5/27/2014

Seminggu Membatu

Karangsambung adalah sebuah daerah di Kebumen Jawa Tengah yang terletak pada ketinggian 175 meter di atas permukaan laut. Terbentuk dari gabungan formasi Karangsambung dan Totogan dimana salah satu formasi didominasi batuan lempung dan gamping sedangkan yang lainnya diisi batuan beku. Dicirikan dengan bentang alam perbukitan yang membentuk tapal kuda, mengandung batuan yang sangat bervariasi dengan banyak sekali singkapan sehingga sangat cocok dijadikan area penelitian geologi.

Citra Satelit Karangsambung
Demi apa,lah.hahaha 

Akibat keisengan murtad jurusan masuk S2 pertambangan, 6 hari kemarin saya terseret ikut ekskursi eksplorasi geologi. Namanya juga mantan anak teknik lingkungan (TL) ya, begitu denger kata ekskursi di otak kebayangnya turun dari kereta lantas duduk-duduk  di bus AC sambil liat kiri kanan karena kalau mbak-mbak TL dikasih panas-panas ga ketulungan seharian pasti ada aja yang tumbang.

Macem amoeba tak bertenaga, saya berangkat dengan persiapan ala kadarnya.

Kesalahan pertama adalah saya lupa kalau ini ekskursi jurusan tambang, dimana tidak seperti di TL, tambang isinya mas-mas bukan mbak-mbak. Alih-alih berada di dalam bus AC sambil cantik-cantik make up-an, saya terseret naik turun bukit dan sungai yang embuh isinya apa, jongkok berdiri lompat-lompat dari satu batu ke batu lain, gelantungan apa saja yang bisa digelayutin buat pegangan, pagi sampai sore, dan sama sekali ga ada yang pingsan. Alamak!

 Benar-benar saya baru ngerasain namanya kerjaan orang geologi : gosong, ngos-ngosan, bekeringat, haus, dan bentol-bentol gatel. Padahal yang saya rasain kemarin itu cuma pura-pura jadi geologist, bukan beneran eksplorasi geologi. Jalan panas-panas di pinggir sungai atau jalan raya, tiap beberapa meter berhenti untuk ngelus-ngelus batu.

Ditambah, yang namanya Karangsambung, panasnya naudzubillah. Kalau Bandung yang semeriwing itu ada di 700-an mdpl, si Karangsambung ini posisinya di 160-an. Bayangkan betapa panasnya. Mendengarkan penjelasan dosen di atas kerikil di pinggir sungai jam 12 siang rasanya bak naik haji berjamaah: lagi wukuf di Arafah. Kalau boleh dibilang frustasi, iya saya frustasi.HAHAHA.


Saya, dengan background S1 TL dan S2 tambang tapi subjur ekonomi benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dengan batu-batu itu. Pak dosen tambang terlihat sekali frustasi menjelaskan strike bukanlah dip, dan breksi adalah apa. Beliau-beliau terlihat makin frustasi karena harus berulang kali menyindir kami-kami yang melongo ini untuk aktif ikut jengkang jengking mengukur sudut rekahan batu daripada duduk doang sambil kipas-kipas ngos-ngosan.

Ngomong-ngomong saya mau kasih jempol lah buat dosen-dosen tambang. Terlihat cinta dan menikmati bidang pekerjaannya. Ga kaya saya yang kerjaannya bikin sistem pengelolaan sampah tapi ketemu sampah masih males, bapak-bapak dosen tambang ini ikut loh semua tracking. Jalan panas-panas bareng mahasiswa, menjelaskan detail-detail batuan yang kita lewati, dan tidak ragu menggelar peta sambil nangkring diatas batu, ditengah-tengah sungai. Sungguh berdedikasi.hahaha.


Sebenarnya ikut ekskursi seperti  ini sangat seru. Saya pribadi suka naik turun sungai main air, jalan di pinggir sawah, dan keluar masuk kebun. Tapi karena yang dipelajari seperti yang saya jelaskan diatas, sesuatu yang saya benar-benar nggak ngerti,  90% fokus saya saat ekskursi ada di usaha menyelamatkan diri dari tergelincir salah memilih batu pijakan atau nuncep ke pohon-pohon berduri.hahaha. 

Mengingat badan saya gendut dan sangat tidak gesit, bisa bertahan tidak jatuh atau keseleo sampai hari terakhir adalah prestasi. Yaaa, meskipun malu-malu dikit lah, orang lain bisa lompat lompat nggak pegangan, saya harus perosotan sambil nyeret batang tanaman atau apa aja yang ada di kanan kiri buat pegangan. Biar lah, yang penting selamet.hahahaha

Tapi ya, meskipun frustasi, diam-diam saya menikmati juga sih. Kapan lagi coba bisa gegayaan pakai kompas bidik-bidik gunung terus plotting di peta, foto parlente depan gunung marmer, nyebrang bendungan, makan siang di sungai, nyobain mendulang emas-meskipun ga dapet.duh- dan nangkring ga jelas di atas batu tertua di Jawa yang katanya  terangkat secara alami dari laut dalam.

Oh ya, dan saya juga jadi ingat lagi ternyata Indonesia tuh sekaya itu loh. Semacam “asal rajin nyukil-nyukil gunung sungai sama tanah”, ada saja yang bisa dijual. Dari mulai remeh temeh macam pasir atau kerikil, sampai yang bisa bikin kaya mendadak macam emas.ckckck

Okelah, paling nggak selain encok dan gatel-gatel saya dapat wawasan baru. Suatu hari nanti, kalau nggak punya uang dan makin susah cari kerjaan saya punya  opsi buat pergi ke karangsambung, diam-diam nyukilin marmer atau jongkok seharian nyari emas.muahaahaha.