3/03/2023

Toaster ala ala mempermudah segalanya

Soal bagaimana memanggang roti

Salah satu perdebatan paling fenomenal antara saya dan suami yang berlangsung sejak awal nikah adalah apakah kami perlu punya toaster atau tidak. Suami dengan cita-citanya yang ingin menikmati kehidupan damai sentosa di pagi hari, nyeruput teh sambil sarapan roti tawar bau-bau gosong dengan permukaan garing, ingin sekali punya toaster. Masukin roti ke toaster, tinggal duduk sambil baca koran atau nonton TV tanpa harus berpikir, dan menunggu roti yang muncul keluar dari toaster tampaknya menjadi tujuan hidup beliau yang paling hakiki. Kenyataannya, pagi hari dengan satu toddler yang nemplok dan satu anak TK yang belum mandi padahal 5 menit lagi dijemput mobil sekolah tentu saja jauh dari ekspektasi. 

Saya, dengan pengalaman ikut pramuka sejak SD hingga SMA, berpendapat bahwa segala hal bisa dilakukan dengan satu alat saja yang kami sudah punya: teflon. Yes, teflon biasa yang harganya nggak mahal juga. Dengan kengawuran saya dalam memasak, pan teflon ini bisa alih fungsi jadi wok, pot, steamer, atau lainnya. Jadi kalau cuma perlu untuk panggang roti, yah itu sih memang sudah apa adanya fungsinya.

Kembali lagi ke pagi hari yang hectic

Meskipun tinggal di pinggiran Jakarta, yang disebut orang-orang adalah planet lain dengan dua matahari saking panasnya, ada empat dari enam isi rumah kami yang hobi sekali mandi pakai air hangat. Sayangnya, hampir 2 tahun terakhir ini water heater belum bisa kembali dipasang sehingga kami harus merebus air dengan kompor setiap mau mandi. Selain itu, ada dua anak dan satu bapak yang tidak terlalu hobi makan salad atau apapun yang tidak dimasak, menambah daftar panjang deskripsi pekerjaan kompor kami. 

Kompor dengan dua tungku ini sibuk sekali, terutama setiap pagi. Menyiapkan sarapan, bekal, dan air panas untuk mandi. Bukan hanya mendidihkan air, tapi juga kepala mamak, terutama kalau tiba-tiba ada request dadakan yang muncul pagi-pagi, semacam: aku nggak mau telur rebus mau pancake aja. Bikin adonannya mungkin nggak seberapa, tapi nungguin manggangnya itu yang perkara, dan kompornya penuh juga. hedeh!

Demi claim punya toaster

Saya mensyukuri banyak hal yang terjadi dalam hidup saya, satu diantaranya yang paling saya syukuri adalah keputusan impulsif untuk membeli alat panggang sederhana yang ditawarkan oleh salah satu grup Jastip milik anggota ITBm. Niatnya murni membahagiakan suami, meskipun roti-nya tidak bisa lompat keluar sendiri seperti yang ada di angan-angannya, saya sudah bisa claim kita punya toaster-alat untuk membuat roti panggang. Murah meriah, hanya 90 ribu rupiah saja. Dengan sistem pre order, dipesan dari China, dan seperti dugaan, waktu dibuka manualnya tidak bisa saya baca. Sebetulnya saya tidak punya ekspektasi tinggi saat membeli barang ini. Too good to be true, sudah siap kalau sama sekali nggak bisa dipakai, hanya berharap jangan bikin konslet listrik di rumah saja.



Toaster yang dibeli dengan impulsif

Ukurannya kecil, cocok dengan keterbatasan ruang di dapur saya. Meskipun awalnya bingung karena tidak ada tombol dan tulisan keterangan apapun, ternyata penggunaannya sangat mudah. Cukup mengaitkan lempeng alas pemanggang hingga menempel ke besi pemanasnya lalu sambungkan ke sumber listrik. Alat ini akan menyala dengan sendirinya dan mati otomatis ketika suhu sudah terlalu panas (biasanya saat makanan di dalamnya sudah matang). Ada beberapa jenis lempeng pemanggangnya, untuk toaster, takoyaki mini, dan waffle. Karena harus dibeli terpisah saya memutuskan hanya beli dua. Dengan asumsi waffle bisa dibuat dengan cetakan toaster, sungguh emak-emak tidak mau rugi.   

Lifehack: pemanggang serba guna

Karena sudah punya alat ini, here we go! Praktik life hack sarapan praktis yang sering muncul di video iklan sosial media rasanya menjadi lebih dekat dengan kenyataan dan bukan hanya angan-angan. 

Egg-toast adalah percobaan pertama. Sukses besar! semua suka dan makan dengan bahagia. Selanjutnya French-toast, wow hidup terasa lebih mudah. Lebih advance, pancake dan waffle, bisa. Saat iseng saya bikin takoyaki berbagai isi yang dilahap oleh anak kicik dengan penuh suka ria. Tentu saja, selevel dengan alatnya, resepnya juga ala-ala ya, hahaha. Entah semakin jago masak atau semakin ngawur, saya masak telur dadar dan ceplok, juga beef teriyaki, dengan alat ini. 

Akhirnya bisa sarapan dengan menu bervariasi tanpa kepala mamak ngebul. Tanpa banyak berusaha, tidak perlu kompor, dan yang paling penting: bisa ditinggal. Masak dengan teflon juga minim usaha, tapi kita harus selalu ada di depannya. Entah sudah berapa kali makanan gosong karena saya lupa sedang masak dengan teflon. Terbantu sekali ada alat ala-ala ini. Masukkan semua bahan lalu tinggalkan, lima menit kemudian matang.

Ala-ala selalu ada ceritanya

Yah namanya juga barang murah mah, syukur-syukur nggak bikin listrik konslet. Kalau sesekali suka lupa mati saat sudah panas, dimaafkan lah ya. Iya mah, otomatisnya suka nggak jalan tiba-tiba. Memang bukan kehidupan namanya kalau semua berjalan terlalu mudah. Saat semesta kurang bersahabat, atau si toaster ingin istirahat, makanan yang saya masak gosong saat saya tinggal telalu lama. Memang baru sekali sih si toaster ngebul dalam 1 tahun pemakaian ini. Karena sudah sangat berjasa menghilangkan kebulan di kepala, jadi aku tetap cinta.  

Penutup     

Demikianlah cerita singkat dari saya yang dibuat untuk ikut Tantangan MGN Bulan Maret dengan tema life-hack yang mempermudah hidup, semoga menghibur dan barangkali menginspirasi mamah-mamah lainnya.