1/30/2015

Budaya versus ritual

-Nguri uri kabudayan-

Entah kenapa tiba-tiba kalimat ini muncul di otak saya.hahahahaha.kalau tidak salah itu slogan di papan iklan bergambar gubernur Jawa Tengah, atau bunyi teks yang dibawakan penyiar sesuatu televisi Jawa Tengah,tentu saja dengan logat jawa yang khas itu.

Saya adalah seorang suku jawa. Tinggal di Jawa Tengah dengan orang tua berdarah Jawa. Saya bisa berbahasa jawa tetapi sebatas bahasa pergaulan ngoko -kasar.

**definisi bahasa ngoko adalah suatu bahasa yang bila digunakan untuk mengobrol dengan nenek calon suami yang orang jawa tulen,kira-kira endingnya seperti ini: sudah,jangan menikah sama yang itu.ndak tahu sopan santun :))))

Selanjutnya, saya juga seorang muslim. Tinggal di dekat masjid membuat saya selalu menjadi juara pesantren kilat *apa coba.hahaha. Saya berasal dari keluarga yang taat beribadah. Ibu saya mengomel dasyat bila saya kesiangan solat subuh dan sangat marah ketika tahu ada seseorang yang minta pertolongan ke dukun ketika sakit. Tetapi kami bukan tipe-tipe keluarga berjenggot panjang.hehe.

Orang tua saya, sejauh yang saya lihat adalah tipe pembelajar. Berangkat dari keluarga yang minim pengetahuan akan Islam, sedikit demi sedikit belajar berpegang teguh pada apa yang disyariatkan oleh Islam.

Di sisi lain, memiliki keluarga besar suku jawa membuat keluarga saya masih memiliki respek pada nilai-nilai yang ditanamkan oleh budaya Jawa. Bukan dijadikan ritual,tetapi untuk adat budaya.

Inilah yang membuat saya pusing akhir-akhir ini. Menjelaskan pengertian budaya yang tidak disalah artikan menjadi ritual. Saya pribadi-dan juga orang tua saya- menolak keras unsur-unsur ritual kejawen atau ritual apapun yang membuat tuhan seolah jadi ada lebih dari 1. Tetapi falsafah seperti hormat kepada orang tua, rajin bekerja, tidak mudah menyerah menghadapi persoalan hidup, tentu saja tidak masalah bila dipegang erat-erat.

Saya pribadi,sebagai orang jawa,senang untuk menjadi bagian dari budaya.

Saya sangat tidak suka menggunakan make up tebal dan berbagai jepit peniti ribet. Apalagi saya harus terjebak dengan semua itu dalam waktu lama.

Tetapi, saya punya mimpi. Nanti saat menikah saya ingin menggunakan kebaya, bukan gaun-gaun modifikasi atau gamis-gamis khas arab. Meskipun pilihan gaun- gamis sekarang sangat luas dan penjahit kebaya semakin langka, saya merasa menggunakan kebaya adalah suatu kebanggaan. Kebaya membuat seorang wanita jawa menjadi lebih anggun -ok,mari sejenak lupakan masalah over weight saya-_-

Begitu juga dengan beberapa adat lain semacam siraman dalam rentetan acara pernikahan, dimana sang anak perempuan seolah-olah digendong oleh ayahnya masuk ke rumah. Melambangkan saat terakhir kalinya anak perempuan itu menjadi tanggung jawab ayahnya karena esok hari, setelah akad nikah, tanggung jawab itu akan beralih kepada suaminya #dan saya pun mewek menulis posting ini -_-'

Bukan percaya kalau tidak digendong akan sial atau apa.Hanya simbolisasi saja. Mengingatkan kembali mengenai peralihan tanggung jawab yang mana sumbernya juga sebetulnya dari aturan Islam.

Saya ada di posisi yang netral.Bila tidak memberatkan dari sisi finansial dan tidak bertentangan dengan agama, saya cenderung memilih untuk ikut serta dalam rangkaian budaya. Toh kita juga sering datang jauh-jauh keluar negeri hanya untuk melihat budaya orang lain. Toh mayoritas masyarakat Indonesia juga ngamuk saat reog diaku budaya malaysia.

Hanya saja, saya perlu suatu cara untuk membatasi antara ritual dan budaya. Agar semua itu tidak salah kaprah.

1/21/2015

Listrik Batang dan Gemas

Alih-alih memulai tesis yang tak kunjung dimulai (hahaha), browsing internet tentang artikel pembangkit listrik Indonesia kembali membuat saya gemas.

Indonesia, seperti yang sudah banyak disinggung adalah negara yang kurang ini kurang itu di bagian yang bagus-bagus dan kelebihan ini kelebihan itu di bagian yang susah-susah :p. Salah satu kelebihan Indonesia adalah kelebihan kebutuhan listrik.

Pemerintah Indonesia sekarang gencar mencari sumber energi listrik, mulai dari energi yang terbarukan bebas polusi sampai energi konvensional yang isinya polusi tok. 

Pilihannya jatuh pada pembangkit listrik batubara. Pro dan kontra mengenai ini tentu biasa, tetapi saya agak gemas membaca sebuah artikel tentang suatu organisasi penyelamat lingkungan yang mengomentari tentang pembangunan pembangkit listrik di Batang.

PLTU di Batang yang katanya akan berkapasitas 2x1.000 MW Ini memang proyek raksasa, direncanakan dibangun dengan teknologi yang katanya ramah lingkungan, dimana saya yakin tidak akan ada -termasuk saya- yang percaya PLTU batubara bisa ramah lingkungan, dibangunnya di Indonesia pula :P.

Dalam artikel tadi ditulis semua dampak lingkungan yang akan ditimbulkan oleh pembangunan PLTU batubara, mulai dari desa-desa yang akan tergusur, pencemarannya, hingga ke masalah politik. Di artikel itu ditulis pemerintahan sekarang bertolak belakang dengan pemerintah dahulu yang berkomitmen menurunkan emisi karbon.

Selesai membaca rasanya saya panas, ingin langsung pergi ke batang, lalu dengan anarki memanjat dan gandul-gandul di papan proyek PLTU Batang -Setelah itu mbuh mau apa :)).

Memang betul, PLTU batubara adalah pembangkit listrik dengan polusi terbesar. Saya sendiri bukan golongan pembela pemerintah dan termasuk yang gemas pembangkit listrik energi terbarukan semacam air sampai sekarang masih mandek. Tetapi, akhir-akhir ini saya mendapat sudut pandang baru (teracuni akibat sekolah lagi,hahaha).

Pertama, program PLTU heboh ini dimulai oleh SBY, jadi kalau pun ada tolak belakang, terjadinya antar kebijakan pemerintah terdahulu dengan kebijakan pemerintah terdahulu, bukan kebijakan pemerintah sekarang dengan terdahulu :p

Kedua, batubara termasuk energi yang tidak terbarukan, itu betul. Tetapi setelah minyak yang 5 tahun lagi akan habis, batubara adalah salah satu energi yang bisa diandalkan. Bukan karena batubara Indonesia melimpah, tapi lebih karena teknologi yang ada di Indonesia sudah siap untuk batubara. Karena teknologinya  sudah siap, harganya menjadi ekonomis.

Saya setuju, Indonesia harus beralih ke energi terbarukan bebas polusi. Tapi sambil menunggu peralihan itu lho, kita mau pakai apa. Saya sih termasuk yang tidak bisa hidup tanpa listrik. Jangankan beberapa tahun. Menunggu listrik menyala jam 6 sore ketika survey di maluku saja saya mau pingsan.

Wahai sodara-sodara yang menulis artikel itu,hahaha. Mengadakan listrik untuk Indonesia bukan perkara mudah. Lahannya, teknologinya, investasinya, belum lagi kalau ditolak warga. Saya yakin tanpa terpengaruh artikel seperti itu pun masyarakat Indonesia sudah menolak dulu tanpa tahu sebetulnya apa yang ditolak :P.

Jadi ayolah daripada membuat warga semakin menolak lebih baik kita membuat tesis saya saja(loh)









  

1/11/2015

Khawatir Masa Depan

Suatu hari si dekil 1 yang berpenampakan mas-mas item kurus dekil jauh dari mulus kuning langsat mengirimkan foto via whatsapp kepada dekil 2 yang berwujud mbak-mbak emoy-emoy kecoklatan yang mana setelah snorkling sekarang setengah tangan gosong mengelupas dengan rambut kusem terlalu banyak mengandung yodium.

Isi fotonya adalah dekil 1 sedang berpose menggendong bayi perempuan yang entah bayi siapa karena dekil 2 sendiri merasa belum pernah melahirkan.

"Ini anak temeeeen. Barusan melahirkan terus dirumah nggak ada yang jaga jadi tadi dibawa ke kantor, terus digendong-gendong, bayinya lucuuu," dekil 1 menjelaskan dengan panjang lebar seolah-olah akan dituduh macam-macam:p.

Beberapa hari kemudian, dekil 1 kembali mengirim foto bayi. Kali ini foto bayinya saja dan dikirim via facebook, bukan whatsapp.

"Eh lihat deh, ini anaknya si anu,"dekil 1 memberi note.

"Ih lucuuuuuu. gendut-gendut putih gitu ya, kaya bapaknya,"dekil 2 berkomentar sesuai pandangan mata.

Si anu, bapak dari adek bayi yang lucu tadi konon kata si dekil 1 emang wujudnya lucu juga. Empuk-empuk putih dan jadi pilihan terbaik buat didusel dusel kalo lagi ngejob di lokasi dimana tidak ada pilihan yang lebih baik selain bapak-bapak hitam yang tidak empuk.

"Iyaaaa, gendut lucuuuuu," dekil 1 kembali berkomentar, mbuh refer ke bayinya apa ke bapaknya -_-

"Eh yang bayi cewe kemaren itu juga lucu loh. Ramah gitu senyum-senyum," dekil 2 tiba-tiba membahas bayi yang pertama

"Hm, iya sih. Kelihatan di fotonya udah bisa senyum gitu. Terus mau-maunya lagi digendong sama om-om nggak jelas," dekil 2 menjawab

"Ho'oh bayinya cantik putih, ibunya juga putih sih," dekil 1 kembali menjelaskan

"Ohiya? waaah, pantes ya bayinya cantik gitu. Eh yang bayinya si anu lucu banget sih. dipakein overall sama dasi, lucuuuu. Duh  putih gitu, bayi-bayi pada bisa lucu gitu diapain sih," dekil 2 kesenengan liat bayi ginuk-ginuk lantas ngoceh-ngoceh tidak terkontrol.

Hanya berselang 1 detik, dekil 1 menjawab:

"DOH, udah-udah. Berhenti ngeliatin bayi. Ntar bayi sendiri pas keluar nggak lucu putih gitu jadi frustasi terus dibuang lagi bayinya"

lha?! :))))