9/04/2015

Pra Wedding Mellow

Alih-alih keliling dunia untuk foto pra wed bersama si dekil yang satunya, saya mengisi waktu sebelum menikah dengan sidang tesis dan tes kerja:))))

Well, mungkin betul ya kata kakak saya dan banyak orang lainnya, dimana fase terbergoncang adalah masa-masa sebelum nikah. Galau jadi punya 2 orang tua, galau ga punya gunungan emas buat milih ini itu seenaknya, dan galau milih calon suami *loh.

Tapi yang paling top adalah duo combo ga bisa ikut ngurusin nikahan karena posisi ga di semarang dan babeh yang galau karena anak bontotnya mau diambil orang -_-"

Duh,saya paling ga suka bagian mellow ini. Membuat saya benar-benar ingat untuk menikah hanya sekali ini saja insya Allah.

Malam ini saya harus membuat pidato untuk dibacakan di depan orang-orang, isinya kata-kata untuk orang tua, terakhir sebelum menikah. Aaak, tissue mana tissuee. Akhirnya ada fase saya mewek juga.setelah kemarin bolak-balik merasa tidak normal karena mau nikah tapi sama sekali nggak deg-deg-an -_-"

By the way, saya mau mengucapkan terima kasih yang amat sangat kepada teman-teman sepermainan yang menggelar bridal shower. You made me, finally, feel like a real bride wanna be:))))))

Well, wish me luck ;)

7/21/2015

Cipali dan Warung Sambal Tumpang

Halo! Selamat lebaran! Mari bermaafan, maafkan saya yang lupa komitmen posting 1 bulan sekali 2 bulan terakhir :P

Tahun ini bidang permudikan Indonesia mengalami kemajuan pesat. Tol Cipali sudah dibuka, menghubungkan cikampek hingga pemalang, mereduksi waktu tempuh jakarta- semarang yang tadinya 8 jam hingga hanya 6 jam saja.

Saya dan orang tua saya memutuskan menjajal tol ini di perjalanan pulang dari bandung ke semarang. Alih menikmati empal gentong di tengah kota, kami belok masuk ke dalam Tol Cipali di Cirebon.

Mulusnya jalan membuat ayah saya lupa diri sedang menyupir mobil tua merk rakyat jelata, alih-alih merk blade putih yang membelah langit biru. Mulus jalannya boleh lah, meskipun pepohonan belum ada, jadi panasnya luar biasa.

Belum setengah jam terbang melayang di atas jalan mulus, di depan mata terhampar rentetan mobil yang mengantri meliuk mengikuti alur jalan tol. Mobil berhenti, maju sepanjang 5 meter kira-kira setiap 1 menit sekali. Sudah ada tol sepanjang ini, apa pula yang bikin macet?!

Hampir 2 jam mobil merayapa. Setelah mobil ayah saya berhasil merengsek semakin maju ke depan, diketahuilah, sumber dari segala kesulitan hidup ini ternyata adalah gerbang tol.

Yak, tak terhitung banyaknya gerbang tol yang dibuka. Tapi coba lihat pelayanannya.

Tidak ada papan harga, adanya hanya papan "siapkan uang pas". Lha pas-nya itu berapa?

Begitu saya saya menyodorkan 20ribu, mbak loket bingung mencari kembalian. Biaya tol adalah 7ribu.Mbak loket harus mengembalikan 13 ribu ke ayah saya.

Setelah kutrek-kutrek laci, kepala mbak loket nongol, "Pak, nggak ada uang pas?", "Nggak ada, jawab ayah saya".

Kepala mbak loket masuk dan kembalik ngutrek laci, lalu nongol lagi. "seribuan ada nggak?"

Bak bapak-bapak yang sedang antri dibikinkan roasted chicken di diner dash, muka ayah saya sudah memerah dengan alis naik dan dahi berkerut. Kalau sampai mbak loket nggak nongol-nongol juga, terabas palang tol :)))))

Semenit kemudian,

"Terima kasih Pak," -> pintu palang dibuka

Alamak, bos mbak loket ini sedang diwawancara di tv. Katanya, kami sudah menambah gerbang tol *mungkin setelah ini bisa lebih dipikirkan kualitasnya juga daripada hanya kuantitas ya pak. Tuker uang kencreng ke BI dulu lah pak sebelum jaman mudik :)))))

Macem mana pengelola tol kalah sama pengelola warung sambal tumpang di kampung ayah saya. Mengantisipasi lonjakan pembeli, pengelola warung menambah kursi dan meja di luar warung, menambah pegawai, dan paling top adalah:

mereka membuat semacam split tempat pembelian buburnya. Jadi antrian pembeli terbagi 2 spot *tepuk tepuk

Semua pembeli terlayani dengan cepat dan relatif mendapatkan pesanan persis seperti yang mereka pesan. Nyah, mungkin orang-orang di kota kadang perlu benchmarking ke desa -_-"

5/31/2015

Asteroid Attack!

Melengkapi kegiatan-sangat-wanita di hari ini, setelah lari pagi dan mencuci ini itu, tiba-tiba muncul ide di kepala saya untuk memasak. Cakue: makanan simpel yang akan benar-benar menjadi simpel kalau saja saya tunduk pada kehendak alam yang sudah menyediakan mang cakue di dekat rumah, menjual cakue dengan harga murah meriah, dan enak.

Terigu, garam, baking powder, soda kue, aduk rata, goreng, dan sajikan. Bah, bocah baru lahir pun bisa jadi mang cakue kalau hanya begini resepnya. Okelah, mari kita coba.

Cobaan 1 : Soda kue dan baking powder apalah bedanya?
Kata mbak yang biasa memasak di rumah, baking powder adalah soda kue. Kenyataannya, begitu pergi ke na na na mart, saya dihadapkan pada kenyataan bahwa di dunia ini ada baking powder dan soda kue. Kedua benda ini sama-sama mengandung pengembang bicarbonat. Bedanya, baking powder adalah pengembang bicabornat plus pengembang acid base. Kenapa harus jual baking powder? kenapa ga jual soda kue dan pengembang acid base aja dah.

Apapun itu lah. Begitu lengkap semua bahan, saya memulai atraksi. Garam, baking powder, dan bawang yang sudah dihaluskan saya campur jadi satu. Ditambah terigu dan 200 ml air, saya aduk. Voila!

Jadilah adonan encer yang menurut saya memang sudah seharusnya begitu. Mbak yang biasa memasak dan memperhatikan hasil adonan saya hanya bisa menatap nanar. Sesuai resep, adonan harus didiamkan dan diaduk setiap setengah jam sekali sampai mengental. Saking niatnya, saya bawa adonan itu ke kamar, sambil menonton film di laptop, setengah jam sekali saya aduk-aduk.

Sejam kemudian, masih encer.

Dengan tak jemu-jemu saya diamkan adonan itu dan saya aduk-aduk setiap setengah jam sekali. Entah saking tidak berbakat masak atau bagaimana, melihat adonan encer yang terpikir di otak saya adalah siklus hidrologi. Adonan yang didiamkan akan mengalami penguapan. Air menguap -> adonan mengental. Jadi, dengan teguh kukuh saya lanjutkan perjuangan saya -dengan terbesit ide menjemur adonan di bawah sinar matahari untuk mempercepat penguapan.

Selang 2 jam, adonan masih saja encer. Mulai tersadar bahwa memasak tidak ada hubunganya dengan siklus hidrologi, saya kembali ke dapur dan konsultasi ke mbak yang biasa memasak. Akhirnya diputuskan bahwa adonan itu kurang tepung. Saya tambahkan tepung dan dengan penuh perjuangan saya aduk adonan itu, awalnya dengan sendok, lalu lama-lama dengan tangan :P

Adonan menjadi kalis. Owalah, harusnya begini toh. Melihat bentuk adonan yang sudah sewajarnya, saya tinggal selangkah lagi menuju kesuksesan. Langkah selanjutnya adalah mendiamkan adonan 4 jam agar mengembang.

Karena tidak sabar, saya bermaksud mempercepat proses pengembangan dengan mendinginkan suhu. Kalau di suhu kamar perlu 4 jam, mungkin di kulkas hanya setengah jam. Lalu, saya masukkan adonan ke kulkas dan didiamkan.

Setengah jam kemudian : kesuksesan adalah buah dari kesabaran, dan ketidaksabaran akan berbuah kebantetan.

Sesuai petunjuk resep, setelah didiamkan, adonan digoreng. Saya masukkan lapis-lapis adonan yang super lengket -dan bahkan kalau bisa tangan saya ikut digoreng, akan saya goreng juga saking sulitnya melepaskan adonan dari tangan saya-. Nyess minyak mendidih bergelembung memanaskan adonan saya. Semenit.. dua menit.. 5 menit, adonan tak jua mengembang. wujudnya masih sama ketika kali pertama dimasukkan ke dalam wajan: runcing-runcing asteroid.

Angkatan pertama penggorengan ditiriskan. Sebagai chef yang bertanggung jawab, saya bertindak juga sebagai tester.

Aaaak, kruss, grauk grauk. 

Alih-alih menghasilkan cakue yang kenyal dan renyah di permukaan, saya menghasilkan gumpalan-gumpalan batu asin yang... saya tak sanggup melanjutkan untuk berkata-kata.hahaha

Intinya sedetik kemudian saya putar otak untuk menyelamatkan orang-orang yang ada dirumah dari kepunahan akibat menyantap asteroid ini. Akhirnya saya ambil keputusan untuk menambahkan seledri ke dalam 1/4 adonan, sehingga menyulap batu-batu asin menjadi kue seledri bantat. 1/4 adonan lainnya saya beri gula pasir dan setelah digoreng hasilnya menyerupai: biskuit kong guan bantat dengan karamel melimpah.
asteroid cookies :P


Sebetulnya kedua makanan hasil tindakan penyelamatan saya ini layak makan. Namun, dalam memakannya, manusia hanya boleh menggunakan indra pengecap, dan mengesampingkan keempat indra lainnya: penglihatan -karena bentuknya ga wajar-; penciuman -karena kue manis tapi bau bawang; peraba -karena kasar ga jelas di permukaan; pendengaran -batin akan bersuara, ini kue apa batu dari bulan?

-_-"



4/08/2015

Indonesia Lawak

Posting ini dibuat ditengah kondisi mumet, menyadari angan-angan untuk membuat thesis dan lulus S2 hanya dalam sehari semalam begadang pupus sudah :))))

Sekitar 2 hari yang lalu, saya menghabiskan makan siang di depan TV ruang keluarga rumah bude saya sambil membuka-buka koran. Suatu kegiatan yang jarang saya lakukan mengingat biasanya saya menghabiskan makan -pagi-siang-malam- hanya dalam beberapa detik, bahkan sebelum sempat mengambil korannya saja makanan di piring saya sudah ludes,heheh.

Artikel yang saya baca siang itu menceritakan seorang bapak pejabat staf kepresidenan yang datang ke Istana Negara untuk memperkenalkan tim yang baru saja dibentuk. Tim ini, nantinya tentu saja akan membantu bapak itu bekerja sebagai staf presiden. Dalam pertemuan itu, hadir pula seorang bapak anggota DPR.

Sampai 1 paragraf terakhir, saya cukup senang melihat perkembangan Indonesia. Bapak staf kepresidenan itu bercerita bahwa timnya akan diperkuat mahasiswa-mahasiswa Indonesia lulusan Harvard yang lulus seleksi kepegawaian. Tetapi belum genap saya bilang "Indonesia Heeeebaaa...", mata saya menyorot baris-baris kalimat yang isinya kira-kira seperti ini.

" Xx, seorang anggota DPR yang ikut dalam pertemuan itu menegur Zz sebagai kepala staf kepresidenan yang melecehkan lulusan dalam negeri. Terlalu membangga-banggakan lulusan Harvard."

hehhh??
Mungkin saya termasuk orang awam yang tersetir oleh media, tetapi melihat history beberapa kejadian belakangan ini entah mengapa saya punya mindset: benar-benar absurd orang-orang DPR ini.

Mendengar komentar bapak DPR yang sangat "heh" itu, kepala staf kepresidenan tentu saja tidak ambil pusing. Wong lulusan Harvard yang dimaksud itu adalah mahasiswa Indonesia yang hampir lulus dan mau kembali ke Indonesia untuk bekerja di dalam negeri.  Hampir lulus, belum lulus, dan tetap akan ikut seleksi. Ada 6 orang yang sudah menyatakan berminat ikut seleksi staf kepresidenan. Kalau ada mahasiswa perguruan dalam negeri yang ingin ikut seleksi ya silahkan. Lagipula beberapa lulusan Harvard itu lulusan ITB juga.

DPR ini lawak nggak sih,duh. 






3/05/2015

Menghindari Ghibah

Seorang teman saya mem-posting sebuah foto di grup angkatan kuliah saya.


Menyadari jumlah pahala yang tanpa dibagi-bagi pun entah cukup atau tidak untuk mengantar saya masuk surga, marilah menghindari ghibah, paling tidak untuk malam ini. Posting ini dibuat untuk mengalihkan pikiran saya dari kegiatan ghibah akibat es kelapa -nggak- muda plus jeruk yang entahlah ini bagaimana cara minumnya *keluar tetesan air di jidat.

Akhir-akhir ini media sering memberitakan mengenai eksekusi mati terpidana narkoba. Mereka berasal dari berbagai negara, tetapi yang paling beken adalah 2 orang yang berasal Australia.

Sementara ini saya cukup kagum melihat Pemerintah Indonesia yang masih bersikap menolak pembatalan eksekusi mati terpidana narkoba. Iya, sementara, karena eksekusi mati belum benar-benar terlaksana. Masih ada kemungkinan eksekusi dibatalkan, dan bila itu tejadi, hilanglah sudah kekaguman yang sementara tadi. 

Australia dengan berbagai cara melindungi warga negaranya yang akan dieksekusi mati. Tindakan ini merupakan suatu kewajaran bagi negara yang peduli terhadap warga negaranya dan merasa cukup berkuasa. Di satu  sisi saya melihat sisi positif dari usaha Australia, yang terlihat sekali mengupayakan kedua warga negaranya bebas dari hukuman mati-Indonesia harusnya bisa mencontoh ini. Tapi di sisi lain, beberapa langkah yang ditempuh Australia membuat saya harus bilang "heh??"

Beberapa konferensi pers yang muncul di tv menayangkan cuplikan pidato PM Australia dan seorang lagi -maaf saya tidak tahu itu siapa- yang beberapa kali menyatakan, Indonesia harus melepaskan kedua terpidana mati karena bila eksekusi tetap dilaksanakan, Indonesia lah yang akan menanggung kerugian paling besar.

Sebetulnya dalam hati saya bertanya, sebesar apa kerugiannya. Dari kabar-kabar yang beredar, wilayah Indonesia sudah dikepung oleh kapal-kapal Amerika dan Australia yang siap memborbardir kapan saja diperlukan. Apakah iya, yang dimaksud kerugian adalah ini? Kalau memang iya, apakah bisa jaman sekarang tiba-tiba perang dengan alasan yang aneh ini. Apakah iya, Australia bisa asal serang Indonesia, yang mana Indonesia sekarang punya posisi strategis untuk bisnis dan dilirik banyak negara maju?

Menanggapi lobi yang belum berhasil, Australia mengeluarkan langkah-langkah lain. Salah satu contohnya adalah pelarangan warga Australia untuk berkunjung ke Indonesia, yang mana warga Australianya pun protes mengapa dilarang pergi ke Indonesia. -Yaudah sih, nggak masalah. Wong mereka pergi ke bali dan lombok kok, bukan ke Indonesia :)))). 

Soal PM Australia yang mengungkit-ungkit bantuan Aceh sih semua sudah deal kalau itu aneh ya, sekarang mari lanjut ke keanehan selanjutnya. 

Sebetulnya saya kurang paham, apa saja yang bisa meringankan dakwaan. Pemerintah Australia, akhir-akhir ini sibuk mengungkit ketidak adilan yang diperoleh 2 warna negaranya, dibandingkan dengan warga negara Indonesia yang menyelundupkan narkoba ke Australia.

Dari berita yang beredar, ternyata ada 3 orang warga negara Indonesia yang sekarang sedang ditahan di Australia akibat menyelundupkan narkoba, dengan jumlah 10 kali lipat dari narkoba yang diselundupkan 2 terpidana mati di Indonesia. 

Tiga orang Indonesia yang menyelundupkan narkoba ke Australia hanya dihukum 25 tahun penjara dan diperbolehkan mengajukan keringanan setelah sekian tahun di penjara. Selain itu, warga negara Indonesia menyelundupkan Narkoba ke Australia menggunakan kapal canggih yang dimodifikasi. Sedangkan 2 orang Australia yang akan dieksekusi hanya menggunakan plastik dan selotip. 

Tidak berhenti mengecam, Australia mempermasalahkan fasilitas penjara di Indonesia yang tidak sebaik di Australia. Akhirnya, karena putus asa mengancam, Pemerintah Australia menawarkan barter tawanan *nahan ketawa.

Saya nggak habis pikir, mengapa Australia bisa mengeluarkan opsi itu. Bagi saya, kalau hukum Australia tidak seberat hukum Indonesia, ya selundupkanlah narkoba ke Australia saja, jangan ke Indonesia. Kalau berbicara mengenai fasilitas, saya ingin membandingkan dengan fasilitas yang diterima Kedubes Australia ketika musim bom di Indonesia. Saat ini, KJRI Indonesia di Sidney menerima beberapa teror. Tiba-tiba muncul bercak cat berwarna merah darah dan balon-balon berisi cat di dekat pintu masuk kantor KJRI. Penjagaan diperketat dengan menambah personil polisi menjadi 4 orang.

Apakah ada yang ingat bagaimana penjagaan Kedutaan Australia di Jakarta jaman-jaman ada serangan bom di Indonesia? *dadah dadah.

Nyah, saya nahan ketawa sekaligus agak bangga sih. Manusia Indonesia akhirnya dibilang lebih canggih, bisa merakit kapal modifikasi, dibandingkan orang Australia *ya meskipun canggih untuk sesuatu yang salah sih.hahaha. 

Dan akhirnya saya merasa ada poin plus dari ketidak pedulian Pemerintah Indonesia akan warganya-muahahaha. Sekarang kita di posisi aman menang, istilahnya kalau mau barter, disini ditembak dan disana juga akan ditembak, yah yasudah. Toh nggak ada yang sadar juga kalau ada warga negara kita yang sedang dipenjara di Australia. Pemerintah Indonesia saja sepertinya nggak ngeh, kalau Pemerintah Australia nggak menyebut-nyebut itu :))))
 




2/23/2015

Tukang Translet Jepang

Halo!
Siang ini saya sedang terjebak di depan laptop, mencoba berkutat mengerjakan amanah negara yang diberikan kepada saya : mengusahakan lulus s2 sebelum beasiswa mandek.

Alih-alih berhasil mengurangi blank space dalam lembar-lembar draft th*sis, saya malah berkutat dengan huruf-huruf jepang yang mbuh iki opo. 

Alkisah, usulan tema th*sis yang saya ajukan disetujui oleh dosen saya. Isinya membahas isu global yang katanya sedang hot. Sebetulnya yang dibahas disini masalah klasik: negara maju punya banyak uang dan ingin semakin punya banyak uang, sedangkan negara berkembang kekurangan uang dan entah kenapa semakin nggak punya uang saja :P

Seperti yang kita ketahui, Indonesia kekurangan listrik. Salah satu masalah adalah mampetnya modal untuk investasi pembangkit listrik yang nilainya waw itu. Di sisi lain, Indonesia sebagai negara yang -masih- minim industri punya potensi penurunan emisi gas rumah kaca, dimana kreditnya bisa dijual ke negara-negara maju yang kelebihan polusi udara.

Jepang, adalah salah satu negara yang mencari-cari kredit karbon. Maka datanglah Jepang ke Indonesia, dengan membawa suatu mekanisme kerja sama, dimana Jepang akan membiayai pembangunan pembangkit listrik ramah lingkungan di Indonesia. Simbiosisnya? Indonesia akan punya pembangkit listrik cuma-cuma, dan Jepang akan mendapat kredit karbon dari hasil "beramalnya".

Sekilas sungguh menyenangkan mekanisme yang diterapkan, sekedar mengajukan project design berisi bentuk kegiatan, rencana pengukuran emisi dan pelaporan, lalu taraaa! lembar-lembar Yen akan mengalir ke indonesia. 

Saya pun, di awal termasuk orang-orang yang senang dengan mekanisme ini. Selain mendapat topik th*sis,hehe, saya pikir ini salah satu cara agar Indonesia tidak jalan di tempat. Entah ditipu entah tidak, Indonesia nanti akan punya pembangkit listrik yang wow.

Tapi, makin saya mempelajari mekanismenya, makin mengumpat-umpatlah saya dalam hati. Apalagi menyadari bahwa penelitian saya nantinya akan menunjang tumbuh kembang penipuan bagi Indonesia :)))). Suudzon versi simpel dari hasil saya mencari tahu adalah: sebetulnya mereka jualan, bukan beramal. Sudah jualan, dapat kredit karbon pula. Alamak pintarnya!

Jadi, dana yang digunakan dalam kerja sama ini berasal dari industri-industri Jepang. Misal project tentang solar energy, yang mendanai adalah Sony Energy Device Corporation. Sebetulnya saya tidak tahu pasti ini perusahaan apa. Tapi dari namanya, sepertinya perusahaan ini memproduksi sesuatu komponen solar cell. ini adalah suudzon hasil kejadian yang sudah-sudah, dimana Indonesia menerima kredit pembangunan pembangkit listrik dari Tiongkok, yang mana ternyata unitnya adalah barang Tiongkok *yaiylah*, spare partnya dari Tiongkok dan yang parah adalah engineer plus operator-operatornya pun harus pakai yang dari Tiongkok:))))

Nah kembali ke masalah Indonesia dan Jepang yang jual beli karbon tadi. Dalam hati sebenarnya saya merasa pilu karena Indonesia lagi-lagi akan ditipu. Namun, kepiluan hati yang lebih mendalam saya rasakan ketika menyadari fakta bahwa saya harus membaca semua dokumen kerjasamanya, dan:

ITU SEMUA DOKUMEN DITULIS BAHASA JEPAAAAAAAANG 
'*#!**!$!$?!#?!%!$!!?****?!$$!

Doh, Indonesia cepat-cepatlah lepas dari penjajahan, agar mahasiswa-mahasiswa lelet nan kepepet macem saya ini tak perlu bolak balik klak klik klak klik google translete -__-
 

1/30/2015

Budaya versus ritual

-Nguri uri kabudayan-

Entah kenapa tiba-tiba kalimat ini muncul di otak saya.hahahahaha.kalau tidak salah itu slogan di papan iklan bergambar gubernur Jawa Tengah, atau bunyi teks yang dibawakan penyiar sesuatu televisi Jawa Tengah,tentu saja dengan logat jawa yang khas itu.

Saya adalah seorang suku jawa. Tinggal di Jawa Tengah dengan orang tua berdarah Jawa. Saya bisa berbahasa jawa tetapi sebatas bahasa pergaulan ngoko -kasar.

**definisi bahasa ngoko adalah suatu bahasa yang bila digunakan untuk mengobrol dengan nenek calon suami yang orang jawa tulen,kira-kira endingnya seperti ini: sudah,jangan menikah sama yang itu.ndak tahu sopan santun :))))

Selanjutnya, saya juga seorang muslim. Tinggal di dekat masjid membuat saya selalu menjadi juara pesantren kilat *apa coba.hahaha. Saya berasal dari keluarga yang taat beribadah. Ibu saya mengomel dasyat bila saya kesiangan solat subuh dan sangat marah ketika tahu ada seseorang yang minta pertolongan ke dukun ketika sakit. Tetapi kami bukan tipe-tipe keluarga berjenggot panjang.hehe.

Orang tua saya, sejauh yang saya lihat adalah tipe pembelajar. Berangkat dari keluarga yang minim pengetahuan akan Islam, sedikit demi sedikit belajar berpegang teguh pada apa yang disyariatkan oleh Islam.

Di sisi lain, memiliki keluarga besar suku jawa membuat keluarga saya masih memiliki respek pada nilai-nilai yang ditanamkan oleh budaya Jawa. Bukan dijadikan ritual,tetapi untuk adat budaya.

Inilah yang membuat saya pusing akhir-akhir ini. Menjelaskan pengertian budaya yang tidak disalah artikan menjadi ritual. Saya pribadi-dan juga orang tua saya- menolak keras unsur-unsur ritual kejawen atau ritual apapun yang membuat tuhan seolah jadi ada lebih dari 1. Tetapi falsafah seperti hormat kepada orang tua, rajin bekerja, tidak mudah menyerah menghadapi persoalan hidup, tentu saja tidak masalah bila dipegang erat-erat.

Saya pribadi,sebagai orang jawa,senang untuk menjadi bagian dari budaya.

Saya sangat tidak suka menggunakan make up tebal dan berbagai jepit peniti ribet. Apalagi saya harus terjebak dengan semua itu dalam waktu lama.

Tetapi, saya punya mimpi. Nanti saat menikah saya ingin menggunakan kebaya, bukan gaun-gaun modifikasi atau gamis-gamis khas arab. Meskipun pilihan gaun- gamis sekarang sangat luas dan penjahit kebaya semakin langka, saya merasa menggunakan kebaya adalah suatu kebanggaan. Kebaya membuat seorang wanita jawa menjadi lebih anggun -ok,mari sejenak lupakan masalah over weight saya-_-

Begitu juga dengan beberapa adat lain semacam siraman dalam rentetan acara pernikahan, dimana sang anak perempuan seolah-olah digendong oleh ayahnya masuk ke rumah. Melambangkan saat terakhir kalinya anak perempuan itu menjadi tanggung jawab ayahnya karena esok hari, setelah akad nikah, tanggung jawab itu akan beralih kepada suaminya #dan saya pun mewek menulis posting ini -_-'

Bukan percaya kalau tidak digendong akan sial atau apa.Hanya simbolisasi saja. Mengingatkan kembali mengenai peralihan tanggung jawab yang mana sumbernya juga sebetulnya dari aturan Islam.

Saya ada di posisi yang netral.Bila tidak memberatkan dari sisi finansial dan tidak bertentangan dengan agama, saya cenderung memilih untuk ikut serta dalam rangkaian budaya. Toh kita juga sering datang jauh-jauh keluar negeri hanya untuk melihat budaya orang lain. Toh mayoritas masyarakat Indonesia juga ngamuk saat reog diaku budaya malaysia.

Hanya saja, saya perlu suatu cara untuk membatasi antara ritual dan budaya. Agar semua itu tidak salah kaprah.

1/21/2015

Listrik Batang dan Gemas

Alih-alih memulai tesis yang tak kunjung dimulai (hahaha), browsing internet tentang artikel pembangkit listrik Indonesia kembali membuat saya gemas.

Indonesia, seperti yang sudah banyak disinggung adalah negara yang kurang ini kurang itu di bagian yang bagus-bagus dan kelebihan ini kelebihan itu di bagian yang susah-susah :p. Salah satu kelebihan Indonesia adalah kelebihan kebutuhan listrik.

Pemerintah Indonesia sekarang gencar mencari sumber energi listrik, mulai dari energi yang terbarukan bebas polusi sampai energi konvensional yang isinya polusi tok. 

Pilihannya jatuh pada pembangkit listrik batubara. Pro dan kontra mengenai ini tentu biasa, tetapi saya agak gemas membaca sebuah artikel tentang suatu organisasi penyelamat lingkungan yang mengomentari tentang pembangunan pembangkit listrik di Batang.

PLTU di Batang yang katanya akan berkapasitas 2x1.000 MW Ini memang proyek raksasa, direncanakan dibangun dengan teknologi yang katanya ramah lingkungan, dimana saya yakin tidak akan ada -termasuk saya- yang percaya PLTU batubara bisa ramah lingkungan, dibangunnya di Indonesia pula :P.

Dalam artikel tadi ditulis semua dampak lingkungan yang akan ditimbulkan oleh pembangunan PLTU batubara, mulai dari desa-desa yang akan tergusur, pencemarannya, hingga ke masalah politik. Di artikel itu ditulis pemerintahan sekarang bertolak belakang dengan pemerintah dahulu yang berkomitmen menurunkan emisi karbon.

Selesai membaca rasanya saya panas, ingin langsung pergi ke batang, lalu dengan anarki memanjat dan gandul-gandul di papan proyek PLTU Batang -Setelah itu mbuh mau apa :)).

Memang betul, PLTU batubara adalah pembangkit listrik dengan polusi terbesar. Saya sendiri bukan golongan pembela pemerintah dan termasuk yang gemas pembangkit listrik energi terbarukan semacam air sampai sekarang masih mandek. Tetapi, akhir-akhir ini saya mendapat sudut pandang baru (teracuni akibat sekolah lagi,hahaha).

Pertama, program PLTU heboh ini dimulai oleh SBY, jadi kalau pun ada tolak belakang, terjadinya antar kebijakan pemerintah terdahulu dengan kebijakan pemerintah terdahulu, bukan kebijakan pemerintah sekarang dengan terdahulu :p

Kedua, batubara termasuk energi yang tidak terbarukan, itu betul. Tetapi setelah minyak yang 5 tahun lagi akan habis, batubara adalah salah satu energi yang bisa diandalkan. Bukan karena batubara Indonesia melimpah, tapi lebih karena teknologi yang ada di Indonesia sudah siap untuk batubara. Karena teknologinya  sudah siap, harganya menjadi ekonomis.

Saya setuju, Indonesia harus beralih ke energi terbarukan bebas polusi. Tapi sambil menunggu peralihan itu lho, kita mau pakai apa. Saya sih termasuk yang tidak bisa hidup tanpa listrik. Jangankan beberapa tahun. Menunggu listrik menyala jam 6 sore ketika survey di maluku saja saya mau pingsan.

Wahai sodara-sodara yang menulis artikel itu,hahaha. Mengadakan listrik untuk Indonesia bukan perkara mudah. Lahannya, teknologinya, investasinya, belum lagi kalau ditolak warga. Saya yakin tanpa terpengaruh artikel seperti itu pun masyarakat Indonesia sudah menolak dulu tanpa tahu sebetulnya apa yang ditolak :P.

Jadi ayolah daripada membuat warga semakin menolak lebih baik kita membuat tesis saya saja(loh)









  

1/11/2015

Khawatir Masa Depan

Suatu hari si dekil 1 yang berpenampakan mas-mas item kurus dekil jauh dari mulus kuning langsat mengirimkan foto via whatsapp kepada dekil 2 yang berwujud mbak-mbak emoy-emoy kecoklatan yang mana setelah snorkling sekarang setengah tangan gosong mengelupas dengan rambut kusem terlalu banyak mengandung yodium.

Isi fotonya adalah dekil 1 sedang berpose menggendong bayi perempuan yang entah bayi siapa karena dekil 2 sendiri merasa belum pernah melahirkan.

"Ini anak temeeeen. Barusan melahirkan terus dirumah nggak ada yang jaga jadi tadi dibawa ke kantor, terus digendong-gendong, bayinya lucuuu," dekil 1 menjelaskan dengan panjang lebar seolah-olah akan dituduh macam-macam:p.

Beberapa hari kemudian, dekil 1 kembali mengirim foto bayi. Kali ini foto bayinya saja dan dikirim via facebook, bukan whatsapp.

"Eh lihat deh, ini anaknya si anu,"dekil 1 memberi note.

"Ih lucuuuuuu. gendut-gendut putih gitu ya, kaya bapaknya,"dekil 2 berkomentar sesuai pandangan mata.

Si anu, bapak dari adek bayi yang lucu tadi konon kata si dekil 1 emang wujudnya lucu juga. Empuk-empuk putih dan jadi pilihan terbaik buat didusel dusel kalo lagi ngejob di lokasi dimana tidak ada pilihan yang lebih baik selain bapak-bapak hitam yang tidak empuk.

"Iyaaaa, gendut lucuuuuu," dekil 1 kembali berkomentar, mbuh refer ke bayinya apa ke bapaknya -_-

"Eh yang bayi cewe kemaren itu juga lucu loh. Ramah gitu senyum-senyum," dekil 2 tiba-tiba membahas bayi yang pertama

"Hm, iya sih. Kelihatan di fotonya udah bisa senyum gitu. Terus mau-maunya lagi digendong sama om-om nggak jelas," dekil 2 menjawab

"Ho'oh bayinya cantik putih, ibunya juga putih sih," dekil 1 kembali menjelaskan

"Ohiya? waaah, pantes ya bayinya cantik gitu. Eh yang bayinya si anu lucu banget sih. dipakein overall sama dasi, lucuuuu. Duh  putih gitu, bayi-bayi pada bisa lucu gitu diapain sih," dekil 2 kesenengan liat bayi ginuk-ginuk lantas ngoceh-ngoceh tidak terkontrol.

Hanya berselang 1 detik, dekil 1 menjawab:

"DOH, udah-udah. Berhenti ngeliatin bayi. Ntar bayi sendiri pas keluar nggak lucu putih gitu jadi frustasi terus dibuang lagi bayinya"

lha?! :))))