2/23/2015

Tukang Translet Jepang

Halo!
Siang ini saya sedang terjebak di depan laptop, mencoba berkutat mengerjakan amanah negara yang diberikan kepada saya : mengusahakan lulus s2 sebelum beasiswa mandek.

Alih-alih berhasil mengurangi blank space dalam lembar-lembar draft th*sis, saya malah berkutat dengan huruf-huruf jepang yang mbuh iki opo. 

Alkisah, usulan tema th*sis yang saya ajukan disetujui oleh dosen saya. Isinya membahas isu global yang katanya sedang hot. Sebetulnya yang dibahas disini masalah klasik: negara maju punya banyak uang dan ingin semakin punya banyak uang, sedangkan negara berkembang kekurangan uang dan entah kenapa semakin nggak punya uang saja :P

Seperti yang kita ketahui, Indonesia kekurangan listrik. Salah satu masalah adalah mampetnya modal untuk investasi pembangkit listrik yang nilainya waw itu. Di sisi lain, Indonesia sebagai negara yang -masih- minim industri punya potensi penurunan emisi gas rumah kaca, dimana kreditnya bisa dijual ke negara-negara maju yang kelebihan polusi udara.

Jepang, adalah salah satu negara yang mencari-cari kredit karbon. Maka datanglah Jepang ke Indonesia, dengan membawa suatu mekanisme kerja sama, dimana Jepang akan membiayai pembangunan pembangkit listrik ramah lingkungan di Indonesia. Simbiosisnya? Indonesia akan punya pembangkit listrik cuma-cuma, dan Jepang akan mendapat kredit karbon dari hasil "beramalnya".

Sekilas sungguh menyenangkan mekanisme yang diterapkan, sekedar mengajukan project design berisi bentuk kegiatan, rencana pengukuran emisi dan pelaporan, lalu taraaa! lembar-lembar Yen akan mengalir ke indonesia. 

Saya pun, di awal termasuk orang-orang yang senang dengan mekanisme ini. Selain mendapat topik th*sis,hehe, saya pikir ini salah satu cara agar Indonesia tidak jalan di tempat. Entah ditipu entah tidak, Indonesia nanti akan punya pembangkit listrik yang wow.

Tapi, makin saya mempelajari mekanismenya, makin mengumpat-umpatlah saya dalam hati. Apalagi menyadari bahwa penelitian saya nantinya akan menunjang tumbuh kembang penipuan bagi Indonesia :)))). Suudzon versi simpel dari hasil saya mencari tahu adalah: sebetulnya mereka jualan, bukan beramal. Sudah jualan, dapat kredit karbon pula. Alamak pintarnya!

Jadi, dana yang digunakan dalam kerja sama ini berasal dari industri-industri Jepang. Misal project tentang solar energy, yang mendanai adalah Sony Energy Device Corporation. Sebetulnya saya tidak tahu pasti ini perusahaan apa. Tapi dari namanya, sepertinya perusahaan ini memproduksi sesuatu komponen solar cell. ini adalah suudzon hasil kejadian yang sudah-sudah, dimana Indonesia menerima kredit pembangunan pembangkit listrik dari Tiongkok, yang mana ternyata unitnya adalah barang Tiongkok *yaiylah*, spare partnya dari Tiongkok dan yang parah adalah engineer plus operator-operatornya pun harus pakai yang dari Tiongkok:))))

Nah kembali ke masalah Indonesia dan Jepang yang jual beli karbon tadi. Dalam hati sebenarnya saya merasa pilu karena Indonesia lagi-lagi akan ditipu. Namun, kepiluan hati yang lebih mendalam saya rasakan ketika menyadari fakta bahwa saya harus membaca semua dokumen kerjasamanya, dan:

ITU SEMUA DOKUMEN DITULIS BAHASA JEPAAAAAAAANG 
'*#!**!$!$?!#?!%!$!!?****?!$$!

Doh, Indonesia cepat-cepatlah lepas dari penjajahan, agar mahasiswa-mahasiswa lelet nan kepepet macem saya ini tak perlu bolak balik klak klik klak klik google translete -__-