>, saya bergeser mendekat kepada golongan sejenis saya: orang-orang yang rumahnya jauh dan susah pulang tengah malam karena tidak punya kendaraan pribadi. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Selama kuliah di ITB, saya tinggal di rumah <i>bude, </i>berjarak sekitar 7 KM dari kampus. Pulang pergi rumah-kampus mengharuskan saya menyandarkan hidup pada mamang angkot yang hobi <i>ngetem </i>(tentu saja penumpang yang kuliah jam 7 pagi, di GKU Timur ruang 4XXX, dengan dosen yang kurang <i>bersahaja, </i>dan bangun kesiangan pula, bukanlah urusan mereka). Angkot di jalur yang saya lewati hanya beroperasi mulai pukul 05.00 hingga 20.00 WIB. Diluar itu, <i>adaaaa sih</i> tapi sangat tergantung pada keberuntungan Anda. Bila sedang ikut acara himpunan dan jam sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB, saya dan teman-teman yang senasib sepenanggungan ini sudah mulai tak bisa duduk tenang. <i>Kusak kusuk kanan kiri</i>, <i>ngedumel</i> <i>kenapa rapatnya nggak selesai-selesai</i>. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Karena kebutuhan pribadi berangkot ria dan menyuarakan kegiatan himpunan jangan terlalu <i>malam</i>-atau minimal jangan lupa antarkan kami pulang- inilah saya semakin dekat dengan beberapa orang teman kuliah saya. Beberapa diantaranya memang asli bandung dan tinggal di rumah yang searah dengan lokasi rumah <i>bude </i>saya, membuat kami punya waktu<i> kongkow </i>bersama di dalam angkot. Kalau sedang macet, satu atau dua, bahkan pernah 3 jam terjebak di jalanan, bisa dibayangkan banyaknya waktu yang kami habiskan bersama. hahaha.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikySuHkk_XXDatoexu0umM9yE1OSHETESOItPHyYkCrLx7RAKGyh2iqj4MNqev6QD5keVQGeokNuxxiH6mo_mrjWJY0jwSRMPDLRXu_pBlrCY6yZ-MznMrZrpKEF2Id59G01Dl0MsNJfA/s300/angkot+caheum.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="168" data-original-width="300" height="168" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikySuHkk_XXDatoexu0umM9yE1OSHETESOItPHyYkCrLx7RAKGyh2iqj4MNqev6QD5keVQGeokNuxxiH6mo_mrjWJY0jwSRMPDLRXu_pBlrCY6yZ-MznMrZrpKEF2Id59G01Dl0MsNJfA/s0/angkot+caheum.jpg" width="300" /></a> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">Angkot Ledeng-Cicaheum, tempat kami <i>kongkow</i> bersama dimulai dari sini.hahaha</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">https://jabar.tribunnews.com/2017/10/11/sebelum-melakukan-aksi-demo-sopir-angkot-di-terminal-cicaheum-tetap-cari-penumpang</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Kehidupan kuliah dengan kesibukan acara himpunan terus berjalan dan membuat saya dekat dengan beberapa orang lainnya, yang juga merasa kurang nyaman pulang malam. Selain 3 orang sesama pengguna angkot Caheum-Ledeng, ada 7 orang lainnya yang akhirnya juga menjadi lingkaran kecil kehidupan pertemanan saya. Terdiri dari dua orang Bandung yang juga tidak punya kendaraan pribadi; Satu orang Bandung yang punya motor tapi tipikal alim ulama -<i>ogah</i> pulang malam khawatir subuh kesiangan; Satu orang Jawa tapi tinggal di Lampung -dewasa sekali jadi setiap harus pulang malam gelisah khawatir teman-temannya masuk angin; Satu orang bekasi, tidak punya kendaraan dan jadwal himpunan selalu bentrok dengan jadwal MBWG; dan Satu orang Jakarta yang punya kendaraan pribadi, kos dekat kampus, dan saya juga bingung <i>kenapa </i>dia bergabung disini, huahaha.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Menulis tentang komunitas membuat pikiran saya menerawang. Saya tidak punya komunitas favorit, tetapi mengingat suka duka kehidupan, saya jadi tersadar komunitas ternyaman saya adalah yang paling sering hadir dalam setiap episode kehidupan saya. Menjalani kehidupan kuliah, meskipun saya juga cukup dekat dengan beberapa teman satu angkatan lainnya, bisa dibilang dengan 9 orang inilah saya paling banyak menghabiskan waktu. Entah bersama semuanya, atau hanya dengan 1-2 orang diantaranya. Mengerjakan tugas, belajar saat akan ujian, jajan kuliner, main ke <i>mall</i>, <i>tracking ala-ala</i>, atau sekedar <i>ngobrol</i>. Tentu saja sebagian besar diantara mereka <strike>rela</strike> pernah menampung saya menginap berhari-hari di kos-nya. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Ulang tahun saat kuliah menjadi istimewa karena mereka-<i>lah</i> yang entah bagaimana caranya selalu <i>ingat saja</i> untuk memberi kejutan. Sebagai "anggota" perempuan pertama yang akhirnya menikah, mereka merancang <i>bridal shower </i>untuk saya. Selanjutnya, mereka beramai-ramai datang ke Semarang untuk menghadiri pernikahan saya. <i>Heboh</i>! Maklum, kami golongan orang-orang yang <strike>susah</strike> tidak punya pacar selama kuliah. Tentu saja, selain piala bergilir angkatan, kami juga punya piala menikah "geng"-yang ketika dilihat lagi sekarang, betapa <i>alay</i>-nya piala ini. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjolUQMoMyfRuA7BzPMygC4NRB7IzSAL1jfblKzZft2fyV4CKHwV4LbkJE4OfFl9RxSueiuslu-TuvFnl1nVHo7u2z7HitwfaRQMsrDdYezYmvmibNEitnbzcqv1HdK86iSYOlnrhVryY0/s1600/WhatsApp+Image+2021-10-31+at+23.12.18.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1200" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjolUQMoMyfRuA7BzPMygC4NRB7IzSAL1jfblKzZft2fyV4CKHwV4LbkJE4OfFl9RxSueiuslu-TuvFnl1nVHo7u2z7HitwfaRQMsrDdYezYmvmibNEitnbzcqv1HdK86iSYOlnrhVryY0/s320/WhatsApp+Image+2021-10-31+at+23.12.18.jpeg" width="240" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Piala bergilir geng "<i>After huricance, comes rainbow"</i>: Setelah berpuluh tahun hidup menjomblo akhirnya bahagia bisa menikah. Kalau sekarang dibahas lagi, tidak ada satupun dari kami yang mau mengakui diri mencetuskan ide slogan <i>alay</i> ini. hahahahaha</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Memasuki detik-detik menjelang melahirkan anak pertama, 9 orang kawanan inilah yang paling sibuk <i>ngoceh</i> di grup <i>whatsapp</i>: berdoa, berharap cemas, sambil <i>tebak-tebakan </i>nama anak saya dan wajahnya akan mirip siapa. Sementara saya yang sedang diinduksi kala itu <i>bisa-bisanya</i> malah tidur nyenyak ditemani suami saya yang maksudnya mau siaga tapi malah mendengkur lebih kencang dari saya. Ketika anak pertama lahir, kawanan om tante inilah yang dengan sangat <i>excited</i> mengatur pertemuan- hanya untuk menyimpulkan akhirnya anak saya mirip siapa. Setelah saya, satu per satu teman lainnya menikah, dan setiap acara pernikahan itu menjadi <i>moment </i>yang istimewa dimana saya merasa sangat wajib untuk hadir. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Komunitas terdekat saya ini bukan hanya tempat terbaik untuk tertawa bersama, tetapi juga paling siaga saat saya berduka. Enam bulan setelah melahirkan anak pertama, ibu saya meninggalkan dunia untuk selamanya. Ketika ibu saya meninggal, tentu saja yang terpikir adalah memberi tahu salah satu dari 9 orang ini. Jangan ditanya kecepatan mereka dalam menyebarkan berita. <i>Wuss wuss wuss</i>, lintas kota lintas provinsi, bahkan sampai ke luar negeri. Menyusul kemudian beberapa hari selanjutnya pesan pendek tiada henti dari mereka, memastikan saya yang jelas sedang tidak baik-baik saja, berada dalam kondisi terbaik saya. Berpulangnya ibu yang cukup mendadak menjadi titik terendah dalam hidup saya. Untungnya, ada bayi lucu yang menunggu untuk segera diurus kembali, dan grup <i>whatsapp </i>geng yang setia memberikan lawakan menghibur di setiap saya ingin menangis lagi.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Setelah hampir 9 tahun jarang berjumpa, ternyata mereka masih menjadi pendukung terkuat saya saat dirundung awan mendung. Awal tahun 2021 merupakan tahun yang sangat menempa saya untuk tumbuh kuat. Hampir 3 bulan pasca melahirkan anak kedua, saya dinyatakan positif Covid. Bergegas pindah ke rumah yang ada di pinggiran kota Jakarta adalah pilihan satu-satunya, mengingat saat itu saya tinggal di tengah Kota Jakarta yang lumayan padat dan berjarak sangat dekat dengan tetangga. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><i>Double </i>masker 24 jam, <i>handsanitizer</i> selalu ditangan, dan entah berapa menit sekali saya cuci tangan. Semua itu menjadi suatu kewajiban karena saya harus tetap menyusui bayi kecil saya yang tidak bisa minum susu formula. ASIP? jangan ditanya. Kondisi sehat saja ASIP <i>pas-pasan</i>, begitu sakit dan stress, mencoba memerah sampai perih <i>sana sini, </i>keluar setetes pun tidak. Saya menjalani isolasi dengan kondisi tetap mengurus kedua anak saya. Tidak semua pasien Covid bisa cukup istirahat. Saya di kala itu ingin minum saja sulit karena harus naik ke lantai atas, masuk kamar isolasi, dan baru bisa buka masker. Saat pasien <i>Covid </i>cenderung dijauhi saat itu, tidak dipungkiri, <i>kelakuan </i>9 orang teman inilah yang menjadi salah satu <i>booster recovery </i>paling manjur untuk saya. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><i>"Eh Gimana kabarnya?"</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> "nggak sesak kan?"</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> "Pengen makan apa?"</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> "</i><i>Anak lo mau makan apa?"</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> "Vitamin udah ada belum?"</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> oxymeter? </i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> habbatussaudah? </i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> obat cina? </i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> teh herbal? </i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> madu? masker?"</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i>"sarung tangan?" "mukena udah ada buat ganti?"</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> "baju, kerudung udah cukup belum? jangan lupa rajin ganti"</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Di tengah berjuang memaksakan tetap makan meskipun rasa tidak<i> karu-karuan, </i>saya mulai mempertanyakan hidup. Apakah betul saya masuk dan berteman dengan anak-anak ITB, atau sebetulnya mereka ini para pemilik kios di tanah abang yang selama ini mencoba mendekati saya untuk membangun pasar bagi usahanya😂. Berbagai tawaran ini saya tolak dan sebagai gantinya saya minta mereka <i>ngelawak </i>saja, itu yang paling membantu penyembuhan sebetulnya,hahaha. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Selang 10 hari saya menjalani isolasi mandiri, rumah yang saya tinggali untuk karantina dibobol pencuri. Laptop milik suami yang menjadi satu-satunya hiburan mendampingi istri yang sedang frustasi, laptop kantor, <i>handphone</i> kantor, beberapa tas, uang, bahkan sebuah Al Quran besar yang menjadi penenang menjalani ujian karantina, diangkut pencuri. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><i> Ujian apa lagi ini?</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Saat pikiran berkecamuk kesana kemari, sambil mencoba menenangkan diri, kembali saya <i>update</i> kondisi kepada teman <i>kongkow </i>yang memang tidak pernah absen tanya bagaimana kondisi saya, Maklum, saya orang pertama yang kena <i>Covid</i> dalam komunitas itu. Kali ini, tanpa banyak bertanya, mereka kembali membuka "Dompet peduli Ririn". Tidak terbayang rasanya bagaimana saya ingin menangis, bukan karena barang-barang saya hilang, tapi ketika menerima "sumbangan" dari teman-teman saya ini. Lebih dari sekedar memperingan beban ekonomi yang sudah terhimpit akibat <i>tetek bengek </i>isolasi, dukungan ini menyadarkan kembali bahwa "masih ada yang peduli dengan saya, dan saya juga harus ada untuk mereka".</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Sebulan kemduian, saya dinyatakan negatif. Pesan singkat dari kawanan erat ini masih menemani saya, menjalani hari-hari awal kembali bekerja, setelah 3 bulan <i>maternity leave </i>yang diperpanjang dengan 1 bulan isolasi mandiri. Mencoba bangkit, masih terseok-seok karena <i>supporting system </i>belum sepenuhnya bekerja. Satu bulan saya menjalani masa pemulihan ini. Pemulihan fisik, dan tentunya mental. <i>Long covid effect</i> tentu saja masih ada. Saat isolasi mandiri saya <i>survive</i> dengan berada di rumah saja, seminggu setelah dinyatakan negatif saya harus bolak balik IGD karena asam lambung naik dan diare. Tapi, diluar itu, saya merasa pemulihan batin inilah yang menjadi tantangannya, dan disinilah fungsi komunitas terdekat saya kembali bekerja. Sebuah pertemuan <i>online</i> sengaja diadakan dengan judul "berbagi <i>lesson learned Covid </i>dan menjenguk Ririn"-saya baru sadar kalau mereka bisa <i>so sweet </i>seperti ini.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Belum cukup tegak untuk berdiri, dunia kembali menghempaskan saya. Selang 1 bulan saya menjalani tahap <i>recovery</i>, giliran bapak saya yang terserang Covid. Usia lanjut dan kondisi fisik yang tidak fit membuat bapak menyerah pada Covid hanya dalam 2 minggu saja. Dua minggu paling berat dalam kehidupan saya dan kakak. Membujuk bapak untuk kerumah sakit, memantau kondisi bapak dan mencoba mencukupi kebutuhannya dari jarak jauh, berusaha merujuk bapak ke rumah sakit rujukan covid, mencari donor plasma, hingga pemakaman, tak terbayang sebelumnya saya akan merasakan pengalaman ini. Pengalaman yang bisa saya gambarkan dalam 1 kalimat pendek: menurunkan berat badan hingga 10 kg hanya dalam 2 minggu. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Seperti sebelumnya, kesembilan orang ini menjadi tim sukses paling giat menanyakan kabar, membantu mencari kontak donor, dan lain sebagainya. Dan untuk kesekian kalinya<i>, </i>Dompet Peduli Ririn dibuka kembali. Saya yakin bukan hanya saya yang merana, tetapi teman-teman saya juga. Berapa kali mereka harus mengulurkan tangan untuk saya. Sungguh saya berdoa, semoga semua itu menjadi amal mereka yang berbalas berkali-kali lipat. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Hehh... (<i>nafas berat</i>) </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Diluar merenungi ujian demi ujian kehidupan, saya merasa sangat beruntung dikelilingi 9 orang ini. Grup <i>whatsapp </i>sering kali sunyi, tetapi di saat ada yang memulai pembicaraan, disitulah <i>gelak tawa </i>mengalir. Sekedar bertanya <i>update</i> vaksin kepada teman yang bekerja di Biofarma, atau <i>complain mengapa tagihan listrik tidak turun padahal sudah bela-belain kepanasan nggak pakai AC di tengah hari demi ngirit </i>kepada teman saya yang bekerja di PLN-padahal dia di bagian pembangkit dan tidak tahu menahu pekara meteran listrik😂.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWRO0tYLsP7fka2XWbdyLytB3OG61x4Go0vWv_zyl-zPfBfQfs5SUeIFreOdSFm0ycgvrt0DVUmXjwCdKSX3EXNPeyHdGtBTwPK2mywOcijdJOKvac3N0FRDFY2fAuQ7DKW95X_vNWQ4o/s600/WhatsApp+Image+2021-10-31+at+23.11.56.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="600" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWRO0tYLsP7fka2XWbdyLytB3OG61x4Go0vWv_zyl-zPfBfQfs5SUeIFreOdSFm0ycgvrt0DVUmXjwCdKSX3EXNPeyHdGtBTwPK2mywOcijdJOKvac3N0FRDFY2fAuQ7DKW95X_vNWQ4o/s320/WhatsApp+Image+2021-10-31+at+23.11.56.jpeg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">Komunitas terdekat saya</div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">Komunitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sekelompok organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah tertentu. Saya tidak tahu apakah interaksi tanpa tujuan seperti yang terjadi di antara saya dan 9 orang teman saya ini termasuk dalam definisi komunitas atau tidak. Namun, agar hidup lebih bermakna dari sekedar tertawa-tawa, saya mencoba bergabung ke dalam beberapa komunitas yang memacu saya untuk menemukan kembali hobi saya. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5OAXjKsmtfEOCCCForiRCWYeT9dU8BiYQdEm3iWBJfPbsndcFyVWMI_6H5mSG-zDJLUrClyVJhaM67wlcnM1hreycrmgI-Jss3AO8j0CAteDUp1DI1CfrbU7NeWP4HQ11-Cb5FQL-4X8/s2048/Banner+Tantangan+Blogging+MGN+%25281%2529.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1152" data-original-width="2048" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5OAXjKsmtfEOCCCForiRCWYeT9dU8BiYQdEm3iWBJfPbsndcFyVWMI_6H5mSG-zDJLUrClyVJhaM67wlcnM1hreycrmgI-Jss3AO8j0CAteDUp1DI1CfrbU7NeWP4HQ11-Cb5FQL-4X8/s320/Banner+Tantangan+Blogging+MGN+%25281%2529.png" width="320" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://mamahgajahngeblog.com/">Mamah Gajah Ngeblog (MGN)</a> adalah salah satu komunitas yang berhasil membuat saya bangun, meninggalkan keengganan saya untuk melakukan sesuatu. Karena bergabung dalam komunitas ini, saya membaca begitu banyak tulisan hebat dan menyimak percakapan penuh informasi yang disampaikan dengan ringan sekali di grup <i>whatsapp. </i>Sebagai hasilnya, tulisan ini dibuat. Tentunya, untuk mengikuti t<a href="https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-mgn-oktober-komunitas-yang-aku-cintai/">antangan Mamah Gajah Ngeblog Bulan Oktober</a> dengan tema Komunitas yang paling aku cintai. Ikut tantangan bulanan bagi saya juga menjadi satu kunci tersendiri. Berhasil menulis dalam tenggat waktu yang ditentukan adalah suatu prestasi bagi saya. Bangga, bahwa saya bisa menjalani hidup dengan cara yang lebih bermakna dari sekedar<i> rebahan</i>. hehehe!</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: x-small;">Referensi:</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="font-size: x-small;"><a href="https://kbbi.kemdikbud.go.id/">https://kbbi.kemdikbud.go.id/</a></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><i><br /></i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"> </div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><br /><div><br /></div><div><i><b><br /></b></i></div><div><i><b> </b></i> </div></div></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-7460332968033353092021-08-31T15:31:00.003+07:002021-08-31T15:32:31.970+07:00Alah bisa karena biasa<p><span style="font-family: helvetica;">Alhamdulillah.bersyukur rasanya bisa ngeblog lagi. Posting perdana ini dipersembahkan oleh <a href="https://mamahgajahngeblog.com/tema-tantangan-mgn-agustus-budaya-tanpa-bajakan/">Tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan Agustus 2021</a> yang membuat saya cukup tertantang untuk menulis lagi, dan lebih dari itu, berhasil menantang saya untuk berusaha keras mengingat pasword blogspot-yang sudah 5 tahun tidak dibuka😛.</span></p><div><span style="font-family: helvetica;"><br /></span></div><div><span style="font-family: helvetica;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhF2bZAaRoF9Z9iNBio5Au3Sldx0bE4kTHIo4DvdjoIfUIquAg50VcMKKt_BuZuoZqQkAs_EWvlwNroZmL8klym7Ly3VOYzMpstsFaItJYRJX2jO-M_RE-Ic_Yhp_5nEn9wK8j1FDY03sU/s2048/Banner+Tantangan+Blogging+MGN.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="1152" data-original-width="2048" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhF2bZAaRoF9Z9iNBio5Au3Sldx0bE4kTHIo4DvdjoIfUIquAg50VcMKKt_BuZuoZqQkAs_EWvlwNroZmL8klym7Ly3VOYzMpstsFaItJYRJX2jO-M_RE-Ic_Yhp_5nEn9wK8j1FDY03sU/s320/Banner+Tantangan+Blogging+MGN.png" width="320" /></a></span></div><div><span style="font-family: helvetica;"><br /></span></div><div><p><span style="font-family: helvetica;">Hidup tanpa bajakan. Tema yang sungguh berat karena saya merasa malu sendiri saat harus mengingat topik ini. Saya -pengakuan dosa di depan- adalah orang yang sampai saat ini belum bisa konsisten menerapkan perilaku bebas bajakan. Tapi biarlah cerita ini paling tidak bisa jadi <i>lesson learned</i> untuk orang lain dan pengingat untuk saya agar mulai memperbaiki diri. Bukan sengaja, tapi sering kali <i>sense</i> untuk sekedar menyadari itu perilaku bajak membajak atau bukan semakin tidak terasah. Memang betul pepatah yang diajarkan saat saya SD: <i>alah bisa karena biasa</i>. Bermula dari dibiasakan, lama-lama jadi bisa dan tidak risih. Ini yang gawat.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">***</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Bangga setengah mati saat saya pertama kali datang ke Bandung untuk kuliah di kampus gajah. Kakak angkatan satu almamater di SMA membawa anak-anak baru jalan-jalan keliling kampus. </span></p><p><span style="font-family: helvetica;">"<i>Ini perpustakaan, kalian bisa pinjam buku-buku TPB disini. Fisika, kimia, kalkulus. Tapi, biasanya antri. Saya punya, tapi cuma 1, siapa cepat dia dapat. Yang lain nggak usah khawatir. Di tamansari dekat anex ada dunia baru. Kalian mau cari buku apa saja pasti ada disana. Murah.</i>"</span></p><p><span style="font-family: helvetica;"><i>Wow</i>! Toko buku apa itu. Bisa jual buku dengan harga 1/5 harga di toko buku lainnya. Saya lantas pergi kesana dan membeli beberapa buku yang dosen saya sebutkan. Membawa ke kelas tanpa beban, merasa sudah punya buku, sama seperti anak-anak lainnya.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Dasar anak SMA dari desa, saya baru sadar di tingkat II kalau buku yang saya beli dari dunia baru itu adalah fokopian. Dicetak amat sangat bagus, dengan cover hardcopy. Tidak ada tulisan buram apa lagi halaman miring-miring terpotong hilang setengahnya seperti jamaknya tukang fotokopi jaman itu. Sadarnya pun gara-gara lihat teman saya bawa buku yang sama tapi beda warna covernya. </span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Pantas waktu beli mamang yang jual tanya, <i>sampulnya mau warna apa neng? </i>😂</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">**</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">2 tahun selanjutnya berlalu, dan bagian tugas akhir saya lewati dengan relatif mulus. Kebetulan saat itu saya dapat kesempatan untuk mengumpulkan data lapangan via survey primer. Sibuk mengolah data, saya jadi tidak terlalu peduli pada tinjauan pustaka. <i>Comot tulisan sana sini, sekenanya saja bikin daftar pustaka.</i></span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Begitu juga ketika saya lanjut sekolah di kampus yang sama. Tesis saya selesaikan dengan bermodal pede, dan keberuntungan tingkat dewa-tentunya dengan doa kedua orang tua yang saat itu masih ada😉. <i>Lagi-lagi</i>, daftar pustaka maupun kutipan kalimat-kalimat dari teks referensi tidak menjadi perhatian saya. </span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Berbeda dengan teman-teman saya yang kuliah di luar negeri dan dapat <i>reading list</i> dengan target waktu tertentu, untuk saya saat itu, membaca hanya sebatas menjadi kebutuhan untuk menulis ulang paragraf yang terkait di tesis. Bukan, bukan salah dosen atau kurikulumnya. Bisa jadi sebetulnya ada <i>reading list</i>, tapi waktu ditugaskan saya sedang keliling Indonesia untuk kerja -<i>eh bolos maksudnya</i> #ngumpet malu.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Karena tidak banyak baca, ikatan batin saya dengan tulisan-tulisan itu jadi rapuh. Saya tidak selalu merasa perlu untuk mencantumkan sumber setiap saya mengutip sesuatu.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">**</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Ternyata, yang namanya kebiasaan, cenderung dibawa terus sampai tua. Makanya orang tua rata-rata <i>bawel</i> ke anaknya, memberi tahu ini itu agar yang tidak baik tidak jadi kebiasaan. Sebab semakin dewasa, semakin sulit mengubah kebiasaan.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">3 jam sebelum saya masuk ruang sidang untuk mempertahankan tesis saya di hadapan penguji, saya menerima kabar bahwa saya diterima untuk bekerja di sebuah organisasi internasional. Bisa dibilang 60% pekerjaan saya disini adalah menulis. Menulis kerangka acuan kerja, menulis laporan, menulis justifikasi, menulis surat elektronik, menulis pesan singkat, menulis apa saja yang perlu ditulis.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Pada 4 tahun terakhir ini, saya diminta memberikan input untuk laporan tahunan proyek. Bentuknya 1-2 <i>pager</i> berisi rangkuman status hasil pekerjaan dan kondisi Indonesia terkini terkait topik proyek. Seperti 3 tahun sebelumnya, tahun ini saya membuka "catatan" saya untuk menelusuri <i>progress</i> pekerjaan, dan berselancar di internet untuk mencari <i>update</i> kondisi terkini. </span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Sudah 3 tahun berlalu, input saya selalu diterima <i>supervisor </i>saya dengan lapang dada. Menggunakan metode penulisan yang sama, ternyata ada yang berbeda dengan tahun ini. </span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Tidak menunggu lama, setelah saya mengirimkan <i>input </i>laporan, datanglah <i>feedback</i> dari bos saya. Kira-kira bunyinya seperti ini:</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">"<i>Ririn, di tulisan kamu itu banyak informasi yang menarik dan penting untuk dikutip. Sayangnya kamu tidak tulis referensinya. Saya jadi tidak tahu harus cek kemana itu data-datanya</i>"</span></p><p><i><span style="font-family: helvetica;">Ups..</span></i></p><p><span style="font-family: helvetica;">Selang beberapa hari kemudian, saya mendapat kiriman 1-2<i> pager</i> hasil tulisan rekan kerja saya yang orang Jerman. Di situ banyak sekali <i>link</i> dan referensi yang dia tulis. Hampir di setiap akhir kalimat ada sumber yang menjelaskan dari mana pernyataan itu dia dapat. Saya rasa dalam 2 halaman itu lebih banyak tulisan nama penulis dan <i>link</i> artikel sumber dibanding <i>text</i> kontennya sendiri.hahahaha. </span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Ketika saya tanya, "<i>kenapa kamu kok nulisnya begitu?"</i></span></p><p><i><span style="font-family: helvetica;">"Ya karena itu bukan hasil pemikiran saya. Itu saya ambil dari tulisan orang, jadi saya harus acknowledge sumbernya."</span></i></p><p><i><span style="font-family: helvetica;">Olala.. </span></i></p><p><span style="font-family: helvetica;">Saya bahkan tidak <i>kepikiran</i> bahwa sudah seharusnya tulisan <i>informal</i> yang saya <i>submit </i>itu mencantunkan referensi karena banyak isinya merupakan hasil pemikiran orang lain, bukan <i>pure </i>tulisan dan ide saya. </span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Malu?</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Bukan lagi..hanya bisa bersyukur percakapan itu dilakukan via <i>online chat -</i>jadi saya tidak perlu lihat ekspresi <i>are you kidding me??? </i>dan selanjutnya <i>accept</i> permintaan <i>unfriend. </i></span></p><p><i><span style="font-family: helvetica;"><br /></span></i></p><p><i><br /></i></p></div>ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-47217284661302385892016-11-17T22:22:00.001+07:002016-11-17T22:22:18.960+07:00Hore Mamahzilla berhasil Posting<p dir="ltr">Ya Ampun ini HP baru dipake buat bayar 1 online shop udah ngehang aja,macem mana temen kantor yang tiap hari ada aja kurir nganter paketan buat dia *geleng2 ngakak</p>
<p dir="ltr">Online shop dan HP, inilah kehidupan utama mamahzilla seperti saya. Saat matahari bersinar, si bakpao memegang erat-erat sumber kehidupannya (baca: nenennya). Saat si nenen  akhirnya terlepas dari cengkraman si bakpao, toko-toko udah tutup. -kalopun toko masih buka,mata saya yang udah nutup -_-</p>
<p dir="ltr">Jadilah alih-alih sama sekali ga pernah beli barang, kami sibuk nyekrol-nyekrol. Mau beli susu nyekrol.mau beli popok nyekrol.mau beli baju nyekrol. Sampe mau beli sate padangpun akhirnya nyekrol. Bahkan, saat ga bisa bayar belanjaan pun kami tetep nyekrol,yang penting nyekrol. Bisa nyekrol dan kamipun bahagia</p>
<p dir="ltr">Andaikan ngeblog bisa dilakukan dengan hanya nyekrol, saya yakin saya bisa memenuhi komitmen posting 1 bulan sekali, yang sudah saya langgar selama setahun terakhir :)))</p>
ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-33450365001426523012015-09-04T05:47:00.001+07:002015-09-04T05:47:49.707+07:00Pra Wedding Mellow<p dir="ltr">Alih-alih keliling dunia untuk foto pra wed bersama si dekil yang satunya, saya mengisi waktu sebelum menikah dengan sidang tesis dan tes kerja:))))</p>
<p dir="ltr">Well, mungkin betul ya kata kakak saya dan banyak orang lainnya, dimana fase terbergoncang adalah masa-masa sebelum nikah. Galau jadi punya 2 orang tua, galau ga punya gunungan emas buat milih ini itu seenaknya, dan galau milih calon suami *loh.</p>
<p dir="ltr">Tapi yang paling top adalah duo combo ga bisa ikut ngurusin nikahan karena posisi ga di semarang dan babeh yang galau karena anak bontotnya mau diambil orang -_-"</p>
<p dir="ltr">Duh,saya paling ga suka bagian mellow ini. Membuat saya benar-benar ingat untuk menikah hanya sekali ini saja insya Allah.</p>
<p dir="ltr">Malam ini saya harus membuat pidato untuk dibacakan di depan orang-orang, isinya kata-kata untuk orang tua, terakhir sebelum menikah. Aaak, tissue mana tissuee. Akhirnya ada fase saya mewek juga.setelah kemarin bolak-balik merasa tidak normal karena mau nikah tapi sama sekali nggak deg-deg-an -_-"</p>
<p dir="ltr">By the way, saya mau mengucapkan terima kasih yang amat sangat kepada teman-teman sepermainan yang menggelar bridal shower. You made me, finally, feel like a real bride wanna be:))))))</p>
<p dir="ltr">Well, wish me luck ;)<br></p>
ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-32880581648544568232015-07-21T18:55:00.001+07:002015-07-21T19:25:10.875+07:00Cipali dan Warung Sambal Tumpang<p dir="ltr">Halo! Selamat lebaran! Mari bermaafan, maafkan saya yang lupa komitmen posting 1 bulan sekali 2 bulan terakhir :P</p>
<p dir="ltr">Tahun ini bidang permudikan Indonesia mengalami kemajuan pesat. Tol Cipali sudah dibuka, menghubungkan cikampek hingga pemalang, mereduksi waktu tempuh jakarta- semarang yang tadinya 8 jam hingga hanya 6 jam saja.</p>
<p dir="ltr">Saya dan orang tua saya memutuskan menjajal tol ini di perjalanan pulang dari bandung ke semarang. Alih menikmati empal gentong di tengah kota, kami belok masuk ke dalam Tol Cipali di Cirebon.</p>
<p dir="ltr">Mulusnya jalan membuat ayah saya lupa diri sedang menyupir mobil tua merk rakyat jelata, alih-alih merk blade putih yang membelah langit biru. Mulus jalannya boleh lah, meskipun pepohonan belum ada, jadi panasnya luar biasa.</p>
<p dir="ltr">Belum setengah jam terbang melayang di atas jalan mulus, di depan mata terhampar rentetan mobil yang mengantri meliuk mengikuti alur jalan tol. Mobil berhenti, maju sepanjang 5 meter kira-kira setiap 1 menit sekali. <i>Sudah ada tol sepanjang ini, </i><i>apa</i><i> pula yang bikin macet?!</i></p>
<p dir="ltr">Hampir 2 jam mobil merayapa. Setelah mobil ayah saya berhasil merengsek semakin maju ke depan, diketahuilah, sumber dari segala kesulitan hidup ini ternyata adalah gerbang tol.</p>
<p dir="ltr">Yak, tak terhitung banyaknya gerbang tol yang dibuka. Tapi coba lihat pelayanannya.</p>
<p dir="ltr">Tidak ada papan harga, adanya hanya papan "siapkan uang pas". <i>Lha pas-nya itu berapa?</i></p>
<p dir="ltr">Begitu saya saya menyodorkan 20ribu, mbak loket bingung mencari kembalian. Biaya tol adalah 7ribu.Mbak loket harus mengembalikan 13 ribu ke ayah saya. </p>
<p dir="ltr">Setelah <i>kutrek-kutrek </i>laci, kepala mbak loket nongol, "Pak, nggak ada uang pas?", "Nggak ada, jawab ayah saya". </p>
<p dir="ltr">Kepala mbak loket masuk dan kembalik <i>ngutrek </i>laci, lalu nongol lagi. "seribuan ada <i>nggak</i>?"</p>
<p dir="ltr">Bak bapak-bapak yang sedang antri dibikinkan roasted chicken di diner dash, muka ayah saya sudah memerah dengan alis naik dan dahi berkerut. <i>Kalau sampai mbak loket nggak nongol-nongol juga, terabas </i><i>palang tol :)))))</i></p>
<p dir="ltr">Semenit kemudian,</p>
<p dir="ltr">"Terima kasih Pak," -> pintu palang dibuka</p>
<p dir="ltr"><i>Alamak</i>, bos mbak loket ini sedang diwawancara di tv. Katanya, kami sudah menambah gerbang tol *mungkin setelah ini bisa lebih dipikirkan kualitasnya juga daripada hanya kuantitas ya pak. Tuker uang kencreng ke BI dulu lah pak sebelum jaman mudik :)))))</p>
<p dir="ltr"><i>Macem mana</i> pengelola tol kalah sama pengelola warung sambal tumpang di kampung ayah saya. Mengantisipasi lonjakan pembeli, pengelola warung menambah kursi dan meja di luar warung, menambah pegawai, dan paling top adalah: </p>
<p dir="ltr">mereka membuat semacam split tempat pembelian buburnya. Jadi antrian pembeli terbagi 2 spot *tepuk tepuk</p>
<p dir="ltr">Semua pembeli terlayani dengan cepat dan relatif mendapatkan pesanan persis seperti yang mereka pesan. Nyah, mungkin orang-orang di kota kadang perlu benchmarking ke desa -_-"<br>
</p>
ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-88607160784147653582015-05-31T21:24:00.001+07:002015-07-21T18:10:41.110+07:00Asteroid Attack!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Melengkapi kegiatan-sangat-wanita di hari ini, setelah lari pagi dan mencuci ini itu, tiba-tiba muncul ide di kepala saya untuk memasak. Cakue: makanan simpel yang akan benar-benar menjadi simpel kalau saja saya tunduk pada kehendak alam yang sudah menyediakan <i>mang</i> cakue di dekat rumah, menjual cakue dengan harga murah meriah, dan enak.<br>
<br>
Terigu, garam, baking powder, soda kue, aduk rata, goreng, dan sajikan. <i>Bah</i>, bocah baru lahir pun bisa jadi <i>mang</i> cakue kalau hanya begini resepnya. <i>Okelah, mari kita coba.</i><br>
<i><br></i>
Cobaan 1 : Soda kue dan <i>baking powder</i> apalah bedanya?<br>
Kata mbak yang biasa memasak di rumah, <i>baking powder</i> adalah soda kue. Kenyataannya, begitu pergi ke <i>na na na mart</i>, saya dihadapkan pada kenyataan bahwa di dunia ini ada <i>baking powder</i> dan soda kue. Kedua benda ini sama-sama mengandung pengembang <i>bicarbonat</i>. Bedanya, <i>baking powder</i> adalah pengembang <i>bicabornat</i> plus pengembang <i>acid base</i>. <i>Kenapa harus jual baking powder? kenapa ga jual soda kue dan pengembang acid base aja dah.</i><br>
<i><br></i>
Apapun itu lah. Begitu lengkap semua bahan, saya memulai atraksi. Garam, <i>baking powder</i>, dan bawang yang sudah dihaluskan saya campur jadi satu. Ditambah terigu dan 200 ml air, saya aduk. Voila!<br>
<br>
Jadilah adonan encer yang menurut saya memang sudah seharusnya begitu. Mbak yang biasa memasak dan memperhatikan hasil adonan saya hanya bisa menatap nanar. Sesuai resep, adonan harus didiamkan dan diaduk setiap setengah jam sekali sampai mengental. Saking niatnya, saya bawa adonan itu ke kamar, sambil menonton film di laptop, setengah jam sekali saya aduk-aduk.<br>
<br>
Sejam kemudian, masih encer.<br>
<br>
Dengan tak jemu-jemu saya diamkan adonan itu dan saya aduk-aduk setiap setengah jam sekali. Entah saking tidak berbakat masak atau bagaimana, melihat adonan encer yang terpikir di otak saya adalah siklus hidrologi. Adonan yang didiamkan akan mengalami penguapan. Air menguap -> adonan mengental. Jadi, dengan teguh kukuh saya lanjutkan perjuangan saya -dengan terbesit ide menjemur adonan di bawah sinar matahari untuk mempercepat penguapan.<br>
<br>
Selang 2 jam, adonan masih saja encer. Mulai tersadar bahwa memasak tidak ada hubunganya dengan siklus hidrologi, saya kembali ke dapur dan konsultasi ke mbak yang biasa memasak. Akhirnya diputuskan bahwa adonan itu kurang tepung. Saya tambahkan tepung dan dengan penuh perjuangan saya aduk adonan itu, awalnya dengan sendok, lalu lama-lama dengan tangan :P<br>
<br>
Adonan menjadi kalis. <i>Owalah, harusnya begini toh. </i>Melihat bentuk adonan yang sudah sewajarnya, saya tinggal selangkah lagi menuju kesuksesan. Langkah selanjutnya adalah mendiamkan adonan 4 jam agar mengembang.<br>
<br>
Karena tidak sabar, saya bermaksud mempercepat proses pengembangan dengan mendinginkan suhu. Kalau di suhu kamar perlu 4 jam, mungkin di kulkas hanya setengah jam. Lalu, saya masukkan adonan ke kulkas dan didiamkan.<br>
<br>
<i>Setengah jam kemudian : kesuksesan adalah buah dari kesabaran, dan ketidaksabaran akan berbuah kebantetan.</i><br>
<br>
Sesuai petunjuk resep, setelah didiamkan, adonan digoreng. Saya masukkan lapis-lapis adonan yang super lengket -dan bahkan kalau bisa tangan saya ikut digoreng, akan saya goreng juga saking sulitnya melepaskan adonan dari tangan saya-. <i>Nyess</i> minyak mendidih bergelembung memanaskan adonan saya. Semenit.. dua menit.. 5 menit, adonan tak jua mengembang. wujudnya masih sama ketika kali pertama dimasukkan ke dalam wajan: runcing-runcing asteroid.<br>
<br>
Angkatan pertama penggorengan ditiriskan. Sebagai chef yang bertanggung jawab, saya bertindak juga sebagai tester.<br>
<br>
<i>Aaaak, kruss, grauk grauk. </i><br>
<i><br></i>
Alih-alih menghasilkan cakue yang kenyal dan renyah di permukaan, saya menghasilkan gumpalan-gumpalan batu asin yang... saya tak sanggup melanjutkan untuk berkata-kata.hahaha<br>
<br>
Intinya sedetik kemudian saya putar otak untuk menyelamatkan orang-orang yang ada dirumah dari kepunahan akibat menyantap asteroid ini. Akhirnya saya ambil keputusan untuk menambahkan seledri ke dalam 1/4 adonan, sehingga menyulap batu-batu asin menjadi kue seledri bantat. 1/4 adonan lainnya saya beri gula pasir dan setelah digoreng hasilnya menyerupai: biskuit kong guan bantat dengan karamel melimpah.<br>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2ot7Mj41K7OQrOYi_Cg8Co8_cdo4evC3dz_anw9sbnJiqeDZVFmOfwn6_huodu-HUhab5rlqFOKoYctzKRG1pXdlwrA71OItQh67wr3wlnomGP1oLwSguGDploTNQusKN7DOFvEUK7A4/s1600/IMG-20150531-WA0008.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2ot7Mj41K7OQrOYi_Cg8Co8_cdo4evC3dz_anw9sbnJiqeDZVFmOfwn6_huodu-HUhab5rlqFOKoYctzKRG1pXdlwrA71OItQh67wr3wlnomGP1oLwSguGDploTNQusKN7DOFvEUK7A4/s320/IMG-20150531-WA0008.jpg" width="240"></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">asteroid cookies :P</td></tr>
</tbody></table>
<br>
<br>
Sebetulnya kedua makanan hasil tindakan penyelamatan saya ini layak makan. Namun, dalam memakannya, manusia hanya boleh menggunakan indra pengecap, dan mengesampingkan keempat indra lainnya: penglihatan -karena bentuknya <i>ga </i>wajar-; penciuman -karena kue manis tapi bau bawang; peraba -karena kasar ga jelas di permukaan; pendengaran -batin akan bersuara, ini kue apa batu dari bulan?<br>
<br>
-_-"<br>
<br>
<br>
<br></div>
ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-26607480636649223032015-04-08T19:32:00.001+07:002015-04-08T19:32:19.792+07:00Indonesia Lawak <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Posting ini dibuat ditengah kondisi <i>mumet, </i>menyadari angan-angan untuk membuat thesis dan lulus S2 hanya dalam sehari semalam begadang pupus sudah :))))<br />
<br />
Sekitar 2 hari yang lalu, saya menghabiskan makan siang di depan TV ruang keluarga rumah bude saya sambil membuka-buka koran. Suatu kegiatan yang jarang saya lakukan mengingat biasanya saya menghabiskan makan -pagi-siang-malam- hanya dalam beberapa detik, bahkan sebelum sempat mengambil korannya saja makanan di piring saya sudah <i>ludes</i>,heheh.<br />
<br />
Artikel yang saya baca siang itu menceritakan seorang bapak pejabat staf kepresidenan yang datang ke Istana Negara untuk memperkenalkan tim yang baru saja dibentuk. Tim ini, nantinya tentu saja akan membantu bapak itu bekerja sebagai staf presiden. Dalam pertemuan itu, hadir pula seorang bapak anggota DPR.<br />
<br />
Sampai 1 paragraf terakhir, saya cukup senang melihat perkembangan Indonesia. Bapak staf kepresidenan itu bercerita bahwa timnya akan diperkuat mahasiswa-mahasiswa Indonesia lulusan Harvard yang lulus seleksi kepegawaian. Tetapi belum genap saya bilang "Indonesia Heeeebaaa...", mata saya menyorot baris-baris kalimat yang isinya kira-kira seperti ini.<br />
<br />
" Xx, seorang anggota DPR yang ikut dalam pertemuan itu menegur Zz sebagai kepala staf kepresidenan yang melecehkan lulusan dalam negeri. Terlalu membangga-banggakan lulusan Harvard."<br />
<br />
<i>hehhh??</i><br />
Mungkin saya termasuk orang awam yang tersetir oleh media, tetapi melihat <i>history</i> beberapa kejadian belakangan ini entah mengapa saya punya <i>mindset:</i> benar-benar absurd orang-orang DPR ini.<br />
<br />
Mendengar komentar bapak DPR yang sangat "<i>heh"</i> itu, kepala staf kepresidenan tentu saja tidak ambil pusing. <i>Wong</i> lulusan Harvard yang dimaksud itu adalah mahasiswa Indonesia yang hampir lulus dan mau kembali ke Indonesia untuk bekerja di dalam negeri. Hampir lulus, belum lulus, dan tetap akan ikut seleksi. Ada 6 orang yang sudah menyatakan berminat ikut seleksi staf kepresidenan. Kalau ada mahasiswa perguruan dalam negeri yang ingin ikut seleksi ya silahkan. Lagipula beberapa lulusan Harvard itu lulusan ITB juga.<br />
<br />
DPR ini <i>lawak nggak sih,duh. </i><br />
<br />
<br />
<i><br /></i>
<br />
<br />
<br /></div>
ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7441384807360826769.post-66611121305798074842015-03-05T19:59:00.007+07:002015-03-05T19:59:59.813+07:00Menghindari Ghibah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div>
Seorang teman saya mem-posting sebuah foto di grup angkatan kuliah saya.</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFk2wjbeMzPxMWfaV2p0Kgr9xYt5qBkhWXA9WIiGKDQ9-Ec-jl4rv5w2GbelkGf3vDFj6I2AnCF1-dlla-wCqgn1IGcaZyyGcxhbAQVOgJOcme42HKjg3I_9lE_fS4aaF42K5L_3Qun9g/s1600/IMG-20150305-WA0018.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFk2wjbeMzPxMWfaV2p0Kgr9xYt5qBkhWXA9WIiGKDQ9-Ec-jl4rv5w2GbelkGf3vDFj6I2AnCF1-dlla-wCqgn1IGcaZyyGcxhbAQVOgJOcme42HKjg3I_9lE_fS4aaF42K5L_3Qun9g/s1600/IMG-20150305-WA0018.jpg" height="312" width="320" /></a></div>
<div>
<br /></div>
Menyadari jumlah pahala yang tanpa dibagi-bagi pun entah cukup atau tidak untuk mengantar saya masuk surga, marilah menghindari ghibah, paling tidak untuk malam ini. Posting ini dibuat untuk mengalihkan pikiran saya dari kegiatan ghibah akibat es kelapa -nggak- muda plus jeruk yang <i>entahlah </i>ini bagaimana cara minumnya *keluar tetesan air di jidat.<div>
<br /></div>
<div>
Akhir-akhir ini media sering memberitakan mengenai eksekusi mati terpidana narkoba. Mereka berasal dari berbagai negara, tetapi yang paling beken adalah 2 orang yang berasal Australia.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sementara ini saya cukup kagum melihat Pemerintah Indonesia yang masih bersikap menolak pembatalan eksekusi mati terpidana narkoba. Iya, sementara, karena eksekusi mati belum benar-benar terlaksana. Masih ada kemungkinan eksekusi dibatalkan, dan bila itu tejadi, hilanglah sudah kekaguman yang sementara tadi. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Australia dengan berbagai cara melindungi warga negaranya yang akan dieksekusi mati. Tindakan ini merupakan suatu kewajaran bagi negara yang peduli terhadap warga negaranya dan merasa cukup berkuasa. Di satu sisi saya melihat sisi positif dari usaha Australia, yang terlihat sekali mengupayakan kedua warga negaranya bebas dari hukuman mati-Indonesia harusnya bisa mencontoh ini. Tapi di sisi lain, beberapa langkah yang ditempuh Australia membuat saya harus bilang "heh??"</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Beberapa konferensi pers yang muncul di tv menayangkan cuplikan pidato PM Australia dan seorang lagi -maaf saya tidak tahu itu siapa- yang beberapa kali menyatakan, Indonesia harus melepaskan kedua terpidana mati karena bila eksekusi tetap dilaksanakan, Indonesia lah yang akan menanggung kerugian paling besar.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sebetulnya dalam hati saya bertanya, sebesar apa kerugiannya. Dari kabar-kabar yang beredar, wilayah Indonesia sudah dikepung oleh kapal-kapal Amerika dan Australia yang siap memborbardir kapan saja diperlukan. Apakah iya, yang dimaksud kerugian adalah ini? Kalau memang iya, apakah bisa jaman sekarang tiba-tiba perang dengan alasan yang aneh ini. Apakah iya, Australia bisa asal serang Indonesia, yang mana Indonesia sekarang punya posisi strategis untuk bisnis dan dilirik banyak negara maju?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Menanggapi lobi yang belum berhasil, Australia mengeluarkan langkah-langkah lain. Salah satu contohnya adalah pelarangan warga Australia untuk berkunjung ke Indonesia, yang mana warga Australianya pun protes mengapa dilarang pergi ke Indonesia. -<i>Yaudah sih, nggak </i>masalah. <i>Wong</i> mereka pergi ke bali dan lombok kok, bukan ke Indonesia :)))). </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Soal PM Australia yang mengungkit-ungkit bantuan Aceh <i>sih</i> semua sudah <i>deal</i> kalau itu aneh ya, sekarang mari lanjut ke keanehan selanjutnya. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sebetulnya saya kurang paham, apa saja yang bisa meringankan dakwaan. Pemerintah Australia, akhir-akhir ini sibuk mengungkit ketidak adilan yang diperoleh 2 warna negaranya, dibandingkan dengan warga negara Indonesia yang menyelundupkan narkoba ke Australia.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dari berita yang beredar, ternyata ada 3 orang warga negara Indonesia yang sekarang sedang ditahan di Australia akibat menyelundupkan narkoba, dengan jumlah 10 kali lipat dari narkoba yang diselundupkan 2 terpidana mati di Indonesia. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tiga orang Indonesia yang menyelundupkan narkoba ke Australia hanya dihukum 25 tahun penjara dan diperbolehkan mengajukan keringanan setelah sekian tahun di penjara. Selain itu, warga negara Indonesia menyelundupkan Narkoba ke Australia menggunakan kapal canggih yang dimodifikasi. Sedangkan 2 orang Australia yang akan dieksekusi hanya menggunakan plastik dan selotip. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tidak berhenti mengecam, Australia mempermasalahkan fasilitas penjara di Indonesia yang tidak sebaik di Australia. Akhirnya, karena putus asa mengancam, Pemerintah Australia menawarkan barter tawanan *<i>nahan ketawa</i>.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya <i>nggak</i> habis pikir, mengapa Australia bisa mengeluarkan opsi itu. Bagi saya, kalau hukum Australia tidak seberat hukum Indonesia, ya <i>selundupkanlah</i> narkoba ke Australia saja, jangan ke Indonesia. Kalau berbicara mengenai fasilitas, saya ingin membandingkan dengan fasilitas yang diterima Kedubes Australia ketika musim bom di Indonesia. Saat ini, KJRI Indonesia di Sidney menerima beberapa teror. Tiba-tiba muncul bercak cat berwarna merah darah dan balon-balon berisi cat di dekat pintu masuk kantor KJRI. Penjagaan diperketat dengan menambah personil polisi menjadi 4 orang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Apakah ada yang ingat bagaimana penjagaan Kedutaan Australia di Jakarta <i>jaman-jaman</i> ada serangan bom di Indonesia? *dadah dadah.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>Nyah</i>, saya <i>nahan ketawa </i>sekaligus <i>agak</i> bangga sih. Manusia Indonesia akhirnya dibilang lebih canggih, bisa merakit kapal modifikasi, dibandingkan orang Australia *ya meskipun canggih untuk sesuatu yang salah <i>sih</i>.hahaha. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dan akhirnya saya merasa ada poin plus dari ketidak pedulian Pemerintah Indonesia akan warganya-<i>muahahaha</i>. Sekarang kita di posisi aman menang, istilahnya kalau mau barter, disini ditembak dan disana juga akan ditembak, <i>yah</i> yasudah. <i>Toh nggak </i>ada yang sadar juga kalau ada warga negara kita yang sedang dipenjara di Australia. Pemerintah Indonesia saja sepertinya <i>nggak ngeh</i>, kalau Pemerintah Australia <i>nggak</i> menyebut-nyebut itu :))))</div>
<div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
</div>
ririnhttp://www.blogger.com/profile/06549910722626784384noreply@blogger.com1