Me Time Impian
Tiga hari belakangan saya ikut retreat kantor, menginap di sebuah hotel dengan desain resort di Anyer. Hotel mewah pada jamannya, tapi jangan ditanya bagaimana kondisinya saat saya menginap 2 malam kemarin. Khawatir posting ini malah jadi cerita me time dengan uka-uka🫠.
Entah karena anak baru, entah memang apes saja, atau malah beruntung. Saya dapat kamar paling ujung, cukup jauh dari venue. Bentuk hotel ini bukan bangunan tinggi di satu gedung, tetapi ada rumah-rumah 2 tingkat yang menyebar di berbagai titik, di area yang cukup luas. Kamar saya, seperti pulau sabang, menjadi titik terluar resort, dengan sudut kamar menghadap semak dan pepohonan yang di ujungnya ada pantai.
Karena sudah terdampar begitu, ingin hati sekalian saja kabur melaut. Sayangnya hari pertama hujan, jadilah saya tetap jadi anak baru baik-baik, ikut semua agenda retreat.
Pagi ini langit cerah. Saya sudah bertekad tidur cepat agar besok bisa bangun pagi dan pergi ke pantai.
..dan viola!
Saya sukses bangun pagi dan duduk di pinggir pantai. Diterpa angin laut menjelang matahari terbit, dengan bau pasir dan air laur yang pekat. Suara deru ombak yang terpecah beradu. Kepiting kecil berlarian. Inhale... exhale...... Menjernihkan pikiran, melatih kembali diafragma untuk bernafas yang sesungguhnya. Bernafas seutuhnya, yang tidak dikejar pikiran anak hari ini bekal apa ataupun deadline kantor belum selesai.
Sungguh me time tanpa internet impian yang sesungguhnya.
Pantai di dekat kamar saya
Impian, kadang hanya angan. Baru saja membuka pintu untuk keluar kamar mau ke pantai, handphone di meja bergetar.
Adek nangis-nangis semaleman nggak bisa tidur cari bubu
Yaudah, video call deh.
Anak wedok cari bubu
Me time tanpa internet bubar jalan.
Mencoba Me Time yang Bermanfaat
Saya ingun sekali punya rumah dengan halaman rumput. Kenyataannya, rumput tetangga memang selalu lebih hijau, karena rumput sendiri malas merawatnya. Saya pikir, bekasi adalah planet yang tidak ramah untuk makhluk hidup. Bukan hanya manusia, tetapi juga tumbuhan. Ternyata, dibawah 4 matahari yang dimiliki Bekasi, rumput masih tumbuh subur. Bagaikan mencari salon potong rambut, ternyata tidak semudah itu menemukan bapak tukang rumput yang style potongannya pas.
Karena lengah sedikit rumput jadi gondrong, saya mulai mencoba memotong rumput. Awalnya dengan motivasi rumput bisa rapi tapi tidak perlu repot mencari Bapak tukang rumput. Lama-lama memotong rumput jadi hobi. Dan lebih lanjut, jadi me time.
Cekress cekress. Kalau sedang relax, rumput terpotong rapi dan rata. CEKRESS CEKRESS, kadang juga saya sedang mumet atau emosi, gunting jadi naik turun tidak stabil dan berakhir rumput botak di area-area tertentu atau ada tanaman lain yang ikut terpotong.
Tapi boleh lah saya lanjurkan, apalagi kalau pakai gunting rumput besar. Me time sekaligus melatih otot lengan.
Me Time yang Kids-Friendly
Salah satu alasan utama seorang Ibu tidak bisa me time adalah karena tidak bisa, atau tidak mau meninggalkan anak.
Sama seperti banyak ibu lainnya, waktu saya untuk detached sangat terbatas. Potong rumput hanya bisa damai sekitar 30 menit. Mungkin bisa lebih panjang kalau bersedia potong rumput sambil video call- entah dimana me time-nya.
Untuk mensiasati itu, saya mencari me time lain yang lebih kids friendly. Saya bisa me time dengan tetap berada di dekat anak-anak saya, yaitu dengan main puzzle.
Ketika main puzzle, anak saya bisa sibuk sendiri dengan puzzle-nya, dan saya bisa asik mumet dengan puzzle saya. Tidak dipungkiri, me time jenis ini memerlukan keahlian khusus. Yaitu keahlian untuk melepaskan jiwa dari raga. Jadi raga tetap bersama anak, tetapi jiwa bisa me time.
Tinggal dipastikan puzzlenya yang menarik dan kita tidak dikejar target. Karena harapannya setelah me time bisa relax, bukannya malah tensi tinggi.
Penutup
Begitulah secuplik cerita me time tanpa HP ala mamah-mamah yang masih terjebak di jalanan jumat malam pulang retreat, dan sudah ditunggu anak yang nangis-nangis, menahan lelah 2 hari nggak ketemu ibunya.