7/25/2025

Ririn dan Fashion

82 menit sebelum formulir tantangan ditutup, mari kita lest go!!

Memang gampang-gampang susah jadi deadliner. Apalagi deadliner suka uji nyali. Bukannya ngebut nulis malah sibuk baca posting mahmamah yang udah submit, tadinya banyak ide, eh ternyata sudah ada yang menuliskan tentang itu. Hahaha.

Saya bukan pengamat fashion. Lebih tepatnya bisa dibilang tidak berbakat tentang fashion. Untuk ikut Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog berikut secuplik cerita tentang Ririn dan Fashion.



Masa muda bisa suka-suka

Sejak pergi ke Bandung untuk kuliah, saya baru tahu kalau ternyata yang namanya pakaian itu bukan hanya seragam sekolah, atau kaos oblong dan jeans longgar berpotongan lurus. sudah ribut mewanti-wanti "jangan pakai jeans yang bujurnya kemana-mana". Untungnya, saat sampai Bandung, kiblat saya cuma sebatas lihat kakak saya.

Dengan kiblat kakak saya, saya baru tahu ada yang namanya jeans cutbray atau jeans dengan potongan midi atau mini. Kaos oblong atau kemeja katun tanpa kerah dan kancing yang begitu doang juga ternyata bisa dipadukan dengan tanktop yang nongol-nongol berwarna lucu kalau outernya terangkat. Keren sekali pikir saya. Padahal dibanding anak-anak Bandung atau Jakarta, fashion kakak saya masih keliatan anak daerahnya.

Terlalu sibuk belajar agar bisa masuk ITB membuat saya yang dulunya anak SMA berkaca mata gembul dan susah mencari baju menjadi mbak-mbak kurus yang muat pakai baju apa saja.

Fashion juga perlu pemahaman

Saya tidak tahu alasan saya berjilbab. Tidak dipaksa orang tua, tidak juga mengikuti teman. Bangun tidur tiba-tiba saja ingin berhijab pergi ke kampus. Saking tidak ada persiapan, saya tidak tahu caranya menggunakan jilbab. Mencomot jilbab dan ciput kakak, saya pergi dengan tegar ke kampus. Sampai kampus, tentu saja dipandangi seluruh teman saya dengan takjub. Dan lebih takjub lagi mereka ketika sedang berdiskusi, tiba-tiba poni saya meluncur ke depan menutupi wajah. 

Setelah itu saya mulai belajar menggunakan jilbab. Tujuannya, sekedar bisa menutupi kepala saja-dan tentunya tidak ada poni yang meluncur keluar. Kalau digambarkan, model hijab saya kala itu seperti mahasiswa-mahasiswa jaman jilbab masih dilarang di kampus. Bulat sempurna dengan bagian bathuk tertutup rapat seperti kepala penyu. 

Mulai bekerja di Jakarta, tentunya saya mulai memperhatikan penampilan. Karena di saat yang bersamaan langsung hamil, pilihan baju menjadi agak terbatas. Jadilah saya beli kemeja berkancing dengan harapan bisa dipakai untuk menyusui atau memeras ASI. Sayangnya, saya hanya memikirkan functionality. Saya lupa kalau yang namanya pakai baju itu sebaiknya color coodinated

Setelah 10 tahun kenal, seorang teman baru berani mengaku. Kepalanya pusing melihat saya kala itu. Jilbab coklat, kemeja bunga ungu biru, celana hitam, dan sepatu abu. Pernah suatu hari color coordinated tapi jilbab miring atau terbalik pemakaiannya.

Membaik
Saat ini, saya lebih peduli dan mulai belajar. Tentunya memperhatikan warna dan agak jaim sedikit. Jadi lumayan lah. Ternyata tarnsformasi hidup bisa dilihat juga dari fashion.



   


6/20/2025

Mencari Makna Me Time tanpa Internet

Menjelang 82 menit terakhir batas akhir Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog Bulan Juni 2025, sambil mengarungi fenomena macet Jumat malam Kota Jakarta, mari kita tulis dengan kilat cerita Me Time tanpa Internet.


Me Time Impian

Tiga hari belakangan saya ikut retreat kantor, menginap di sebuah hotel dengan desain resort di Anyer. Hotel mewah pada jamannya, tapi jangan ditanya bagaimana kondisinya saat saya menginap 2 malam kemarin. Khawatir posting ini malah jadi cerita me time dengan uka-uka🫠.

Entah karena anak baru, entah memang apes saja, atau malah beruntung. Saya dapat kamar paling ujung, cukup jauh dari venue. Bentuk hotel ini bukan bangunan tinggi di satu gedung, tetapi ada rumah-rumah 2 tingkat yang menyebar di berbagai titik, di area yang cukup luas. Kamar saya, seperti pulau sabang, menjadi titik terluar resort, dengan sudut kamar menghadap semak dan pepohonan yang di ujungnya ada pantai.

Karena sudah terdampar begitu, ingin hati sekalian saja kabur melaut. Sayangnya hari pertama hujan, jadilah saya tetap jadi anak baru baik-baik, ikut semua agenda retreat

Pagi ini langit cerah. Saya sudah bertekad tidur cepat agar besok bisa bangun pagi dan pergi ke pantai.

..dan viola!

Saya sukses bangun pagi dan duduk di pinggir pantai. Diterpa angin laut menjelang matahari terbit, dengan bau pasir dan air laur yang pekat. Suara deru ombak yang terpecah beradu. Kepiting kecil berlarian. Inhale... exhale...... Menjernihkan pikiran, melatih kembali diafragma untuk bernafas yang sesungguhnya. Bernafas seutuhnya, yang tidak dikejar pikiran anak hari ini bekal apa ataupun deadline kantor belum selesai. 

Sungguh me time tanpa internet impian yang sesungguhnya.

Pantai di dekat kamar saya

Impian, kadang hanya angan. Baru saja membuka pintu untuk keluar kamar mau ke pantai, handphone di meja bergetar.

Adek nangis-nangis semaleman nggak bisa tidur cari bubu

Yaudah, video call deh.

Anak wedok cari bubu

Me time tanpa internet bubar jalan.

Mencoba Me Time yang Bermanfaat

Saya ingun sekali punya rumah dengan halaman rumput. Kenyataannya, rumput tetangga memang selalu lebih hijau, karena rumput sendiri malas merawatnya. Saya pikir, bekasi adalah planet yang tidak ramah untuk makhluk hidup. Bukan hanya manusia, tetapi juga tumbuhan. Ternyata, dibawah 4 matahari yang dimiliki Bekasi, rumput masih tumbuh subur. Bagaikan mencari salon potong rambut, ternyata tidak semudah itu menemukan bapak tukang rumput yang style potongannya pas. 

Karena lengah sedikit rumput jadi gondrong, saya mulai mencoba memotong rumput. Awalnya dengan motivasi rumput bisa rapi tapi tidak perlu repot mencari Bapak tukang rumput. Lama-lama memotong rumput jadi hobi. Dan lebih lanjut, jadi me time.

Cekress cekress. Kalau sedang relax, rumput terpotong rapi dan rata. CEKRESS CEKRESS, kadang juga saya sedang mumet atau emosi, gunting jadi naik turun tidak stabil dan berakhir rumput botak di area-area tertentu atau ada tanaman lain yang ikut terpotong. 

Tapi boleh lah saya lanjurkan, apalagi kalau pakai gunting rumput besar. Me time sekaligus melatih otot lengan.

Me Time yang Kids-Friendly

Salah satu alasan utama seorang Ibu tidak bisa me time adalah karena tidak bisa, atau tidak mau meninggalkan anak.

Sama seperti banyak ibu lainnya, waktu saya untuk detached sangat terbatas. Potong rumput hanya bisa damai sekitar 30 menit. Mungkin bisa lebih panjang kalau bersedia potong rumput sambil video call- entah dimana me time-nya.

Untuk mensiasati itu, saya mencari me time lain yang lebih kids friendly. Saya bisa me time dengan tetap berada di dekat anak-anak saya, yaitu dengan main puzzle.

Ketika main puzzle, anak saya bisa sibuk sendiri dengan puzzle-nya, dan saya bisa asik mumet dengan puzzle saya. Tidak dipungkiri, me time jenis ini memerlukan keahlian khusus. Yaitu keahlian untuk melepaskan jiwa dari raga. Jadi raga tetap bersama anak, tetapi jiwa bisa me time.

Tinggal dipastikan puzzlenya yang menarik dan kita tidak dikejar target. Karena harapannya setelah me time bisa relax, bukannya malah tensi tinggi.

Penutup

Begitulah secuplik cerita me time tanpa HP ala mamah-mamah yang masih terjebak di jalanan jumat malam pulang retreat, dan sudah ditunggu anak yang nangis-nangis, menahan lelah 2 hari nggak ketemu ibunya.