9/20/2023

Uang, bukan hanya Uang

Terbesit enggan rasanya untuk ikut Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini. Menuliskan ujian terberat memaksa kita untuk mengingat kembali, dan untuk saya rasanya seperti menjalani kembali kejadian tersebut. 

Tapi yasudah lah, toh saya sudah deklarasi masuk ke fase sadar, menerima, dan berdamai dengan kejadian-kejadian itu. Pas banget kemarin, saat menulis cerita ini, hari lahir almarhum Ibu, lengkap sudah aura sendu😂. Anggap saja kali ini untuk test the water, cek ombak, apakah betul-betul sudah berdamai?


 

Ternyata hidup bukan hanya perkara uang

Orang tua saya berprinsip anak tidak boleh tau kalau orang tua tidak punya uang. Karena taunya selalu ada uang, sepanjang masa kecil saya habiskan dengan hidup dalam kedamaian. Saya hidup di keluarga yang tidak berlebih, tetapi Alhamdulillah tidak merasakan uang SPP nunggak. Karena bukan orang kaya yang bisa pamer harta, uang SPP yang tidak nunggak adalah pride bagi orang tua saya. 

Ujian terberat justru datang dari sisi sebaliknya. Allah mengingatkan saya, bahwa uang bukan lah segalanya. 

Tempat tidur yang tidak terima kencleng

April 2021. Bapak kena covid dan dirawat seminggu di rumah sakit yang kurang bonafide. Kondisinya memburuk dan akhirnya disetujui dokter untuk dirujuk. Mencari tempat tidur kosong di rumah sakit rujukan ternyata tidak semudah cek saldo di mobile banking yang hanya perlu jempol tanpa urat dahi berkerut dan leher tegang karena spaneng
 
Sungguh saat itu ingin rasanya menghalalkan segala cara. Mencari orang yang berkuasa terhadap kasur-kasur ini dan menyisipkan kencleng sogokan untuknya tanpa harus sabar menanti sistem yang lebih lama down-nya daripada aktif-nya. 
 
Semua orang punya uang, semua orang kena covid, dan semua orang ingin keluarganya selamat. Semua orang rela bayar lebih, bayar kencleng, untuk dapat bed pasien. 
 
Masalahnya, yang harusnya terima kencleng kemungkinan besar juga sedang kena covid. Atau,  mengingat slot tempat tidur diatur terpusat oleh Pemerintah, bisa jadi yang harusnya terima kencleng ini sedang spaneng juga ikut antri slot rawat inap pasien covid😅.

Plasma darah, bukan Plasma TV

Saat harus mencari plasma konvalesen untuk Bapak, ingin sekali kukeluarkan uang seperti saat ingin transaksi plasma TV. Kalau perlu ambil pinjaman di bank, untuk beli 2 kantong plasma kualitas super yang diminta dokter plus extra charge untuk pengantaran kilat boleh juga. 
 
Masalahnya, tidak ada toko yang jual. Plasma yang dicari ini harus diambil dari darah ex pasien covid, yang antibodi covidnya masih bagus, sembuh dalam waktu kurang dari satu bulan, dan belum pernah hamil. Terlihat mudah mengingat pasien covid jumlahnya ribuan. Kenyataannya, dari ratusan orang yang kontak dengan kami dan bersedia donor, hanya puluhan yang lolos screening awal dan datang ke PMI, dan tidak ada yang berhasil donor plasma di 2 hari pertama pencarian kami. 
 
Emosi bercampur rasa tidak percaya. Ternyata ada kondisi dengan variable diluar kontrol yang sebesar itu. Baru sekali saya alami. Hanya satu yang bisa dikontrol, usaha kita untuk melangitkan semua doa. Alhamdulillah 3 kantong plasma dari 2 pendonor berhasil didapat di hari ketiga pencarian, setelah menambah kontak dengan 100 orang lainnya. 

Satu Lagi yang Tidak Bisa Dihubungkan dengan Uang

Suatu pagi yang cerah di Kota Padang, saat saya berkemas untuk kembali ke rumah setelah 2 malam dinas.

"Bub anak-anak demam nih. Tadi jam 4 tiba-tiba muntah semua."

"Demamnya tinggi nggak? Lemes? Makan minum mau? Semalam gimana?"

"Semalam baik-baik aja. Mulai naik, tapi nggak tinggi sih. Masih mau sarapan."


 
"Bub, aku bawa ke RS aja ya."

"Kenapa?"

 
 
"Aku udah di RS, dokternya baru ada siang. Aku ke IGD aja ya."

"Demamnya makin tinggi?"
 

"Bub, adek kejang. Barusan berhenti tapi terus sekarang kayak nggak sadar. Mas tiba-tiba jatuh di lantai, lemes nggak bisa berdiri"

"Flight attendance take-off position."

****
 
Ini bukan perjalanan belasan jam ke belahan dunia lainnya. Hanya menyeberang Selat Sunda 1,5 jam lamanya. Rasanya seperti menunggu berkali-kali rotasi bumi. 1,5 jam yang penuh prasangka dan menghadirkan trauma dinas ke luar kota. 1,5 jam penuh isakan. Sungguh, saya cetek soal ketahanan terhadap ujian kehidupan. Hanya 1,5 jam saja rasanya sudah ingin kibar-kibar bendera putih. 


 


3 komentar:

dewi mengatakan...

Teh Ririn ... adegan anak masuk RS mencekam ya: alhamdulillah akhirnya mereka baik-baik saja. Sepakat dan sepaket banget ini benar adanya ... tak semuanya bisa dibeli dengan uang.
uang bukanlah segalanya ...

Yangie mengatakan...

Kalau udah urusan sama anak aku pun lemah teh. Bayangin aja sudah menangis

Sri Nurilla mengatakan...

Ririiiin, aku tepuk tangan bacanya. Ssbuah tulisan yang 'menyadarkan', bahwa tidak semua hal bisa diatasi dengan uang.
Terima kasih Ririn sudah menceritakan peristiwa ini. 🥰