12/22/2021

Perjalanan Menyambut Anak Kicik bagian Pertama

 Melahirkan anak pasti menjadi momen tak terlupakan bagi setiap ibu. Perasaan bahagia, haru, sedih, was-was, pasti ada. Takut? bukan lagi, jangan ditanya. Campur aduk, begitu kira-kira rasanya. Untuk saya, salah satu hal pertama yang perlu dipikirkan begitu tahu sedang hamil adalah: akan kontrol dengan dokter siapa dan dimana? Setelah tertunda 5 tahun cukup lama, akhirnya tergerak juga untuk menuliskan pengalaman melahirkan anak pertama ini sebagai catatan. Sebagai kenang-kenangan untuk saya, dan tentunya bisa menjadi informasi untuk siapapun yang membutuhkan.

dr. Aswin Sastro Wardoyo di RS Puri Cinere

Saya tinggal di daerah Jakarta Selatan pada kehamilan anak pertama di tahun 2016. Berdasarkan rekomendasi dari sepupu, saya memutuskan untuk kontrol ke dokter Aswin di RS Puri Cinere. Untuk saya yang baru pertama kali datang ke rumah sakit di Jakarta, cukup menyenangkan datang ke rumah sakit ini. Tidak terlalu besar, bersih, mekanisme administrasi sederhana dan cukup cepat.

Antrian pendek, cukup menunggu 15 menit, nama saya dipanggil oleh perawat. Masuk ke dalam ruang dokter rasanya deg-degan. Berhubung baru pertama kali ke obgyn, bingung juga harus ngomong apa. Apalagi sudah dapat doktrin dari sepupu saya yang heboh menceritakan dokter Aswin ini gitaris dan suara beliau ketika bilang: "Selamat ya Ibu.. positif hamil" akan terdengar sangat merdu dan membuat kita melayang. Ketika masuk ruang dokter, saya menjumpai dokter sepuh-yang memang tetap ganteng sih meskipun sepuh- dan sangaaaaaat lembut. No wonder dokter Aswin cukup jadi favorit ibu-ibu hamil yang rata-rata perlu seseorang yang menenangkan-dan ganteng? #eh 

Sayangnya, ketika kontrol pertama, layar USG baru menunjukkan titik, jadi perlu periksa ulang 2 minggu lagi untuk memastikan titik itu adalah kantong berjanin, atau kantong kosong. Jadi, mohon maaf saya nggak bisa cerita apakah suara beliau ketika mengucapkan selamat di pertemuan pertama itu benar-benar membuat melayang atau tidak.hahaha



dr. Aswin-mungkin banyak ibu-ibu terpikat karena membayangkan proses melahirkan yang mules itu ditemani konser gitar. 
sumber:    https://singolion.wordpress.com/2013/11/24/ngayogjazz-2013-rukun-agawe-jazz-jazz-agawe-rukun/


Pindah ke RSPI Pondok Indah

Karena dapat value dari orang tua bahwa melahirkan itu urusan hidup dan mati, saya selalu ingin memastikan rumah sakit tempat saya melahirkan menyediakan ICU dan NICU untuk keadaan-keadaan kritis tidak terduga. Karena alasan inilah saya pindah ke RSPI Pondok Indah. Selain fasilitas, tentunya juga dengan pertimbangan disana murah ada dokter Aswin yang praktik di akhir pekan. ICU, NICU, dokter Aswin, dan akhir pekan. Tidak perlu drama bolak balik izin kantor setiap mau kontrol. Cocok sudah!

Satu hal yang saya suka dari RSPI Pondok Indah adalah mereka menerapkan shift antrian per 30 menit. Jadi, seramai apapun pasiennya, rata-rata saya hanya perlu menunggu 30 menit saja untuk bertemu opa obgyn kesayangan. Selain itu, ada kasir dan farmasi khusus di poli obgyn, jadi ibu hamil  tidak perlu was-was harus berkumpul dengan pasien-pasien poli penyakit lainnya.

Bisa dikatakan, dokter Aswin cukup detail dalam memeriksa kondisi ibu dan janin. Sesi pemeriksaan dengan USG cukup panjang dan santai tidak terburu-buru. USG 3G dan 4G di ruangan juga  diperlihatkan for free karena yang muncul di tagihan hanya USG 2D. Diluar itu  dokter Aswin sangat cocok bagi ibu-ibu yang ingin menjalani kehamilan dengan perasaan santai kayak di pantai. Beliau tipikal dokter yang tidak over treatment

"Kalau tidak ada masalah, kenapa harus was-was? Ibu sehat, janin baik. Yang lain tidak usah terlalu dicemaskan. Cukup minum folavit saja ya buuu". Saya yang sedang sibuk membayangkan nonton konser musik pun angguk-angguk manut saja. 

Nah, sebaliknya, menurut saya dokter Aswin kurang cocok bagi ibu-ibu yang perlu perhatian extra semacam kontrol kenaikan berat badan. Menurut dokter Aswin, selama kenaikan masih wajar dan janin berkembang dengan baik, bebaskeeuuuun. Apalagi duet maut dengan kantin RSPI yang makanannya entah mengapa layaknya tempat wisata kuliner-menarik dan enak semua. Buyaaar sudah buyaaar masalah berat badan ideal.

Mengungsi ke RS Telogorejo atau Semarang Medical Center (SMC)

8 bulan berjalan, kehamilan saya baik-baik saja. Namun, dengan pertimbangan kehebohan melahirkan anak pertama, saya dan suami memutuskan untuk pindah sementara ke Semarang, kota tempat tinggal orang tua saya. Apalagi dalam kondisi suami terkena lay-off alias PHK tepat ketika kehamilan saya memasuki bulan ke-9. Suami pengangguran tidak perlu ke kantor, dan saya sudah mulai cuti melahirkan. Tidak ada alasan lagi untuk stay di Jakarta.

Sama seperti pencarian rumah sakit di Jakarta, saya fokus kepada ICU dan NICU. Bukannya berfikiran negatif yaa, hanya preventif saja, dan persiapan preventif ini membuat saya lebih tenang. 

Rumah Sakit Telogorejo selalu menjadi andalan keluarga saya sejak dulu. Fasilitasnya lengkap dan pelayanannya bagus. Tempat saya dirawat ketika terserang demam berdarah saat kelas 2 SD, dan tempat bapak saya selamat mendapat pertolongan sigap saat serangan stroke. Well, tempat bapak saya menghebuskan nafas terakhir juga sih tapi di moment ini pun saya tetap merasa rumah sakit ini adalah opsi terbaik di Semarang untuk keadaan gawat darurat.

Kesan menyenangkan saya dapat ketika melahirkan anak pertama di rumah sakit ini. Kamar menginap yang bersih, perawat yang sigap membantu, ramah, dan cekatan. Apalagi setelah berkutat dengan daftar harga kamar dan paket melahirkan di RSPI Pondok Indah (yang saya sendiri tidak terbayang bagaimana cara bayarnya, hahaha), tentunya melihat perkiraan biaya melahirkan di rumah sakit ini cukup melegakan. Dengan tujuan menghibur bapak dan ibu saya yang excited luar biasa menyambut cucu pertama, saya memilih kamar VIP B dengan extra bed yang lebarnya sama dengan kasur double di hotel. Jadilah, moment menunggu cucu lahir lebih mirip stay cation bagi suami, bapak, dan ibu saya.  Semua senang! 

Saat akan masuk ruang operasi dan ketika akan membawa bayi pulang, petugas keamanan berjaga di sepanjang lorong rumah sakit dan lift untuk clearing. Memastikan perjalanan saya (yang hanya dari 1 ruangan ke ruangan lainnya) kala itu bebas lancar tanpa hambatan.  Selepas operasi, begitu masuk ke kamar saya disambut tumpeng mini sebagai ucapan selamat menyambut kedatangan buah hati ke dunia. Beberapa gimmick kecil yang membuat saya cukup gembira kala itu. 

Terlepas dari harga, kebersihan, pelayanan yang memuaskan, saya rasa SMC perlu meningkatkan prosedur operasional terkait menyusui dan edukasi lainnya untuk ibu. Di rumah sakit itu, karena operasi, saya tidak bisa melakukan IMD. Selain itu, tidak terlalu banyak informasi yang saya terima terkait menggendong bayi, menyusui, memandikan, dan lainnya. Untuk saya yang baru pertama punya anak, akan lebih menyenangkan bila rumah sakit bisa menyediakan informasi tersebut.

dr. Besari Adi

Karena sudah menentukan pilihan rumah sakit, saya mengerucutkan daftar "belanja" obgyn pada dokter-dokter yang pratik di SMC. Pilihan saya jatuh kepada dokter Besari Adi. Alasan utama saat itu hanya karena sejauh googling, saya tidak menemukan review negatif tentang dokter ini. Cukup dengan tidak ada review negatif, karena ternyata sesulit itu menemukan review obgyn di Semarang. Kontrol pertama, tidak jauh dari kesan yang saya tangkap dari dokter Aswin. Dokter Besari Adi ini lembuuuuuuttt dan tenaaaaaaang sekali. 

dr. Besari Adi Pramono- lembut dan menenangkan jiwa
sumber: https://www.alodokter.com/cari-dokter/dr-besari-adi-pramono-sp-og-msi-med


Hasil pemeriksaan di pertemuan pertama menunjukkan tensi saya tinggi. Melejit ke 170/120, padahal 8 bulan sebelumnya normal. Dokter Besari, dengan sangat tenang menjelaskan kepada saya yang panik, bahwa kondisi ini bukan harga mati untuk suatu tindakan operasi c-section. "Masih bisa kita usahakan normal. Usia kandungan Ibu 39 minggu, ukuran janin sudah cukup aman untuk dilahirkan. Karena jalan lahirnya masih kaku sekali dan tanda-tanda lahir belum ada, kita akan coba induksi. Bila merespon dengan baik, kita lanjutkan dengan proses melahirkan alami. Selain itu, kita bicarakan nanti ya bu..". Beliau mengambil kertas dan menggambarkan mekanisme pemilihan prosedur sederhana yang akan saya jalani. Pertama adalah cek laboratorium untuk mendeteksi gejala eclampsia. Setelah hasilnya keluar dan negatif, dokter Besari kembali berbicara kepada saya. Ibu, saya menyarankan Ibu untuk mondok malam ini. Tapi kalau Ibu punya pemikiran lain yaa tidak apa-apa kita tunggu.  

Suami saya yang sudah rungsing makin sakit kepala dihadapkan pada statement dokter yang sangat njawani. Akhirnya, kami mencari second opinion terkait tensi. Barangkali tensimeter di rumah sakit itu eror. Datanglah kami dokter umum kenalan orang tua yang  begitu selesai cek tensi langsung teriak-teriak panik: NGAPAIN KAMU MASIH DISINI?? GA TAKUT MATI?? HARUS KE RUMAH SAKIT SEKARANG JUGA!!! alamak

Belakangan, setelah masuk IGD dan  masih bisa scrolling internet, saya baru menyadari bahwa eclampsia, yang ciri utamanya adalah tensi tinggi dan kaki bengkak, se-berbahaya itu. Saya bisa kejang kapan saja, mengancam keselamatan janin dan saya tentunya. alhasil karena kebanyakan googling saya tidak bisa tidur dan begitu dokter Besari datang ke UGD saya langsung teriak heboh: dokter, saya nggak kejang kan, saya nggak kejang?

Dokter Besari dengan senyum bijaksananya itu hanya menjawab: Ibu saat ini tidak kejang. Sudah saya kasih obat anti kejang juga, Bu. Jadi tenang saja. Ibu tidur saja ya, istirahat.

Dipikir-pikir, dokter Besari pasti setengah mati menahan ketawa menghadapi ibu-ibu yang sudah tidak jalan lagi logikanya. kalau sedang kejang mana bisa ngajak ngomong dokter.

Selepas dari IGD, masuk kamar perawatan, saya mendapat injeksi induksi. Tidak seperti cerita kebanyakan orang yang merasakan sakit luar biasa, kala itu saya tidak merasakan apapun dan malah tidur dengan sangat nyenyak ketika diinduksi. Well, itu bukan pertanda baik. Ternyata, tidak ada rasa sakit menunjukkan badan saya tidak merespon terhadap induksi. Ketika batas waktu tunggu reaksi induksi sudah habis, dokter Besari masuk ke dalam ruangan dan menjelaskan bahwa saya harus menempuh prosedur operasi. Seketika juga saya menangis. Tentunya karena perasaan campur aduk tidak berhasil melahirkan normal, dan karena saya akan punya anak dalam waktu kurang dari 1 jam kedepan, insya Allah.

Saya menangis diatas tempat tidur yang membawa saya ke ruang operasi. tanpa ditemani suami saya yang harus pergi ke bagian administrasi mengurus segala keperluan operasi. Dokter Besari berjalan di samping saya, sambil berusaha menenangkan. Sampai di ruang operasi, dokter Besari berdiri di samping saya ketika prosedur injeksi anestesi di tulang punggung-yang terkenal sakit itu- berlangsung, memastikan pasiennya yang panik dan takut akut ini merasa lebih baik.

Proses operasi berjalan lancar, dan anak pertama saya lahir ke dunia dengan selamat dan sehat. Alhamdulillah, fasilitas preventif pun tidak perlu digunakan. Saya pulih dengan cukup cepat dan tidak ada masalah pada luka jahitan operasi. Saya tidak merasakan kesakitan pasca c-section seperti yang banyak orang ceritakan. Seminggu setelah operasi, saat tiba kontrol lepas perban. Jahitan sudah kering dan saya bisa beraktivitas kembali secara normal. terima kasih dok!

Penutup

Tentunya pilihan melahirkan dimana, dengan siapa, dan bagaimana mekanismenya akan sangat bergantung kepada masing-masing orang dan rejekinya ada dimana. Saya salut pada setiap orang yang bisa melahirkan secara normal dengan sederhana, di rumah, atau cukup ditemani oleh bidan tanpa kehebohan mencari rumah sakit. Bagaimanapun jalannya, untuk saya, bisa melahirkan dengan sehat, selamat, dan bahagia adalah yang utama. Saya bersyukur karena mendapatkan itu semua. 
   

13 komentar:

Meta Utami mengatakan...

Wah, jadi memang langsung diminta mondok begitu tensinya tinggi ya Teh,,, good info

fsrinurilla mengatakan...

Ririn. Alhamdulillah dipertemukan dengan dokter-dokter yang lembut dan menenangkan jiwa ya. Bagian 'ganteng'nya bonus saja ehehe.

Ririn, sempat ikut nyess saat Ririn menangis karena tidak bisa normal. Tapi alhamdulillah akhirnya Ririn pun bisa 'berdamai' dengan bersyukur bisa melahirkan dengan selamat, sehat, dan bahagia.

PS: untuk para moms, jangan sedih jika tidak sesuai rencana. Kalau harus caesar, dijalani saja. Yang penting semua sehat walafiat.

Andina mengatakan...

Bacanya ketawa pas sampai tengah, ujungnya sedih.

Aku juga kena preeclampsia teh. Aneh juga si dokter kedua teteh ini kok malah bikin tambah panik.

Sama dulu aku cari second opinion, malah langsung diburu2 cari kamar di RS itu. Tapi gak sampai teriak yah :)) cuma kelihatan khawatir si dokter.

Sepertinya preeclampsia karena psikologis Ibu ya yang stres.

May mengatakan...

Sepertinya dokter kandungan yang lembut dan menenangkan jiwa adalah kunci ya, karena namanya calon orang tua apalagi anak pertama pasti banyak parnonya, kebayang kalau dokternya panikan.

Dan betul kata Uril, ganteng adalah bonus hehe.

Yulianti mengatakan...

Waaaa Ririn alhamdulillah sehat selamat semua yaaa. Ibu mertua juga sama menyarankan lahiran di RS yang ada ICU, Nicunya jadi kalau ada apa-apa bisa langsung ditangani. Setuju juga dengan pilihan dokter yang menenangkaan hihii.

Risna (Risna.info) mengatakan...

ikut deg-deg an waktu bagian dokter umum yang nanyain kenapa masih di sini. Mau second opinion malah tambah panik ya. Setuju banget kalau yang terutama adalah melahirkan dengan sehat selamat dan bahagia.

DIP mengatakan...

Banyak pengalaman banget ya teh Ririn di kelahiran anak pertama. Beruntung lah kita kalau dapat dokter yang baik dan menenangkan.. aku sendiri pas melahirkan sistemnya ya siapa aja yang lagi tugas huhu jadi gak ada personal2 nya gitu sama dokternya. Tapi yang penting anak selamat, sehat. itu aja sih harapan semua ibu kan..

dewi mengatakan...

woowwww ... bacanya berasa ikut nemenin teh ririn mau lahiran ha3 ...
keren teh ini dokter aswin juga favorit sepupuku (anaknya 4 orang).

salam sehat

ecHa Adista mengatakan...

Baca pengalaman melahirkan ibu-ibu lain tuh selalu seru ya, karena benar2 setiap ibu dapat jalan yang berbeda2, jd banyak nambah ilmu juga.

Restu Eka mengatakan...

Duo tak mempan induksi :))
Nasib.

Delia mengatakan...

Halo Teh, salam kenal. Bacanya saya campur aduk, kok ada kocak-kocaknya, sedih-sedihnya, juga panik-paniknya. Dokter obgyn yang dipilih memang mesti yang tenang ya Teh, karena kita ibu-ibu rentan sekali stres. Alhamdulillah semua sehat dan selamat ya Teh.

Laksita Kharima mengatakan...

Enak baca tulisannya Teh, padahal kejadiannya usah 5 tahun lalu yaa, tapi nulisnya meni runut dan ada review dokternya juga. Ini bermanfaat bgt soalnya ibu2 pasti galau milih harus ke obgyn yg mana alhamdulillah berjodoh dgn dokter yg baik2 ya Teh

Rochma mengatakan...

Pengalaman melahirkan memang selalu unik. Setiap ibu, setiap bayi yang lahir, masing-masing pastinya ounya cerita sendiri-sendiri.

Semoga semuanya selalu sehat ya